Mulyana dan Industri Korupsi

Kalau saja tuduhan terhadap anggota KPU Mulyana W Kusumah terbukti, korupsi di negeri ini benar-benar telah mengarah dari sebuah kondisi kerakusan materi, berubah menjadi industri; industri korupsi. Jika Mulyana yang sebelumnya dikenal bersih, benar-benar dapat dibuktikan secara hukum sebagai telah melakukan penyuapan kepada pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dengan tujuan agar hasil audit KPU tidak diumumkan (di mana di dalamnya terdapat indikasi korupsi), dirinya dapat dikategorikan korupsi.

Kekhawatiran seputar industri korupsi disinyalir Prof Sayed Hussain Alatas. Dia mengatakan, di beberapa negara, korupsi telah menjadi industri. Seperti halnya industri, korupsi menciptakan permintaan pasar.

Korupsi mendorong diciptakannya peraturan perundangan, yang bertujuan memberantas korupsi. Tetapi, di balik peraturan perundangan antikorupsi, industri korupsi melahirkan kreativitas subjek dan objek penegakan hukum untuk mengamankan korupsi itu sendiri. Baik dilakukan sejumlah orang (korupsi berjamaah) maupun perseorangan.

Warga masyarakat di tengah industri korupsi melakukan banyak alasan pembenar terhadap fenomena korupsi, disamping bertindak korup. Banyak hal yang seharusnya tidak bisa korupsi, terbukti dikorupsi.

Industri korupsi mengakibatkan perencanaan korupsi, seperti halnya tindakan korupsi itu sendiri, dipersiapkan dan diaktualisasikan secara sistemik, disamping seolah memiliki metode pendekatan rasional tersebiti.

Selain di-back up metodologi korupsi (bernada ilmiah), sehingga perwujudan (wujud korupsi) seolah lebih kreatif, lebih kuantitatif, lebih kualitatif, dan lebih dinamis, dibanding kemampuan kita memperkirakan berbagai kemungkinan atau peluang korupsi itu sendiri.

Industri korupsi memotivasi pemerintah dan masyarakat setempat untuk tidak memberikan sanksi terlalu berat kepada pelakunya (koruptor), seperti di RRC. Di negeri itu, kalau ada pejabat negara yang korup ditembak mati. Eksekusi mati atas pelaku korupsi di RRC dapat disaksikan lewat media layar kaca.

Selain itu industri korupsi menyebabkan tindakan tegas terhadap koruptor, dianalogikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Akibatnya, pemerintah negara yang bermaksud menindak tegas perilaku korupsi terpaksa mengurungkan niatnya, karena takut dituding melanggar HAM.

Selain itu, industri korupsi menimbulkan rangsangan bagi pelaksana aparatur negara tertentu untuk mengembangkan kredo korupsi modern di negeri ini. Di tengah masyarakat industri (korupsi) bermunculan pernyataan kalau bisa dikorupsi, apa untungnya jika tidak dikorupsi?

Aroma Korupsi

Seseorang atau sejumlah orang di tengah masyarakat yang oleh mereka sendiri dikenal bersih, alias dijamin sebagai pasti tidak bakalan mau melakukan korupsi, dalam kasus tertentu, justru melakukannya. Inilah fenomena yang tengah dihadapi Mulyana W Kusumah, dan orang-orang terdekatnya, yang - jauh hari sebelumnya - telanjur dikenal sebagai orang bersih, karena reputasi dan track record - nya yang hampir semuanya mulus, di hari-hari kemarin.

Karenanya, sekali lagi jika Mulyana W Kusumah terbukti melakukan apa-apa yang dituduhkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepadanya, beralasan sekali jika Komisi II dan III DPR RI memberikan dukungan politik kepada KPK, polisi dan jaksa, untuk mengungkap tuntas kasus dugaan korupsi di KPU, seperti dikemukakan anggota DPR RI dari Fraksi PKS daerah pemilihan Jawa Tengah, Mutammimul Ula.

Menurutnya, Komisi II DPR periode lalu sudah mencium aroma korupsi di tubuh KPU. Dugaan itu kini makin jelas ketika Mulyana ditangkap atas dugaan suap yang dilakukannya terhadap anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Hal senada diungkapkan aktivis Koalisi LSM untuk Pemilu Bersih dan Berkualitas, Sebastian Salang. Kata dia, tertangkap dan ditahannya Mulyana, harus dijadikan kritik awal bagi pembongkaran kasus korupsi di KPU, sehingga penyidikannya tidak berhenti hanya pada kasus dugaan suap yang dilakukan Mulyana.

Koalisi LSM itu juga meminta, agar seluruh anggota KPU dicekal. Hemat dia, kasus ini tidak mungkin dilakukan Mulyana seorang diri. Kasus itu pasti dilakukan seluruh anggota KPU, sehingga semuanya harus dicekal.

Tuntutan demikian tidak mengada-ada, kalau kita memang bersepakat mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance), di negeri ini. Salah satu cirinya adalah, tekad bulat penyelenggara negara dan rakyatnya, untuk bersama-sama memberantas korupsi. Baik di setiap lini birokrasi negara, maupun di sektor publik yang mana pun.

Karena itu, dalam rangka penegakan hukum, maka aroma korupsi di KPU perlu secepatnya diberlakukan. KPK, BPK, polisi, jaksa, atau lembaga penyidik yang mana pun, seharusnya tidak bersifat kompromistis terhadap KPU. Misalnya, sebagai salah satu cara membalas jasa kepada KPU sebagai penyelenggara Pemilu 2004, yang menghasilkan pemerintahan RI sekarang.

Penegakan hukum oleh KPK dengan cara menjebak atau cara lain yang dibenarkan hukum dalam setiap kasus korupsi, termasuk yang diberlakukan atas Mulyana W Kusumah mutlak diperlukan guna mencegah merebaknya industri korupsi di tanah air kita. Sebab jika KPK atau lembaga penyidik lain tidak memiliki nyali (keberanian) mengapresiasi kewenangan hukum yang melekat lembaganya, jumlah orang yang akan terlibat industri korupsi di negeri ini semakin lama akan semakin bertambah, disamping lebih berkualitas.

Moralitas Pribadi

Di tengah industri korupsi, terjadi massifikasi (peningkatan jumlah secara besar-besaran) sikap dan perilaku korupsi, karena akses kedudukan yang memungkinkannya. Karena kursi atau kedudukan tertentu memberi peluang seseorang melakukan korupsi, sementara moralitas pribadinya yang tidak memadai, maka individu bersangkutan gampang sekali terperangkap tindakan tercela dimaksud.

Disadari atau tidak oleh Mulyana W Kusumah, kalau saja tuduhan terhadap dirinya terbukti, ia sedang terlibat dalam perputaran roda industri korupsi di lingkungannya yang mikro. Sekali lagi bila tuduhan itu benar-benar bisa dibuktikan secara hukum, Mulyana, dan siapa pun saja di lembaga publik dimaksud, patut disayangkan sebagai tidak punya rasa malu, salah satu faktor pendorong tumbuh dan berkembangnya industri korupsi.

Akibat langkanya budaya malu, korupsi marak di tengah kehidupan warga. Pada perkembangan berikutnya, korupsi dijadikan target goal (tujuan) pada berbagai jabatan publik. Berbarengan dengannya, teriakan rakyat antikorupsi hampir-hampir tidak mampu menakut-nakuti pejabat di berbagai lembaga negara, untuk tidak mengakses korupsi di lingkungannya.

Dari kasus Mulyana yang menjadi bahan pembicaraan publik di media massa, atau di berbagai forum publik, seharusnya kita mempertanyakan sejauhmana keseriusan KPK, polisi dan jaksa memberlakukan penyidikan hukumnya, dalam rangka menuntaskan dugaan kasus korupsi di KPU. Sejauhmana pula norma hukum kita mampu membongkar borok di KPU. Disamping rehabilitasi nama baik, kalau memang tidak terbukti adanya penyelewengan di KPU.

Kesungguhan pemerintah menuntaskan tuduhan korupsi di KPU (baik di Pusat, maupun - bukan mustahil pula - di KPU Daerah, merupakan salah satu reflektor niat baik seluruh pembantu Presiden SBY, untuk membuktikan realisasi janji politik SBY yang akan memimpin langsung pemberantasan korupsi di Indonesia, jika dirinya terpilih sebagai Presiden RI 2004-2009.

Bila janji itu tidak dipenuhi, Presiden SBY mustahil akan mampu menggaet simpati serta dukungan masyarakat. Inilah salah satu dialektikanya, di mana KPU yang sekarang menjadi sasaran utama pemeriksaan Komite Pemberantasan Korupsi, yang ikut membidani lahirnya pemerintahan sekarang.(Novel Ali, dosen FISIP Undip; Dewan Etik KP2KKN (Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) Jawa Tengah)

Tulisan ini diambil dari Suara Merdeka, 19 April 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan