Nazaruddin: Pecundang Atau Pahlawan
Belum pernah terjadi pemulangan seorang tersangka korupsi seheboh Nazaruddin. Bayangkan, dia diburu khusus atas perintah presiden terhadap tiga menteri sekaligus Menko Polhukam, Menhukam, dan Menlu; serta perintah kepada Kapolri.
Pemulangan dilakukan oleh tim penjemput sebanyak sepuluh orang terdiri atas unsur Polri,Kemehukam,KPK, dan Kemlu.Pemulangan menggunakan pesawat carter senilai Rp4 miliar. Setiba di Tanah Air tampak seperti “gembong teroris internasional” jika melihat para pengawal dan penjemputnya dan menggunakan rompi antipeluru.
Dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia tidak ada peristiwa seperti itu. Banyak dugaan atas perlakuan istimewa terhadap Nazaruddin. Dugaan pertama, karena yang bersangkutan saksi kunci pembuka dugaan korupsi proyek Wisma Atlet SEA Games di Palembang. Kasus ini melibatkan anggota DPR RI dari pengurus Partai Demokrat yang kebetulan sebagai ”partai penguasa”.
Dugaan kedua karena pernyataan Nazaruddin melalui media SMS dan internet atau secara langsung online kepada media televisi di Indonesia telah menyudutkan berbagai pihak. Bukan hanya dari pengurus Partai Demokrat tertentu, tetapi juga terhadap pimpinan dan staf KPK suatu lembaga independen yang dijadikan tumpuan pemberantasan korupsi.
Tidaktanggung-tanggung, seluruh pimpinan termasuk sekjen KPK telah bertemu pimpinan Partai Demokrat. Hal ini dinyatakan M Jasin ketika dalam proses pembentukan Komite Etik. Gara-gara nyanyian Nazaruddin, Busyro dan Haryono yang seharusnya memimpin Komite Etik terpaksa harus undur diri karena keraguan masyarakat akan independensi dan integritas mereka berdua.
Gara-gara nyanyian itu pula, di antara pimpinan KPK saling berargumentasi di hadapan publik. Juru Bicara Johan Budi bahkan berniat mengundurkan diri, sementara Ade Rahardja mengajukan pensiun lebih cepat dari seharusnya. Gara-gara nyanyian Nazaruddin pula, Chandra Hamzah, Ade Rahardja, dan Johan Budi tidak lolos seleksi oleh panitia seleksi capim KPK.
Gara-gara nyanyian Nazaruddin, masyarakat cenderung mencurigai integritas anggota Badan Anggaran DPR RI. Gara-gara nyanyian Nazaruddin, jajak pendapat masyarakat luas meluluhlantakkan kepercayaan terhadap KPK (41,6%) lebih rendah dari 2010 (LSI).
Gara-gara nyanyian Nazaruddin, situasi politik nasional menjadi “panas” dan “terombang-ambing” oleh keraguan, ketidakpercayaan, kekecewaan masyarakat begitu meluas terhadap kinerja anggota DPR RI dalam soal persiapan penyusunan dan pencairan anggaran negara. Gara - gara Nazaruddin, ada beberapa lembaga yang saling mengacungkan tangan untuk turut menangani Nazaruddin.
Bahkan mendadak muncul “pahlawan kesiangan” yang sejak awal kasus Nazaruddin memasyarakat, bungkam seribu bahasa kemudian muncul “menyalak” kembali setelah Nazaruddin dipulangkan ke Tanah Air.
Tontonan
Semua pernyataan dan opini yang muncul sejak Nazaruddin buron dan kembali ke Indonesia tidak banyak arti dan manfaatnya kecuali sekadar tontonan belaka. Justru yang sangat bermakna adalah bagaimana langkah hukum KPK di tengah-tengah surutnya kepercayaan masyarakat agar dapat segera menuntaskan kasus Nazaruddin.
Sementara itu harus diamati juga bagaimana gerak-gerik pemerintah menghadapi penuntasan kasus Nazaruddin oleh KPK. KPK saat ini sulit diberikan kepercayaan penuh untuk melakukan penyidikan terhadap Nazaruddin tanpa ada tim independen yang mengawasi jalannya penyidikan.
Karena di antara pimpinan dan staf KPK telah “divonis” sebagai pelaku yang terlibat dalam kasus proyek Alat Kesehatan dan Wisma Atlet. Bahkan akan terjadi konflik kepentingan dalam proses penyidikan Nazaruddin oleh KPK. Hal ini disebabkan ada nyanyian Nazaruddin yang dibenarkan Ade Rahardja tentang adanya pertemuan, dan pengakuan Ade Rahardja bahwa pertemuan atas izin Chandra Hamzah.
Selain itu, ada juga pengakuan Mindo Rosalina di muka sidang yang menumpahkan beban kesalahan kepada Nazaruddin dan keterlibatan AS dan WK anggota Badan Anggaran DPR. Semua pernyataan diikuti dengan pengakuan sejumlah saksi dan tersangka sendiri dalam perkara Wisma Atlet membuktikan bahwa kasus Nazaruddin bukan kasus korupsi biasa.
Ini adalah kasus korupsi sistemik dan terorganisasi yang diduga telah melibatkan anggota DPR RI, oknum di KPK,dan pejabat pemerintah. Kasus Nazaruddin bahkan telah dipolitisasi sedemikian rupa sehingga kemudian hanya terfokus pada Anas Urbaningrum sendirian, sedangkan mereka yang disebut sebelumnya menguap dari peredaran media cetak.
Ketua KPK Busyro Muqoddas menjelaskan kasus Nazaruddin melibatkan uang proyek pemerintah senilai Rp6,3 triliun rupiah,nilai yang sangat tinggi melebihi anggaran satu provinsi di Indonesia. Peranan Nazaruddin dalam kasus yang melibatkan proyek senilai tersebut sangat besar dan menentukan,bahkan telah melibatkan pejabat eselon 1 dan bahkan menteri.
Yang penting bagi KPK adalah sesuai dengan UU KIP selalu memberikan akses masyarakat untuk mengetahui informasi penyidikan dan segera mengusut tuntas kasus Nazaruddin sampai ke akar-akarnya.KPK harus segera menyelesaikan penyidikan dan melimpahkan ke pengadilan.
Secara jujur harus diakui bahwa sejak awal kasus Nazaruddin memang sangat politis, bukan masalah penegakan hukum per se karena kebetulan Nazaruddin adalah seorang bendahara umum partai. Dan kedua, pada saat yang sama tengah ada proses penyidikan kasus surat palsu yang dilaporkan Ketua MK kepada Mabes Polri dengan “objek” pembicaraan terfokus pada Andi Nurpati, salah seorang pengurus Partai Demokrat.
Kita tidak dapat menafikan kasus Nazaruddin menjadi dipolitisasi oleh berbagai pihak yang memiliki kepentingan baik secara pribadi,kelompok, politik,atau kepentingan finansial atau kepentingan popularitas perorangan.
ROMLI ATMASASMITA Guru Besar Universitas Padjadjaran (Unpad)
Tulisan ini disalin dari Koran Sindo, 16 Agustus 2011