Moh Mahfud MD yang Tidak Jadi Mundur...

Kamis (9/12), sejumlah pegawai Mahkamah Konstitusi mengaku lega. Hal itu karena pemimpin mereka tidak jadi mundur. Wajah-wajah yang semula agak tegang pada Rabu lalu—ketika belum membuka hasil temuannya—siang kemarin menjadi cerah kembali. Hal itu terutama setelah Ketua MK Moh Mahfud MD menyatakan sikap tidak akan mundur dari jabatannya.

”Ya, kalau Pak Mahfud mundur, lantas kepada siapa lagi kami bisa berharap?” kata Heru, salah satu pegawai MK.

Dalam keterangan persnya, kemarin, Mahfud menegaskan sikapnya itu. Alasannya, tim investigasi internal MK pimpinan Refly Harun tak berhasil membuktikan satu pun dari tiga hal yang ditulis Refly di harian Kompas edisi 25 Oktober, dengan judul ”MK Masih Bersih?”

Tiga hal yang harus dibuktikan tim adalah terkait biaya berperkara di MK sebesar Rp 10 miliar-Rp 12 miliar. Kedua, adanya calon gubernur yang dihubungi hakim dimintai uang Rp 1 miliar yang harus dikirimkan sebelum pukul 17.00 atau sebelum pembacaan putusan. Ketiga, uang Rp 1 miliar dalam bentuk dollar Amerika Serikat yang akan diberikan kepada hakim konstitusi yang dilihat dengan mata kepala sendiri oleh Refly.

Juru bicara tim investigasi, Saldi Isra, mengungkapkan, tim memang hanya fokus pada satu persoalan, yaitu uang Rp 1 miliar yang dilihat Refly. Uang, yang oleh pemiliknya, diungkapkan bakal diserahkan kepada salah satu hakim MK.

Mahfud MD lebih terbuka terkait hal tersebut. Mengutip hasil tim investigasi dan testimoni Refly Harun, uang itu adalah milik Bupati Simalungun JR Saragih yang juga klien Refly.

Saat itu Refly bersama mitranya, Maheswara Prabandono, menemui Saragih untuk meminta imbalan sukses (success fee) yang belum dibayar senilai Rp 3 miliar. Saragih meminta diskon Rp 1 miliar. Kepada Refly, seperti dituturkan Mahfud MD, uang itu akan diberikan kepada hakim konstitusi, Akil Mochtar, melalui sopirnya, Purwanto, yang pernah menjadi Pasukan Pengamanan Presiden.

Tak bisa dihubungi

Menurut Saldi, tim sudah berusaha menemui Saragih. Tim sempat mendatangi kantor Saragih di Simalungun. Namun, saat itu Saragih sedang berada di Batam. Saldi dan Bambang Widjojanto pun mengejar ke Batam, tetapi yang bersangkutan sudah berada di Pekanbaru. Setelah itu, tim tak berhasil mengontak kembali hingga batas waktu kerja tiba. Artinya, tim tidak berhasil membuktikan adanya hubungan antara Saragih dan hakim MK.

Tim investigasi pun menemui Purwanto. Namun, Purwanto mengaku tak tahu-menahu perihal uang untuk Akil Mochtar. Seperti dikutip Mahfud MD, Purwanto mengaku hanya sopir dan tidak mengurus hal semacam itu.

Akil Mochtar pun saat dikonfirmasi juga mengaku tak mengenal Bupati Simalungun JR Saragih dan Purwanto. ”Saya tidak kenal Bupati Simalungun, apalagi sopir. Hanya ketemu (dengan Saragih) di persidangan karena dia hadir saat itu,” ujarnya.

Terkait tudingan itu, Akil mengaku akan melaporkan Bupati Simalungun ke Komisi Pemberantasan Korupsi karena mencoba menyuap. Laporan ini didasarkan pada testimoni Refly Harun dan kesaksian Mahesa Prabandono. Menurut Akil, keduanya dapat dinilai sebagai orang yang turut serta melakukan tindak pidana percobaan penyuapan.

Namun, sikap resmi MK terkait persoalan ini baru akan diumumkan pada Jumat siang ini. Seperti apa sikap yang akan dikeluarkan sembilan hakim penjaga konstitusi, publik pastinya menginginkan yang terbaik. (Susana Rita)
Sumber: Kompas, 10 Desember 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan