Muladi: Kami akan Membela Mereka Habis-Habisan

Sejak terpilih menjadi Ketua Umum Partai Golkar beberapa bulan lalu, Jusuf Kalla bertekad tidak akan menjadikan Golkar sebagai bungker koruptor. Tapi apa daya, di daerah kini justru banyak kasus korupsi yang melilit para anggota DPRD dari Partai Beringin.

Dua pekan lalu semua pimpinan Golkar daerah malahan dikumpulkan di Jakarta untuk ditatar soal hukum dan, ini yang menarik, dijanjikan akan dibela Partai jika tersangkut kasus korupsi. Salah satu yang hadir dalam pertemuan itu adalah Muladi, Ketua Golkar bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Mengapa Golkar terkesan malah melindungi anggotanya yang tersangkut kasus korupsi? Kepada Andari Karina Anom dari Tempo, Muladi menjelaskan.

Mengapa Golkar membela kader-kadernya yang korupsi?

Dengan otonomi daerah, kekuasaan juga disebar ke daerah. Eksesnya adalah penyelewengan dan penyimpangan. Tapi banyak juga kasus korupsi karena kesenjangan pemahaman antara penegak hukum dan anggota DPRD mengenai kewenangan. Yang digunakan untuk menuntut adalah Peraturan Pemerintah No. 110/2000 (tentang Keuangan DPRD), padahal PP itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 22/2003. Karena itulah, PP 110 dibatalkan MA dalam judicial review tahun 2002. Jadi, semua persoalan yang menyangkut PP 110 tak layak dijadikan dasar penuntutan kasus korupsi.

Kami bukan membela koruptor, tapi kami lihat kejaksaan dan kepolisian menyamaratakan semua kasus dengan menjadikan PP 110 sebagai dasar hukum. Penyamarataan ini dampaknya besar. Satu, orang lupa pada korupsi yang besar karena terlena pada yang kecil-kecil di daerah. Kedua, ada kesan politisasi dan alat character assassination.

Anda menyalahkan peraturan, bukan pelaku korupsinya?

Kami partai antikorupsi. Seperti dikatakan Jusuf Kalla, Golkar bukan bungker koruptor. Tapi penanganan kasus-kasusnya harus proporsional. Ini bukan soal lembaga tapi kesalahan dalam menafsirkan peraturan daerah. Peraturan daerah itu sumber hukum yang masuk dalam struktur dan hierarki perundang-undangan. Karena tak pernah dibatalkan, peraturan itu sah dan tidak ada masalah. Maka, kalau mereka dituntut karena peraturan daerah, ya aneh. Kami tidak mau kader kami main duit.

Lalu?

Dalam kasus korupsi, kami membedakannya menjadi dua. Mereka yang dituduh atas dasar PP 110 akan kami bela habis-habisan. Tapi, bagi yang benar-benar korupsi, kami sediakan bantuan hukum. Maksudnya bukan membebaskan yang salah menjadi benar, tapi sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

Jaksa dan polisi seharusnya tak menggunakan PP 110 lagi. Ini namanya disorder of law. Hukumnya tidak tertib. Ini bisa jadi sumber korupsi karena UU tidak dilengkapi PP yang jelas, sehingga masing-masing menafsirkan dengan caranya sendiri-sendiri. Tapi, kalau kader yang terjerat karena manipulasi, mark-up, dana fiktif, itu namanya korupsi. Dasarnya bukan PP 110 tapi undang-undang antikorupsi. Semua kasus yang datang ke kami harus batal kalau dasarnya adalah PP 110. Tapi, kalau betul korupsi, kami berikan pendampingan.

Bagaimana bentuk pendampingan Golkar?

Dengan menyediakan pengacara dari Badan Hukum dan Hak Asasi Manusia (Bakumham), yang anggotanya lebih dari 50 pengacara terkenal, dan pendampingan saksi ahli. Otomatis seorang pengacara bertugas mencari loop hole yang bisa meringankan tersangka. Kalaupun terjadi pendampingan hukum, saya dan Pak Kalla tak mau tanda tangan apa pun. Semua diurus lembaga profesi, yaitu Bakumham.

Apakah tidak terjadi konflik kepentingan?

Sebelum menjadi Ketua Golkar, saya diminta Jaksa Agung menjadi saksi ahli kasus Adiwarsita. Saya menyatakan dia korupsi. Kemudian dia minta bantuan Golkar. Ada konflik kepentingan di sini. Tapi saya bilang kesaksian saya tidak berubah. Dia boleh mencari saksi ahli lain yang menetralkan. Lalu dia meminta bantuan ke Golkar, maka Bakumham yang memberikan pendampingan, bukan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar.

Kita harus membedakan langkah politik dan langkah hukum. Kita tidak akan menekan penegak hukum. Sudah bukan zamannya lagi. Tapi penegak hukum harus melindungi hak asasi, asas praduga tak bersalah, kalau tidak diperlukan jangan ditahan. Tapi kebijakan kami ini bukan dalam rangka membebaskan para tersangka.
Pendampingan model ini pertama kali dilakukan Golkar?

Dulu juga sudah ada, tapi sekarang ada otonomi daerah, maka banyak kasus di daerah. Dulu Akbar Tandjung juga dibela Bakumham. Partai kan punya konstituen, ya harus kami bela. Kalau tidak dibela, nanti lari semua. Tapi harus proporsional dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Sumber: Majalah Tempo, No. 52/XXXIII/21 - 27 Feb 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan