Muhammadiyah Dapat Voucher Lebih Banyak
Sekolah-sekolah di bawah naungan Muhammadiyah paling banyak memperoleh dana bantuan pendidikan berupa voucher dibanding sekolah-sekolah swasta lainnya.
Sekolah-sekolah di bawah naungan Muhammadiyah paling banyak memperoleh dana bantuan pendidikan berupa voucher dibanding sekolah-sekolah swasta lainnya. Nilai voucher itu Rp 50-100 juta.
Berdasarkan data yang diperoleh Tempo, dari 125 sekolah menengah penerima voucher pada 2006, 34 di antaranya sekolah Muhammadiyah, 35 sekolah swasta non-Muhammadiyah, dan 56 sekolah negeri. Tahun lalu, dari 32 sekolah swasta penerima, 17 di antaranya sekolah Muhammadiyah. Sebanyak 37 voucher sisanya diserahkan ke sekolah negeri.
Untuk sekolah menengah kejuruan, pada 2006, 38 sekolah Muhammadiyah mendapat voucher serta 37 voucher untuk sekolah swasta lainnya dan 54 untuk sekolah negeri. Tahun sebelumnya, dari 60 voucher, sembilan untuk SMK Muhammadiyah, 13 untuk sekolah swasta lain, dan 38 untuk sekolah negeri.
Namun, Muhammadiyah menganggap hal itu wajar. Sekolah Muhammadiyah lebih banyak jumlahnya, kata anggota Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah, Delmenita, di kantornya kemarin.
Ia menjelaskan sekolah dasar dan menengah di bawah naungan organisasi kemasyarakatan Islam itu sebanyak 4.485 unit di seluruh Indonesia. Perinciannya, sekolah dasar 906 unit, sekolah menengah pertama 987, sekolah menengah atas 502, SMK 248, madrasah ibtidaiyah 1.044, madrasah tsanawiyah 486, madrasah aliyah 164, dan pesantren 58. Jumlah ini belum termasuk taman kanak-kanak dan perguruan tinggi.
Delmenita mengatakan jumlah sekolah Muhammadiyah penerima bantuan tak sampai setengah dari jumlah total.
Ia membantah bahwa bantuan mengucur gara-gara intervensi Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo, yang tokoh Muhammadiyah. Muhammadiyah, kata dia, akan mendata sekolah-sekolah penerima voucher.
Juru bicara Departemen Pendidikan Nasional, Bambang Adi Wasito, membantah data Tempo. Saya yakin jumlahnya tak sampai 2 persen dari total sekolah swasta penerima. Mungkin data Anda tak lengkap, katanya kemarin.
Menurut dia, voucher diprioritaskan bagi sekolah yang memerlukan dana pembangunan, seperti yang diberikan ke sekolah-sekolah yang ambruk akibat gempa di Yogyakarta dan Klaten, Jawa Tengah.
Pemberian voucher dilaksanakan sejak Tahun Anggaran 2001 untuk memotong rantai birokrasi. Program yang digagas oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah ini untuk menuntaskan wajib belajar sembilan tahun. NUR AINI | RADEN RACHMADI
Sumber: Koran Tempo, 15 November 2006