Nazaruddin Tertangkap, Lalu?
Kota Cartagena,Kolombia, menjadi lokasi pelarian terakhir mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Setelah meninggalkan Indonesia menuju Singapura dengan alasan berobat pada 23 Mei 2011 lalu, Nazaruddin me-nimbulkan kehebohan luar biasa hebat di negeri ini.
Tidak hanya itu, sejak ditetapkan menjadi tersangka, mantan “kepala logistik” utama partai pemenang Pemilihan Umum 2009 ini seperti menghilang ditelan bumi. Sekalipun seperti menghilang, dari tempat yang nun jauh di sana,“nyanyian” Nazaruddin mampu menghilangkan kenyamanan banyak pihak.
Penangkapan Nazaruddin membenarkan aksioma klasik bahwa sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga. Meskipun telah tertangkap, tidak berarti semua cerita di seputar menghilangnya Nazaruddin juga akan berakhir. Saya percaya, penangkapan Nazaruddin hanya merupakan sebuah awal.
Dikatakan demikian, pelarian Nazaruddin memang dapat disebut berakhir. Namun di akhir itu pula masyarakat pasti tengah menunggu awal dari sebuah babak baru cerita panjang Nazaruddin. Karenanya, cerita berseri di sekitar mantan anggota Komisi III DPR RI ini masih jauh dari selesai.
Lalu, bagaimana pascapenangkapan di Kota Cartagena tersebut? Pertanyaan elementer ini menjadi penting karena sejumlah misteri harus dikuak di balik menghilangnya Nazaruddin. Tidak hanya itu, “nyanyian” Nazaruddin juga menjadi tugas maha berat guna dibuktikan benar-tidaknya.
Misteri ke Singapura
Keberangkatan Nazaruddin ke Singapura adalah misteri pertama yang harus diungkap. Misteri tersebut menjadi penting karena posisi yang bersangkutan sebelum dan saat berlalu ke Negeri Singa ini adalah bendahara umum Partai Demokrat (PD). Dengan posisi strategis itu, menjadi tidak masuk akal bila Nazaruddin pergi tanpa melalui proses internal PD.
Tidak hanya itu, sebagai anggota Komisi III DPR RI,sangat mungkin dia pergi setelah mendapatkan izin dari institusi tempatnya bernaung. Terkait dengan misteri pertama ini, paling tidak ada tiga pertanyaan besar yang harus diungkap Nazaruddin.
Pertama, seberapa jauh peran pihak internal PD, terutama andil Ketua Umum Anas Urbaningrum. Selain dikarenakan kicauan jarak jauh Nazaruddin yang secara terang menyebut peran petinggi PD, upaya mengungkap itu diperlukan untuk membaca secara jelas motivasi yang di balik desain meminta yang bersangkutan berlalu ke Singapura. Dengan menggunakan logika sederhana, bila benar kepergian tersebut dirancang sedemikian rupa, pasti ada tujuan di balik skenario tersebut.
Kedua, bagaimana peran petinggi DPR RI dan Komisi III DPR RI dalam proses kepergian Nazaruddin ke Singapura. Penelusuran ini menjadi penting karena orang nomor satu di DPR dan Komisi III DPR adalah tokoh politik yang berasal dari PD.
Sekiranya upaya meninggalkan Indonesia lebih karena inisiatif sesama aktivis PD, sulit untuk mengatakan ada peran DPR sebagai institusi dalam proses kepergian Nazaruddin. Penelusuran kemungkinan ada-tidaknya peran petinggi DPR harus dilakukan untuk memberikan demarkasi yang jelas antara DPR dan mantan Bendara Umum PD ini.
Ketiga, membuka misteri di balik kepergian Nazaruddin yang hanya beberapa saat saja sebelum surat pencegahan diterbitkan. Upaya membuka misteri ini diperlukan guna menelusuri pihak-pihak yang berperan membocorkan surat tersebut.
Bagaimanapun, terkait dengan upaya pembocoran ini, wajah penegakan hukum sering kali dipermalukan karena banyak pihak yang terkait kasus korupsi meninggalkan Indonesia beberapa saat sebelum pencegahan dikeluarkan.
Bahkan untuk kasus Nazaruddin, misteri ini semakin penting diungkap karena adanya bocoran informasi akan dijadikan sebagai tersangka yang menyebabkannya meninggalkan Singapura.
Jangan Bungkam
Di luar kepergian Nazaruddin ke Singapura,sejumlah misteri lain harus diungkap, terutama semua nyanyian yang disampaikandaritempatyangnun jauh di sana.Sebagai salah satu pihak yang berstatus tersangka dalam pembangunan Wisma Atlet SEA Games Palembang, keterangan Nazaruddin diperlukan untuk mengungkapkan semua pihak yang diduga ikut menikmati aliran dana tersebut.
Bahkan, untuk kepentingan yang lebih luas, keterangan dari yang bersangkutan amat diperlukan guna mengetahui ada-tidaknya dana wisma atlet mengalir ke PD. Berdasarkan lontaranlontaran jarak jauhnya, dalam skandal Wisma Atlet SEA Games di Palembang Nazaruddin menyebut nama penting yang ikut menikmati aliran dana,di antaranya Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, Mirwan Amir, Andi Mallarangeng, I Wayan Kostar.
Bahkan, dalam proyek pusat olahraga di Hambalang Nazaruddin kembali menyebut sang Ketua Umum PD. Bila informasi itu memiliki kebenaran dengan validasinya tidak diragukan, hampir dapat dipastikan kehadiran Nazaruddin akan menimbulkan guncangan hebat PD.
Masalah lain yang tidak kalah menariknya adalah menunggu penjelasan atas nyanyian Nazaruddin bahwa pelaksanaan kongres di Bandung tahun lalu beraroma politik uang. Sebagai sebuah partai yang mengusung simbol bersih, PD jelas memiliki kepentingan menelusuri kebenaran keterangan Nazaruddin.
Namun di atas itu semua, yang paling menarik adalah kebenaran nyanyian Nazaruddin atas sejumlah petinggi KPK.Sebagaimana pernah dilansir sejumlah media,dalam penanganan Wisma Atlet SEA Games,Nazaruddin mengemukakan bahwa telah disepakati menutup skandal ini dengan petinggi KPK.
Kompensasinya, petinggi KPK yang menjadi bagian dari kesepakatan itu akan diloloskan menjadi anggota KPK. Dengan meletakkan dalam konteks penegakan hukum,keterangan Nazaruddin jelas menimbulkan tanda tanya besar terhadap KPK.
Namun, terlepas dari benar-tidaknya nyanyian itu, sebagai lembaga yang menjadi sentral penyelesaian skandal Nazaruddin, KPK harus mampu menyelesaikan secara tuntas. Untuk membongkar semua misteri serta semua informasi yang pernah keluar dari mulut eks Bendahara Umum PD ini, menjamin keselamatan Nazaruddin untuk sampai di Indonesia dapat dikatakan jauh dari cukup.
Begitu sampai di Tanah Air, jangan menggunakan proses hukum untuk membungkam mulut Nazaruddin. Jika itu terjadi, kepentingan politik dan kepentingan elite kembali akan mengalahkan proses hukum. Untuk itu, ada baiknya KPK menimba pelajaran dari penahanan mantan Kabareskrim Susno Duadji.Ketika itu,Susno tidak hanya ditahan,tetapi sekaligus mulutnya dibungkam.
SALDI ISRA Guru Besar Hukum Tata Negara dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang
Tulisan ini disalin dari Koran Sindo, 10 Agustus 2011