Nazaruddin Bisa Jadi Tersangka

Upaya Jemput Paksa Dikaji

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa menetapkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, sebagai tersangka. Dia meyakini bahwa KPK memiliki bukti mengenai keterlibatan Nazaruddin dalam kasus suap Sesmenpora.

Selain itu, lanjut Jimly, tidak kooperatifnya Nazaruddin dalam pemeriksaan dapat digolongkan sebagai upaya menghalang-halangi proses hukum. ”Dia kan sudah dipanggil sebagai saksi. Bukti-bukti sudah ada. Statusnya bisa ditingkatkan menjadi tersangka karena dia sudah melakukan obstruction of justice,” kata Jimly di Gedung DPR, kemarin.

Dia menjelaskan, dengan penetapan sebagai tersangka, maka proses penyelesaian terhadap kasus yang diduga melibatkan Nazaruddin akan dapat cepat selesai. Jika KPK menunda-nunda, kepastian atas status Nazaruddin akan semakin tidak jelas, dan akan menimbulkan banyak masalah.
”Tetapkan saja sebagai tersangka kalau itu memang alasan dia. Supaya tidak kelihatan menunggu-nunggu, itu costly,” tandasnya.

Seperti diketahui, Nazaruddin telah dua kali mangkir dari pemanggilan KPK terkait kasus dugaan suap Sesmenpora Wafid Muharam. Kepastian kembalinya Nazaruddin dari Singapura ke Indonesia hingga kemarin masih belum jelas.

Sementara itu, KPK kemarin menyatakan tengah mengkaji mekanisme penjemputan paksa mantan Nazaruddin. Pasalnya, hingga panggilan kedua, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat tersebut tidak memenuhi panggilan KPK tanpa keterangan.

Menurut Kepala Biro Humas KPK Johan Budi SP, saat ini tim penyidik tengah membahas mekanisme penjemputan paksa terhadap politikus yang kini berada di Singapura itu. Johan mengaku belum tahu kapan penjemputan paksa dilakukan.

“Sekarang tim sedang mendiskusikan mengenai itu (jemput paksa). Karena yang bersangkutan tidak berada di Jakarta atau Indonesia, akan ada langkah-langkah yang belum bisa kami sampaikan karena sedang didiskusikan,” kata Johan, Kamis (16/6).

Dia menegaskan, langkah jemput paksa bisa dilakukan KPK karena Nazaruddin sudah dua kali mangkir dari pemeriksaan terkait penyidikan kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet di Palembang. “Sesuai prosedur, KPK akan melakukan langkah pemanggilan ketiga dengan upaya paksa,”ujar Johan.

Kemarin, Nazaruddin maupun kuasa hukumnya juga tidak hadir di kantor KPK hinggu pukul 17.00. Tim penyidik tidak menerima konfirmasi atau pemberitahuan atas ketidakhadiran suami Neneng Sri Wahyuni itu. Pengacara yang dijanjikan Nazaruddin akan hadir pada pemeriksaan kedua ini juga tidak muncul. “Yang disebut kuasa hukumnya juga tidak memberikan keterangan apapun atau datang ke KPK pada hari ini,” ujar Johan.

Dalam kasus suap ini, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka. Mereka adalah Sesmenpora Wafid Muharam, mantan Direktur Pemasaran PT Anak Negeri, Mindo Rosalina Manulang, dan Manager Pemasaran PT Duta Graha Indah Mohammad El Idris. Nazaruddin selaku mantan atasan tersangka Rosa akan dimintai keterangannya sebagai saksi.

Segera Kembali

Lebih lanjut Jimly Asshiddiqie berharap Nazaruddin dapat segera kembali ke Indonesia dengan kesadarannya sendiri, sehingga yang bersangkutan dapat langsung melakukan pembelaan, jika memang tidak bersalah. ”Kalau dia benar dia bisa bebas. Tapi jangan menghindar dari pemeriksaan. Itu tidak bertanggungjawab dan bisa berakibat panjang. Efek itu menimbulkan rumor kemana-mana. Jadi, melukai kiri dan kanan,” jelasnya.

Nazaruddin tercatat sebagai pendiri PT Anak Negeri, dimana perusahaan tersebut disebut-sebut sebagai penghubung suap antara Kementerian Pemuda dan Olahraga dengan rekanannya, PT Duta Graha Indah, dalam proyek pembangunan wisma atlet. Dari data Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham, adik Nazaruddin, M Nasir (anggota Komisi III DPR), juga ikut mendirikan perusahaan tersebut.

Meski kedua kader Partai Demokrat disebut-sebut terkait dengan sejumlah tender proyek di beberapa kementerian, partainya tidak akan menelusuri hal tersebut. Partai Demokrat tidak ingin membentuk tim investigasi untuk mencari kebenarannya.

”Setiap orang boleh punya perusahaan, itu kan hak azasi orang. Kami ngak tahu, itu urusan rumah tangga masing-masing. Itu kasus pribadi. Ngapain pula kami masuk ke dalamnya,” ujar Ketua DPP Partai Demokrat Sutan Bhatoegana.

Pihaknya menyerahkan dan mendorong agar proses hukum tetap dijalankan oleh aparat penegak hukum. ”Biarkan berproses. Demokrat sendiri sudah berkomitmen menjadi partai yang bersih,” tandasnya.(K32,J22,J13-25,35)
Sumber: Suara Merdeka, 17 Juni 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan