Modusnya, Bayar Fiskal Tak Penuh; Dirjen Pajak: Sudah Saya Laporkan Kapolri

Sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas kasus kebocoran biaya fiskal kunjungan luar negeri, Ditjen Pajak Depkeu mengaku telah berkoordinasi intensif dengan Polri. Selain dengan polisi, kerja sama dilakukan dengan Direktorat Jenderal Imigrasi Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

Namun, hingga kini belum ada perkembangan pengusutan kasus korupsi tersebut yang signifikan. Dirjen Pajak Hadi Purnomo mengatakan, akhir Juli lalu Ditjen Pajak telah melaporkan penyimpangan pungutan fiskal kepada Kapolri. Yang jelas, semua sudah saya laporkan ke Kapolri, kata Hadi kemarin.

Hadi melaporkan, modusnya adalah tidak sedikit yang membayar fiskal secara penuh. Misalnya, hanya Rp 500 ribu atau bahkan lebih kecil lagi. Untuk penerimaan fiskal, rata-rata tiap tahun hanya Rp 1,2 triliun. Banyak kasus kebocoran penerimaan fiskal. Modusnya, orang yang hendak ke luar negeri tidak membayar fiskal secara penuh Rp 1 juta, jelasnya.

Untuk mengurangi dan memberantas kebocoran fiskal tersebut, Ditjen terbesar di lingkungan Departemen Keuangan itu juga membuat program khusus. Yakni, menempelkan tanda lunas fiskal di tiket keberangkatan luar negeri pada awal Januari nanti. Hal itu dilakukan untuk menekan kebocoran pembayaran fiskal.

Hadi berjanji akan terus menekan kasus kebocoran seperti itu dengan melaporkan orang-orang yang terlibat kepada pihak berwajib. Soal kerja sama dengan Ditjen Imigrasi, dia mengatakan bahwa itu sebatas koordinasi antardepartemen. Misalnya, tukar-menukar informasi untuk mengeliminasi kejahatan.

Pengenaan fiskal diberlakukan sejak 5 Februari 1998, yakni berdasar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 1998. Alasannya, pemerintah memerlukan pendapatan tambahan akibat krisis ekonomi yang terjadi kala itu. Berdasar PP tersebut, setiap orang yang bepergian ke luar negeri akan dikenai pajak penghasilan (PPh) sebesar Rp 1 juta, kapal laut Rp 500.000, dan darat Rp 200.000.

PP itu diterbitkan berdasar Undang-Undang (UU) PPh pasal 25 ayat 8. Isinya, setiap orang yang akan bepergian ke luar negeri harus membayar PPh. Besarnya ditetapkan dalam PP dan hingga kini PP tersebut masih berlaku. Meski demikian, ada beberapa pihak yang mendapatkan bebas fiskal. Misalnya, anggota TNI-Polri dan PNS yang bertugas, dan pelajar yang belajar ke luar negeri. Departemen Keuangan baru berencana menghapus fiskal pada 2010.

Sementara itu, Komisi XI (Bidang Keuangan) DPR mengaku belum menerima laporan tentang penyimpangan fiskal. Anggota Komisi XI DPR Dradjat H. Wibowo mengatakan, Ditjen Pajak belum memberikan laporan tertulis kepada komisi XI. Namun, kata dia, muara pertama penyimpangan fiskal memang terjadi di Ditjen Imigrasi.

Sebab, eksekutor di lapangan atau di bandara adalah Imigrasi. Pihak Pajak hanya mendapatkan laporan dan menampung dana yang masuk. Karena itu, Drajad mengatakan, jika penyimpangan terjadi di Dirjen Imigrasi Depkum & HAM, yang harus mendapatkan laporan pertama adalah Komisi III (bidang hukum).

Meski demikian, dia menilai, sebenarnya Dirjen Pajak Departemen Keuangan juga ikut bertanggung jawab. Formulirnya dari Departemen Keuangan. Semua uangnya juga masuk ke Departemen Keuangan. Jadi, jika ada penyimpangan, mereka juga harus ikut bertanggung jawab, ujarnya kepada Jawa Pos kemarin.

Pascareses awal Januari nanti, pihaknya akan meminta Departemen Keuangan untuk menjelaskan laporan Kapolri perihal penyimpangan pungutan bagi orang yang bepergian ke luar negeri itu. Sebenarnya, kami sering menanyakannya dari dulu karena DPR sejak awal sudah mencium ketidakberesan, jelasnya.

Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan mengungkapkan, komisinya memang akan memfokuskan pengawasan pada dugaan kebocoran penerimaan fiskal itu. Kami memang belum menjadwalkan untuk memanggil Dirjen Imigrasi. Namun, bila memang benar ada korupsi dan penyimpangan, pascareses nanti kami fokus mengawasi masalah ini, tandasnya.

Masalah yang disorot Trimedya, misalnya, lemahnya koordinasi antarinstansi. Hal itu mengakibatkan Imigrasi seperti sungai kotor yang banyak sampahnya. Artinya, kotoran tersebut diperoleh dari aliran-aliran sungai lain di belakangnya. Masalah lain, masih banyak orang yang masuk dalam daftar cekal lolos dari pengawasan Imigrasi. (sof)

Sumber: Jawa Pos, 19 Desember 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan