Nazar-Nasir Telah Lama Berkongsi

Perkongsian Muhammad Nazaruddin dengan Muhammad Nasir memiliki jejak panjang. Sebelum menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrat, kedua politikus bersaudara itu pernah mendirikan sejumlah perusahaan yang kini bermasalah dengan hukum.

Nazaruddin dan Nasir antara lain pernah tercatat sebagai pendiri, pemegang saham, dan pengurus PT Anak Negeri, PT Mahkota Negara, serta PT Anugrah Nusantara. Tiga perusahaan ini bolak-balik diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi karena diduga terkait kasus korupsi.

Di PT Anak Negeri, menurut akta bertanggal 14 Februari 2003, Nazaruddin dan Nasir berduet. Nazaruddin memiliki 1,4 juta lembar saham dan menjabat komisaris utama. Adapun Nasir menjabat komisaris dan memiliki 440 ribu lembar saham. Pada akta perubahan, 16 Mei 2009, nama Nazaruddin dan Nasir menghilang.

Duo Nazaruddin-Nasir juga pernah tercatat sebagai pemilik saham dan anggota komisaris ketika CV Mahkota Negara berubah menjadi PT Mahkota Negara pada 14 Februari 2003. Saat itu Nazaruddin menjadi komisaris utama dengan memiliki saham 324 ribu lembar (sekitar Rp 3,2 miliar). Adapun Nasir menjadi komisaris dengan saham 99,6 ribu lembar (Rp 996 juta). Tapi, sejak Mei 2009, nama Nazaruddin dan Nasir tak tercantum lagi dari daftar pemilik saham dan jajaran komisaris.

Adapun di PT Anugrah Nusantara, Nazaruddin dan Nasir tercatat sebagai pendiri dan penyerta modal awal. Saat perusahaan berdiri pada 25 Januari 1999, Nazaruddin memegang 330 lembar saham (Rp 330 juta) dan menjabat direktur utama. Adapun Nasir, pemilik 60 lembar saham (Rp 60 juta), menjabat direktur.

Pada 2006, Nazaruddin dan Nasir menjual sahamnya, lalu mundur dari jajaran direksi. Tapi, pada Januari 2009, Nazaruddin kembali masuk dengan saham senilai Rp 190 miliar. Sebulan kemudian, Nazaruddin menjual sahamnya dan mundur dari PT Anugrah.

Ketiga perusahaan yang didirikan Nazaruddin-Nasir ini memiliki sejumlah kesamaan. Antara lain, perusahaan beralamat asal di Pekanbaru, Riau; bergerak di segala bidang usaha, dari jasa konsultasi hingga perbengkelan; dan menggarap proyek-proyek pemerintah, dari daerah hingga pusat.

Belakangan ini kantor PT Anak Negeri di Warung Buncit, Jakarta, berkali-kali digeledah tim Komisi Pemberantasan Korupsi. Pasalnya, Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang tertangkap tim KPK setelah menyerahkan cek kepada Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam. Menurut KPK, cek bernilai Rp 3,2 miliar itu merupakan suap dalam proyek wisma atlet SEA Games di Palembang.

Kepada penyidik KPK, Rosalina pernah bernyanyi bahwa Nazaruddin mendapat success fee sekitar 13 persen dari nilai proyek, atau sekitar Rp 25 miliar. Namun Nazaruddin membantah kesaksian itu. Rosalina belakangan juga mencabut keterangan tersebut.

Saat ini KPK juga tengah menelisik kemenangan tidak wajar PT Mahkota Negara dan PT Anugrah Nusantara dalam proyek peningkatan sarana pendidikan di Kementerian Pendidikan Nasional pada 2007.

Sumber Tempo menuturkan, saat usul proyek bernilai Rp 142 miliar itu dibahas di DPR, Nazaruddin gencar melobi anggota Badan Anggaran DPR. Di ujung cerita, PT Mahkota mendapat bagian paling besar, yakni pengadaan alat laboratorium multimedia serta alat laboratorium informasi, komunikasi, dan teknologi. Untuk pengadaan alat multimedia, misalnya, nilai proyeknya sekitar Rp 40 miliar.

Kemarin Nasir menolak dikaitkan dengan ketiga perusahaan tersebut. "Enggak ada, tanya saja sama pimpinan perusahaannya," kata Nasir ketika ditemui Tempo di gedung DPR RI. Adapun perihal kasus yang membelit Nazaruddin, Nasir hanya berkata, "Saya no comment." FEBRIYAN | EKO ARI | JAJANG
Sumber: Koran Tempo, 14 Juni 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan