Muspida Muna (Sultra) Korupsi Hasil Lelang Jati Ratusan Miliar; Terungkap di Persidangan, Bupati Dii

Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra), selama ini memang dikenal sebagai penghasil kayu jati terbesar di Indonesia. Tapi, sudah menjadi rahasia umum, setiap penjualan kayu jati, apa pun bentuknya, pasti terjadi penyelewengan. Kecurangan terbesar ternyata dilakukan Muspida Muna dan itu terungkap di persidangan. Berikut laporannya.

Penjualan kayu jati di Muna ada berbagai model, melalui lelang atau dijual gelondongan (log) ke Surabaya. Ada yang dimasukkan ke sawmill-sawmill lokal untuk diolah setengah jadi, lalu dikirim ke Surabaya, ada pula model penjualan langsung ke masyarakat.

Masyarakat dan LSM kerap menangkap basah kecurangan-kecurangan itu, bahkan mereka sampai melakukan aksi turun ke jalan. Namun, sulit memberantas manipulasi penjualan kayu jati di Muna. Padahal, saking demonstratifnya, pencurian jati di Muna telah mengorbankan sembilan aktivis lingkungan, termasuk anggota Walhi Sultra masuk penjara.

Jumlah kasus pencurian jati tak terhitung lagi. Aparat hukum memang bekerja, namun hasilnya hanya menyeret rakyat jelata yang hanya mengambil satu dua potong jati yang sudah rebah. Itu juga yang diprotes masyarakat.

Keresahan masyarakat Muna tersebut pada akhirnya tercium oleh Antasari Azhar SH MH, yang baru saja menjabat sebagai Kajati Sultra.

Siapa yang tak kenal Antasari yang dulu pernah memenjarakan si Raja Hutan, Bob Hasan dan Tomy Soeharto? Di situlah awal dibongkarnya kasus kecurangan lelang jati Muna.

Begitu Antasari dilantik sebagai Kajati Sultra, aktivis-aktivis Muna langsung membawa laporan kasus jati. Antasari menjelaskan bahwa dia akan masuk lewat pintu korupsi. Kasus pidana umumnya serahkan ke polisi.

Alhasil, dalam tempo yang tidak terlalu lama, Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) La Ode Arief Aty Malefu ditangkap pada 12 April 2004 dengan tuduhan korupsi uang hasil lelang jati. Bersama Arief Aty, bendahara rutin Dishut Muna La Udi Kudu juga ditangkap.

Seminggu kemudian, ketua panitia lelang kayu jati yang tidak lain adalah mantan Komandan Polisi Hutan Drs Simon Mahuri turut ditangkap. Sayangnya untuk ketiga tersangka itu, jaksa meletakkan tuduhan korupsinya tergolong kecil. Hanya kurang lebih Rp 2 miliar.

Padahal, berdasar hitungan Yayasan Pengkajian Otonomi Daerah (Yapod) Muna, korupsi lelang jati paling sedikit Rp 14 miliar. Tidak menyentuh inti korupsi yang sesungguhnya, kata Muhammad Zainul, Ketua Yapod.

Menurut Zainul, dari enam kali lelang, setidaknya, yang diselewengkan paling sedikit Rp 14 miliar. Korupsi di Muna ini sebenarnya lebih besar daripada korupsinya Abdullah Puteh, tambahnya.

Masyarakat dan beberapa LSM di Muna tetap apriori, walau Kadis Kehutanan telah ditangkap. Kenapa hanya Kadis Kehutanan yang ditangkap. Kenapa bukan bupati yang telah mengeluarkan SK panitia lelang yang dipersoalkan, kata Ketua LSM Swami Muammar Khadafi usai bertemu Kajati Sultra, Antasari Azhar, Senin (26/7). Toh, bukti keterlibatannya sudah jelas. Di dalam persidangan juga sering disebut, ungkap Khadafi.

Bupati Juga Kerap Disebut Terlibat
Dalam beberapa persidangan, Bupati Muna Ridwan B.A.E., memang kerap disebut. Tetapi, penyebutannya hanya pada keterlibatan mengeluarkan surat keputusan (SK) dan tempat pertanggungjawaban keuangan.

Misalnya, saksi untuk terdakwa La Ode Arief Aty Malefu dan Simon Mahuri dalam kesaksian di Pengadilan Negeri (PN) Raha menyebutkan keterlibatan dirinya dalam pembuatan rekening sementara untuk menampung hasil-hasil lelang.

Bupati Muna juga disebut telah mengeluarkan surat keputusan menyangkut harga dasar kayu jati, kepanitiaan, dan keputusan memberikan insentif kepada panitia lelang.

Ternyata, dari berbagai SK yang dianggap kontraproduktif itu, majelis hakim yang diketuai Kukuh Kalinggo Yuwono SH dengan hakim anggota Nurkholis SH dan Herlangga SH melakukan pengejaran dalam persidangan.

Di sinilah terungkap keterlibatan Muspida dan banyak lagi pejabat di bawah. Yang jadi panitia lelang (jati) itu banyak pak hakim, termasuk semua Muspida, jelas Kabag Hukum Pemkab Muna, Andi Muna, yang menjadi saksi dalam persidangan tersebut. Begitu selesai Andi Muna menyebut Muspida, banyak pengunjung sidang yang berdecak dan geleng kepala.

Keterlibatan seluruh Muspida tersebut memang baru sebatas menerima uang insentif. Sebelumnya, Andi Muna membantah menerima insentif. Saya orang baik pak hakim, elaknya. Namun, setelah diperlihatkan tanda tangan pengambilan uang Rp 500.000, Andi Muna membalasnya dengan menyebut Muspida.

Dalam kesaksiannya, Kabag Hukum Pemkab Muna itu menjelaskan bahwa dasar pelelangan jati selama ini berdasarkan keputusan (KPTS) Menteri Nomor 319, bukan berdasarkan surat keputusan (SK) Bupati Nomor 420.

Mendengar kesaksian seperti itu, penasihat hukum (PH) La Ode Arief Aty Malefu, Husin Ely SH, kontan interupsi. Menurut Ceng -sapaan akrab Husin Ely- lelang jati yang sekarang disidangkan tersebut berdasarkan SK Bupati Nomor 420, bukan surat lain.

Terdakwa Aty Malefu bahkan lebih rinci memberi penjelasan. Dia mengatakan, kesaksian Kabag Hukum yang mengatakan acuan terbitnya SK lelang adalah KPTS Menteri Nomor 319 tidak betul. SK lelang itu, kata Aty Malefu, bukan saja SK Bupati No 420, tapi juga SK 1219, 88, 782, dan SK nomor 436. Semua surat tersebut dikeluarkan Bupati Muna, Ridwan BAE.

Kalaupun berdasarkan SK menteri, itu juga salah karena uang hasil lelang dititip di kas titipan buatan bupati dan pemegang kas. Dalam SK menteri, uang lelang harus disimpan di kas negara, bukan di kas daerah, lebih-lebih di kas titipan.

Panitia lelang itu melibatkan semua Muspida. Yang bertanggung jawab kepada bupati tentang uang lelang, uang pengganti, insentif, dan sebagainya adalah ketua panitia lelang Drs Simon Mahuri. Menurut kesaksian Aty Malefu, ketua panitia lelang tidak bertanggung jawab kepada Kadis Kehutanan, tapi kepada bupati.

Mereka yang Menerima Uang Hasil Lelang Kayu Jati Sesuai BAP Jaksa

1. Wakil bupati Muna (Rp 70.000 per kubik)
2. Setiap anggota muspida (Rp 500.000 setiap kali lelang)
3. Ali Samaria (Plh Kadis Kehutanan) ratusan juta rupiah (sesuai BAP Jaksa)
4. Polres Muna (> Rp 130.000.000)
5. Kodim Muna (> Rp 70.000.000)
6. Drs Hariman Thalib (kepala Bawasda) Rp 24.000.000
7. Drs Simon Mahuri 300.000.000 (pembayaran insentif)
8. Bahar Fasare (pejabat Dishut) puluhan juta rupiah
9. Alwi Parenangi (staf Dishut Muna) tidak jelas
10. La Ode Ali Posasu (pejabat Dishut Muna)
08. Wa Ode Luisa (staf Dishut Muna) Rp 17.000.000
11. Serma Ody Syarif Rp 5 Juta (mengaku disuruh komandannya)
12. Anggota Komisi D DPRD Muna Rp 500.000
13. Zakaruddin Saga SE MSi Rp 76.500.000 (Kabag Keuangan Pemkab Muna). Uang itu diserahkan kepada Uking Djassa SH anggota F-Golkar DPRD Muna).
14. Bendahara Bawasda (Felny) Rp 50.000.000
15. LM Nurdin Olo Rp 10.000.000
16. La Ode Aliase Rp 3.000.000
17. Usman Rp 26.000.000
18. Simon Mahuri (tidak jelas catatan wartawan selain insentif)
19. Edy Chandra Rp 19.000.000 (DAN POM Muna). Dibantah dengan alasan uang itu adalah janji Pemkab Muna untuk pembelian mobil operasional POM Muna.
20. Panitia lelang Rp 4.000.000 (sewa hotel)
21. Abd. Rahman dan Hermanto Rp 25.000.000
22. Decky Djonas Rp 5.000.000
23. Drs La Ode Arief Aty Malefu dan La Udi Kudu Rp 1.323.345.920
24. Drs Amiruddin (Kabag Humas Muna)
25. Drs Djamir Bolo (pejabat eselon III Muna)
26. Puluhan orang dari berbagai instansi yang tak bisa disebutkan satu per satu

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan