MK Harus Kabulkan Permohonan Wajib Belajar 12 Tahun

Jakarta, antikorupsi.org (06/10/2015) – Putusan permohonan perkara No: 92/PUU-XII/2014 terkait pengujian Pasal 6 ayat 1 UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional oleh Mahkamah Konsitusi (MK) yang akan dibacakan besok, Rabu (07/10/2015) dinilai bermasalah. Pasalnya, MK memutuskan perkara tanpa terlebih dahulu mendengarkan keterangan para saksi yang diajukan pemohon.

Sebelumnya, Tim Advokasi Wajib Belajar (wajr) 12 Tahun mengajukan permohonan UU No 20/2003 pada September 2014. Setelahnya Hakim Panel menggelar dua kali sidang pendahuluan. Setahun menunggu tidak ada kepastian lanjutan sidang, sekalipun tim telah melayangkan dua kali surat terkait permohonan sidang lanjutan.

Dalam konfrensi pers yang diselenggarakan di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Selasa (06/10/2015), Badan Pekerja ICW, Febri Hendri mengatakan terdapat kejanggalan dalam proses persidangan MK. Pertanyaan besar adalah mengapa tiba-tiba MK mengeluarkan putusan setelah satu tahun tidak ada kabar (sidang lanjutan setelah dua kali sidang pendahuluan).

Menurutnya, MK telah melanggar UU No 24/2003 tentang Mahkamah Konsitusi (MK) yaitu Pasal 45 ayat 2 dan 3. Yaitu ketersediaan sekurang-kurangnya dua alat dalam mengabulkan permohonan, serta Pasal 36 ayat 1 dan 2.

“Inikan baru dua kali persidangan (sidang pendahuluan). Maka diragukan apakah MK sudah memiliki dua alat bukti dan fakta-fakta yang cukup dalam memutuskan perkara,” jelas Febri.

Febri mendesak agar MK mau transparan dalam menunjukan dua alat bukti yang dimiliki. Serta bagaimana prosedur pemutusan, apakah akuntabilitas keputusan dapat dipertanggungjawabkan.

“Implikasinya sangat luas jika dikabulkan, negara memiliki kewenangan anggaran dan kewajiban untuk membiayai pendidikan wajib belajar sampai tingkat menengah,” katanya.

Diapun menegaskan, pasal yang diajukan tersebut, seringkali menjadi penghalang pemerintah dalam membangun pendidikan universal sampai ke jenjang menengah. Keputusan MK sangat mempengaruhi hajat hidup generasi bangsa, khususnya rakyat Indonesia yang tidak bisa meneruskan pendidikan menengah.

“Jika pasal ini dikabulkan maka akan meringankan dan memperluas cakupan wajib belajar smapai 12 tahun,” tegasnya.

Pada kesempatan yang sama, kuasa hukum Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ridwan Darmawan menegaskan, jika MK menolak permohonan dalam putusan yang akan dibacakan, maka JPPI akan terus melayangkan gugatan permohonan untuk memperjuangkan pendidikan wajib 12 tahun.

“Jika besok permohonan kami ditolak, kami akan terus melayangkan gugatan yang sama sampai Indonesia mewajibkan pendidikan  selama 12 tahun,” ujarnya di depan wartawan.

Menurutnya, melihat kebutuhan dan perkembangan globalisasi, program wajib belajar sembilan tahun yang dijalankan pemerintah telah usang. Sebab pendidikan adalah investasi generasi bangsa yang telah dimandatkan oleh konstitusi Pasal 31 ayat 3 UUD 1945.

Sekjen Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) M. Qudrat Nugraha, menyatakan, jika dibandingkan dengan negara lain wajib belajar yang dicanangkan sudah sampai perguruan tinggi. Salah satunya negara tetangga Malaysia dan Singapura telah mewajibkan pendidikan wajib sampai semi perguruan tinggi.

“Pemerintah harus berkaca keluar negeri bahwa pendidikan wajib sembilan tahun sudah ketinggalan jaman,” ujarnya (Ayu-Adnan)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan