Nazaruddin Dijerat Pasal Berlapis

Tim jaksa yang dipimpin oleh Tumpak Simanjuntak, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, kemarin, mendakwa Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nazaruddin Sjamsuddin melakukan tindakan penyimpangan dana dan penyalahgunaan wewenang.

Penyimpangan dana dan penyalahgunaan wewenang itu terjadi dalam pengurusan proses pengadaan asuransi jaminan kematian atau kecelakaan petugas Pemilu 2004. Jumlah premi polis asuransinya senilai Rp14,8 miliar.

Menurut jaksa, dalam pleno KPU, Nazaruddin selaku Ketua KPU telah menyetujui mata anggaran asuransi dan meminta Kepala Biro Keuangan, Hamdani Amien untuk mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan penutupan asuransi.

Nazaruddin dikenai pasal berlapis. Dalam dakwaan kesatu primer, jaksa menggunakan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUH Pidana dengan melakukan tindakan memperkaya diri sendiri atau orang lain sehingga merugikan keuangan negara.

Menurut surat dakwaan, dalam sebuah rapat pada tahun 2004, Hamdani mengusulkan mata anggaran bagi jaminan kematian/kecelakaan petugas Pemilu 2004 dalam bentuk asuransi senilai Rp35 miliar. Pada pertengahan Juni 2004 Direktur SDM Bumi Putera 1912 Mu'alim Muslich membicarakan kerja sama jasa penutupan asuransi bagi petugas KPU. Dalam pertemuan itu, Hamdani meminta agar KPU mendapatkan potongan harga premi sebesar 34% atau senilai US$566,795. Padahal, saat itu KPU belum membentuk panitia pengadaan jasa penutupan asuransi, belum diadakan prakualifikasi, belum dibuat penentuan harga perkiraan sendiri (HPS), belum melakukan negosiasi harga, dan belum melakukan penjelasan pekerjaan sesuai Kepres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Meski demikian, KPU tetap menyetujui pembayaran premi polis asuransi kecelakaan diri petugas penyelenggara Pemilu 4004 senilai Rp14,8 miliar dengan nota dinas Nomor 717/ND/VII/2004.

Pada tanggal 13 Juli 2004 Hamdani menerima telepon dari saksi Mu'alim Muslich yang menyatakan bahwa uang dari PT Asuransi Umum Bumi Putera Muda 1967 senilai US$566,795 siap diantar ke KPU. Sehari kemudian, Hamdani melaporkan hal tersebut kepada Nazaruddin.

Nazaruddin menjawab, Simpan saja di tempat Pak Hamdani. Oleh Hamdani uang tersebut disimpan di brankas pribadi, di ruang kerjanya di kantor KPU.

Setelah menerima uang dari PT Asuransi Umum Bumi Putra Muda, Hamdani atas sepengetahuan Nazaruddin membagikan uang tersebut pada bulan Agustus dan September 2004. Para penerima dana itu adalah Ketua KPU, US$75 ribu; Wakil Ketua Ramlan Surbakti, US$55 ribu; Hamid Awaludin,

Rusadi Kantaprawira, Mulayana Wirakusuma, Anas Urbaningrum, Chusnul Mariyah, Valina Singka Subekti, dan Daan Dimara, masing-masing US$40 ribu. Sedangkan Sekjen dan Wakil Sekjen masing-masing US$15 ribu, dan

Syaukani (pegawai KPU) US$3.600, dan untuk biaya perjalanan ke luar negeri anggota KPU sebesar US$6.541.

Untuk dakwaan kedua, jaksa mempersalahkan terdakwa sebagai pegawai negeri yang menjabat sebagai Ketua KPU telah memerintahkan atau memberi persetujuan atau mengetahui, Hamdani Amin menerima hadiah berupa uang dalam bentuk mata uang rupiah, US$, dan cek perjalanan dari para rekanan pengadaan barang dan jasa KPU.

Nazaruddin yang siang itu mengenakan setelan jas berwarna biru tua melalui tim penasihat hukumnya mengatakan tidak akan mengajukan eksepsi dan mempersilakan jaksa untuk menghadirkan saksi-saksi.

Majelis hakim yang dipimpin oleh Kresna Menon menunda persidangan hingga Senin (15/8) dengan agenda pemeriksaan saksi atau melihat barang bukti. KL/Ant/P-3

Sumber: Media Indonesia, 9 Agustus 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan