Miranda Terpilih Gantikan Anwar Nasution [09/06/04]

Miranda Swaray Goeltom terpilih sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia yang baru untuk menggantikan Anwar Nasution yang akan habis masa jabatannya pada Juli mendatang.

Mantan Deputi Gubernur BI itu mengalahkan dua kandidat lainnya, Budi Rochadi (Kepala Perwakilan BI di Tokyo) dan Hartadi A. Sarwono (Deputi Gubernur BI), dalam pemungutan suara seusai uji kelayakan dan kepatutan yang digelar Komisi Keuangan dan Perbankan DPR kemarin.

Miranda mendapat dukungan mayoritas anggota Dewan dengan mengantongi 41 suara. Budi hanya meraup 12 suara dan Hartadi 1 suara. Dua anggota komisi tidak hadir, yaitu Rizal Djalil dari Fraksi Reformasi dan Mohammad Hidayat dari Fraksi Golkar.

Ketua Komisi Emir Moeis mengatakan, Miranda dalam uji kelayakan terlihat lebih unggul dalam memberikan jawaban dan ketika menyampaikan visi dan misinya. Mayoritas anggota melihat Miranda sangat menguasai permasalahan yang ada, katanya seusai rapat Komisi.

Kemenangan Miranda memang sudah diprediksi. Jauh-jauh hari Ketua DPR yang juga Ketua Umum Golkar Akbar Tandjung sudah menyatakan dukungannya kepada doktor ekonomi lulusan Boston University, AS, itu.

Dukungan serupa sudah ditiupkan Emir yang berasal dari Fraksi PDI Perjuangan. Dengan dukungan kedua fraksi itu, otomatis langkah Miranda sulit dibendung, sebab jumlah suara dari kedua fraksi itu mencapai 32 suara--lebih dari setengah jumlah suara (56 suara).

Emir membantah proses pemilihan Deputi Gubernur Senior BI kemarin diwarnai praktek politik uang. Isu money politics itu sudah biasa--kami di Komisi IX sudah kenyang, katanya.

Meski begitu, ia tidak bisa menjamin parlemen terbebas sepenuhnya dari praktek kotor itu. Selama ini, di depan mata saya, tidak pernah ada money politics, ujarnya. Nggak tahu di belakang saya. Mata saya kan cuma dua.

Rumor tentang politik uang memang santer di gedung parlemen kemarin saat berlangsungnya proses uji kelayakan. Terbetik kabar bahwa menjelang uji kelayakan digelar, telah dilakukan pertemuan para pentolan partai politik dan pejabat bank sentral di salah satu hotel berbintang.

Disebut-sebut bahwa pertemuan itu digelar untuk memuluskan langkah salah satu kandidat dan melempangkan jalan seorang pengusaha kakap untuk menguasai Bank Permata yang bakal dilego pemerintah.

Derasnya rumor itu membuat tiga lembaga, Transparency International Indonesia, Institute for Development Economic and Finance (Indef), dan Masyarakat Profesional Madani, meminta proses pemilihan ditunda. Kami dengar pemilihan ini sarat dengan deal politik partai dengan Bank Indonesia, kata ekonom Indef Dradjad Wibowo.

Ketika dimintai konfirmasinya, Emir membantah sinyalemen itu. Saya nggak tahu ada pertemuan itu, ujarnya. Soal kabar tentang Bank Permata pun ia menampik. Wah, jauh sekali, penjualan Permata itu tidak ada kaitannya dengan (pemilihan) ini, karena penjualannya harus lewat tender.

Dalam makalahnya yang berjudul Reposisi BI dalam Mendukung Perekonomian Nasional, Miranda menyampaikan visinya soal perlunya percepatan perubahan dan pembaruan di bank sentral. BI perlu meningkatkan perannya dalam mempercepat pemulihan ekonomi nasional, ujarnya.

Ia pun menyatakan akan mengembangkan sumber daya manusia di BI. Kalau bisa, lebih pintar dari pasar. Kalau kalah pintar tentu sulit. Kualitas internal ini yang akan saya angkat, katanya.

Di sisi lain, ia menekankan perlunya sikap aktif BI di forum-forum internasional untuk mengendalikan kurs rupiah. Menurut dia, pengendalian rupiah akan semakin mudah kalau pejabat BI dekat secara pribadi dengan pengambil keputusan di bank sentral negara-negara lain. Saya merasa beruntung punya banyak teman yang menduduki posisi-posisi penting, baik di bank sentral negara lain maupun bank-bank asing, ujarnya. anne/sam/bagja/metta

Sumber: Koran Tempo, 9 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan