MKJ Tentukan Nasib Empat Jaksa Nakal

Mulai Kasus Asusila hingga Penyuapan

Kejaksaan Agung (Kejagung) membentuk Majelis Kehormatan Jaksa (MKJ) terkait pencopotan empat jaksa yang dianggap melakukan pelanggaran disiplin berat. Melalui sidang MKJ, pembelaan empat jaksa nakal itu akan didengar sebelum dijatuhi putusan yang bersifat final dan mengikat.

Jaksa yang disidang MKJ itu berinisial NH (salah satu kejari di Jawa Barat) dengan tuduhan menikah tanpa izin suami sah. Lalu, CD (salah satu kejari di Sumatera Utara) dituduh mengeluarkan terdakwa dari tahanan. Jaksa lain adalah HN (salah satu kejari di Sumatera Utara). Tuduhannya menerima suap puluhan juta rupiah karena mengeluarkan terdakwa dari tahanan. RB (salah satu kejari di Nusa Tenggara Timur/NTT) juga dituduh meminta uang jutaan rupiah kepada istri korban pembunuhan.

Empat jaksa tersebut telah diberhentikan secara tidak hormat alias dipecat dari status pegawai kejaksaan. Selain melanggar kode etik jaksa (code of conduct), mereka dianggap melanggar disiplin berat yang diatur PP 30 Tahun 1980 tentang Disiplin PNS (Pegawai Negeri Sipil).

Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM Was) M.S. Rahardjo mengatakan, empat jaksa itu akan didengar pembelaannya dalam sidang MKJ. Saat ini sudah dibentuk MKJ. Sebentar lagi digelar, kata Rahardjo kepada koran ini kemarin. Sidang MKJ langsung dipimpin JAM Intelijen Wisnu Subroto.

Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Pembinaan (JAM Bin) Parnomo mengatakan, MKJ masih merumuskan dan meneliti berkas keempat jaksa nakal itu. Saya nggak bisa sebut detail kasusnya, karena baru tahap membentuk tim (MKJ) dulu, ujar eselon I yang dikenal pendiam tersebut. MKJ beranggota berbagai elemen kejaksaan, antara lain JAM Bin, JAM Was, dan JAM Intelijen.

Rahardjo mengatakan, selain memproses empat jaksa dalam MKJ, bagian pengawasan menangani berbagai pengaduan masyarakat. Di antaranya, M. Hairul Arifin yang dicopot dari jabatan kepala cabang Kejari Pelabuhan Mas Semarang. Dia terlibat tuduhan suap saat menangani perkara penyelundupan dua kontainer berisi 8.400 telepon seluler pada 2005. Dia (Hairul Arifin) sudah dijatuhi sanksi. Setelah dari bagian pengawasan, kasusnya ditangani bagian pembinaan (JAM Bin), jelas Rahardjo.

Dalam kasus Hairul Arifin, kejaksaan tidak membentuk MKJ. Sebab, sanksinya bukan pemecatan, melainkan pencopotan dari jabatan struktural sebagai kepala cabang kejari.

Selain itu, kejaksaan menangani kasus asusila yang melibatkan mantan Kepala Kejari Bukittinggi Syamsul Bahri Nasution. Kasus tersebut (Syamsul Bahri) masih dalam tahap pemeriksaan. Kejagung sudah menginstruksikan kepada bagian pengawasan Kejati Sumatera Barat untuk menanganinya, jelas mantan kepala Kejati Jawa Timur itu. Dari proses pemeriksaan, kasus Syamsul Bahri belum menghasilkan kesimpulan. Dengan demikian, bagian pengawasan Kejagung belum menjatuhkan sanksi. Syamsul sendiri sudah ditarik dari Kejari Bukittinggi dengan jabatan baru sebagai Kasubdit Pelayanan Hukum Tata Usaha Negara (TUN) di Kejagung.

Dari tabloid investigasi edisi 6-27 September 2007, kasus Syamsul bermula ketika terjaring sweeping warga Belakang Balok, Bukittinggi. Dia berbuat asusila di rumah dinasnya sendiri. Dari rumah Syamsul yang selama ini mengklaim bujang, warga menemukan pakaian dalam perempuan dan bukti-bukti lain. Peristiwa itu terjadi pada 10 Agustus lalu. Selain itu, seorang anggota Komisi III DPR disebut-sebut mengintervensi kasus tersebut.

Atas peran anggota Komisi III tersebut, Rahardjo mengatakan, belum tahu. Meski demikian, dalam proses pemeriksaan, kejaksaan mengabaikan segala bentuk intervensi, termasuk dari anggota DPR. (agm)

Sumber: Jawa Pos, 10 September 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan