Muhammad Nazaruddin; Kutu Loncat yang Bikin Gerah

Muhammad Nazaruddin mendadak terkenal. Padahal sebelum kasus suap proyek Wisma Atlet SEA Games terbongkar, bendahara umum DPP Partai Demokrat itu nyaris bukan siapa-siapa. Bagaimana sepak terjangnya selama ini, berikut laporannya.

NAMANYA tidak begitu dikenal publik. Meski punya jabatan tinggi —bendahara umum Partai Demokrat— pria setengah tambun itu tidak pernah terdengar komentarnya sebagai politikus ataupun sebagai anggota DPR.
Tetapi kini, dia benar-benar tengah menjadi ”bintang”. Tapi, keterkenalan Nazaruddin bukan karena hal yang positif, melainkan akibat setumpuk ”dosa” yang ditudingkan kepadanya.

Dia disangka terkait dalam kasus suap terhadap Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam. Terakhir, Nazaruddin dilaporkan memberi uang 120 ribu dolar Singapura kepada Sekjen Mahkamah Konstitusi Janedjri M Gaffar.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga ketua Dewan Pembina PD menyatakan, kasus pemberian uang itu bukan perkara remeh. Karena itu, Dewan Kehormatan pun memutuskan memberhentikan Nazaruddin dari jabatan bendahara umum DPP Partai Demokrat.

Mencermati karier politik Nazaruddin, orang bisa dibuat tercengang. Dia masih amat muda. Umurnya baru 33 tahun atau kelahiran 1978. Tapi siapa sangka kariernya di PD begitu cepat melesat. Bagaimana Nazaruddin memulai jaring politiknya?
Sebelum masuk PD, Nazar sejatinya adalah politikus PPP. Dia sempat berkiprah di PPP. Di partai berlambang Kabah itu, Nazar sempat tercatat sebagai caleg nomor urut 2 dari Dapil Riau pada Pemilu 2004.

”Iya, tahun 2004, dia menjadi caleg PPP untuk Dapil Riau. Tapi tidak terpilih,” ujar Wakil Sekjen DPP PPP Muhamad Romahurmuzy.
Gagal terpilih menjadi anggota DPR dari PPP, Nazar tidak putus asa. Dia justru menemukan peruntungan lain yang lebih besar.
Pria asal Riau itu ‘’menyeberang’’ ke PD. Semula ada dugaan dia bisa menyodok menjadi orang kuat Partai Demokrat karena dekat dengan Ketua Umum PD Anas Urbaningrum. Ia diduga merupakan jaringan Anas di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Tapi, Nazar ternyata bukan anggota HMI.

”Dia tidak pernah menjadi anggota HMI,” kata Ketua Umum PB HMI M Chozin Amirullah.
Karena itu, muncul pertanyaan dari mana dia datang?

Ternyata, Nazar masuk PD lewat Wakil Ketua Umum DPP PD Jhonny Allen Marbun. Menurut aktivis PD Sumatera Utara, Daniel Sinambela, Nazar masuk PD tahun 2007. Saat itu Jhonny Allen menjadi anggota DPR dari PD.
Saat ini nama Jhonny Allen dikait-kaitkan dengan kasus proyek dana stimulus untuk infrastruktur perhubungan di kawasan timur Indonesia. Namun hingga kini KPK belum menetapkan Jhonny sebagai tersangka. Kasus inilah yang memicu KPK dituding telah tebang pilih.
”Nazar itu orang kepercayaan Jhonny Allen. Saat itu banyak usaha yang dijalankan Jhonny dipercayakan ke Nazar. Bisa dibilang Nazar itu tangan kanannya Jhonny Allen,” ungkap Daniel Sinambela, yang sempat bekerja sama dengan Nazar dalam proyek pengadaan batu bara untuk PT PLN.

Tapi keduanya belakangan pecah kongsi sampai beperkara di polisi. Daniel kini mendekam di LP Cipinang gara-gara laporan Nazar.
Kedekatan dengan Jhonny membuat Nazar kemudian dikenal sejumlah petinggi PD, seperti Sutan Bathoegana, Ruhut Sitompul, serta Anas. Nazar pun lantas maju sebagai caleg dari Jawa Timur IV dan terpilih menjadi anggota DPR periode 2009-2014.
Menjadi anggota DPR membuat jaringan Nazar makin besar. Apalagi dia dikenal sebagai orang yang royal. Bahkan saat menjadi salah satu tim sukses Anas Urbaningrum di Kongres II PD, Nazar merupakan salah satu pendukung yang mengeluarkan banyak uang.
Peran Nazar yang besar dalam mengawal Anas di kongres pun berbuah manis. Begitu Anas terpilih sebagai ketua umum, Nazar kemudian ditempatkan sebagai bendahara umum. Sementara Jhonni Allen duduk sebagai wakil ketua umum.

”Sejak itulah hubungan Anas dan Nazar semakin dekat. Bahkan yang saya dengar Anas dan Nazar sempat bikin usaha bersama,” ujar Daniel.
Karena itu, tidak mengherankan jika ketika Nazaruddin terlilit banyak kasus, sejumlah politikus PD di DPR pasang badan untuk melindunginya. Bahkan beberapa anggota DPR dari PD balik menyerang pihak-pihak yang mengkritik Nazar. Sementara Anas sebagai ketua umum PD tidak berkutik menghadapi Nazar karena tersandera utang politik.

Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat, Achsanul Qosasih, misalnya. Dia menuding Mindo Rosalina Manullang —orang pertama yang menyebut Nazaruddin terlibat dalam kasus suap Kementerian Pemuda dan Olahraga— hanya mencari tempat perlindungan. Dengan menyebut Nazaruddin sebagai atasannya, menurut Aschanul, Rosa ingin berlindung di bawah panji Demokrat.
”Sahabat saya, Nazaruddin, sudah dikonfirmasi. Dia bilang tidak punya hubungan dengan Rosa. Saya menyayangkan kalau Rosa menyebut-nyebut tanpa bukti otentik. Dia membawa-bawa kader Demokrat untuk mencari tempat perlindungan,” bantah Achsanul.
Pembelaan terhadap Nazaruddin juga datang dari juru bicara Partai Demokrat, Ruhut Sitompul. Dirinya menyakini bahwa Nazar tidak terkait dengan dugaan suap tersebut.

”Keduanya (Nazaruddin dan Angelina Sondakh) sudah kami panggil. Semuanya menjelaskan enggak ada kaitannya,” kata Ruhut.
Kader Partai yang juga menjabat sebagai Ketua DPR, Marzuki Alie juga memberikan bantahan. Bahkan, dia menyatakan, jika terdapat fakta bahwa ada kader yang melanggar hukum, maka penegak hukum diminta tidak ragu untuk melakukan proses.
”Kalau ada fakta hukumnya, silakan ditindaklanjuti. Bahwa kader kami ada yang terlibat, kalau ada fakta hukumnya, kami tidak akan membela,” katanya.

Fraksi Partai Demokrat sepertinya sangat serius dalam melakukan pembelaan terhadap Nazaruddin. Hal itu dibuktikan dengan dibentuknya tim pencari fakta Fraksi Partai Demokrat yang diketuai oleh Ketua Komisi III DPR Benny Kabur Harman.
Dengan waktu singkat, tim pencari fakta itu menyelesaikan tugasnya. Klarifikasi dilakukan oleh Benny dan Ruhut. Di hadapan wartawan, mereka menyatakan bahwa Nazaruddin tidak tersangkut dalam kasus dugaan suap itu.

Utang budi, terutama jika menyangkut duit, memang bisa bikin payah. Sangat sulit untuk tidak mengatakan bahwa kuatnya Nazaruddin dalam bertahan bukan karena kekuatan uang. Namun pada akhirnya, kebenaran akan datang juga. Nazar pun diberhentikan. Entah bagaimana rekan-rekannya yang berhutang budi uang menyikapinya. (Satrio Wicaksono-43)
Sumber: Suara Merdeka, 24 Mei 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan