Minta Abdullah Puteh Dibebaskan; Pendemo Bubar di Kantor DPD KNPI

Ratusan massa yang mengatasnamakan dirinya Komunike Bersama meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi membebaskan Abdullah Puteh, Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam nonaktif, dari jeratan hukum. Seusai berdemo, ratusan pengunjuk rasa yang naik metro mini menuju ke Kantor Dewan Pengurus Daerah KNPI, Gedung Pemuda, Jalan Balap Sepeda, Rawamangun.

Kamis (31/3) siang sekitar pukul 12.00, pengunjuk rasa yang tergabung dalam Komunike Bersama mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Veteran, seusai berunjuk rasa di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Setelah itu, massa menggelar aksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tuntutan yang sama, meminta Abdullah Puteh dibebaskan dengan argumen bahwa pertimbangan hukum MK menyebutkan KPK tidak dapat mengadili perkara yang terjadi sebelum UU KPK dibuat.

Dalam lemba Komunike Bersama tertera 12 elemen, yakni Laskar Merah Putih, Komite Nasional Pemuda Indonesia, Himpunan Mahasiswa Islam, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, Ikatan Putra Putri Indonesia, Resimen Mahasiswa Indonesia, Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia, Forum Komunikasi Pemuda Mahasiswa Aceh, Forum Komunikasi Mahasiswa Betawi, Gerakan Mahasiswa Nasional Kemerdekaan, dan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia. Tak ada tangan tertera.

Iringan massa yang hendak berdemo di Gedung KPK ini dibuka oleh rombongan mobil dan motor bertuliskan Laskar Merah Putih, kelompok yang selalu hadir dalam persidangan perkara Abdullah Puteh, mantan Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Massa membawa seekor monyet yang ditaruh di sebuah kandang.

Massa yang mengatasnamakan Komunike Bersama ini terdiri dari beragam kelompok, ada kelompok mahasiswa, kelompok pemuda dengan jaket identitas kelompoknya, ada kelompok pemuda berwajah tua dengan mengenakan kaus kumal, memakai topeng kertas dan sandal jepit, ada kelompok pemuda yang terlihat anak gaul dengan rambut berdiri karena diberi jeli atau foam, dan ada pula pemuda dan pemudi yang memakai pakaian adat Aceh.

Di dalam rilis yang mereka bagikan kepada wartawan, Komunike Bersama menyampaikan beberapa fakta faktual, diantaranya proses persidangan perkara Puteh telah menyalahi ketentuan tata aturan undang-undang, alasan penahanan Puteh yang tidak logis, arogan, brutal, dan kasar, dakwaan jaksa kepada Puteh yang dangkal dan lemah, tuduhan yang tidak dapat dibuktikan.

Sementara massa berdemonstrasi di luar, 12 wakil mereka masuk ke dalam Gedung KPK. Ke-12 wakil ini diterima Direktur Penyelidikan KPK Iswan, Sekretaris Pimpinan KPK Jony, dan anggota staf KPK Anatomi Mulyawan. Erwin Mangun, Sekretaris Jenderal Laskar Merah Putih, menyampaikan bahwa mereka meminta KPK tidak melakukan diskriminasi hukum terhadap Puteh, dengan mendasarkan pada pertimbangan hukum MK. Riady Umar dari Ikatan Putra Putri Indonesia mendesak agar mereka diterima pimpinan KPK, bukan oleh anggota staf KPK.

Kebetulan pimpinan KPK sedang ada acara di luar. Kami ditugaskan menerima saudara-saudara dan silakan saudara-saudara menyampaikan aspirasi saudara kepada kami, papar Iswan. Saat Iswan berbicara dalam pertemuan itu, Marcelino Paliaman dari GMNI membuka telepon selulernya, Communicator, selama pertemuan tersebut berlangsung.

Berpisah
Seusai berdemonstrasi di luar Gedung KPK, pengunjuk rasa yang menggunakan mobil, motor, maupun lima bus metro mini bergerak ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Di pengadilan tersebut, beberapa pemuda berorasi dari atas kap mobil. Sekelompok pemuda yang membawa spanduk dan bendera kelompoknya mengelilingi mobil yang berisi pemuda-pemuda yang berorasi.

Pemuda lain yang menggunakan bus metro mini diparkir tepat di luar Gedung Gajah Mada Plaza terlihat berdiri di sekitar bus tersebut. Beberapa pemuda yang rambutnya berdiri dan berjeli malah asyik membeli minuman ringan dan melihat-lihat majalah di tukang majalah yang berada di luar Gedung Gajah Mada Plaza.

Seusai orasi, massa berpencar. Kelompok Laskar Merah Putih yang menggunakan mobil dan motor berputar kembali ke arah Monas, kelompok pemuda berpakaian Aceh berjalan ke arah Jalan Zainul Arifin. Lima metro mini yang berisi pemuda berkaus kumal, kelompok pemuda berbendera Himpunan Mahasiswa Islam, kelompok pemuda berbendera Kebangkitan Masyarakat Betawi Indonesia, dan kelompok pemuda berbendera IPPI berjalan terus ke arah kawasan Kota.

Rombongan metro mini ini berbalik arah ke Jalan Hayam Wuruk dan selanjutnya berbelok ke Jalan Sukarjo Wirjopranoto. Bus-bus itu kemudian berbelok ke arah Senen dan melanjutkan perjalanan ke kawasan Matraman, Jalan Pemuda, dan Rawamangun. Bus itu berbelok ke Jalan Balap Sepeda Rawamangun dan berhenti di depan Kantor DPD KNPI, Gedung Pemuda, Jalan Balap Sepeda, Rawamangun. Puluhan pemuda turun dan masuk ke halaman Gedung Pemuda.

Di halaman tersebut, seorang pemuda berjaket biru dan seorang pemuda mengenakan sarung dan kopiah memegang uang senilai Rp 20.000 dan membagikan uang itu kepada para pemuda yang baru turun dari bus-bus itu. Setelah menerima uang itu, puluhan pemuda tersebut bubar dan menyeberang Jalan Balap Sepeda. Sebagian berjalan kaki masuk gang-gang di sepanjang Jalan Balap Sepeda itu. Kelompok pemuda yang terlihat seperti anak gaul dengan rambut berdiri masuk ke sebuah wartel bernama wartel Artha Sari, tepat di depan Gedung Pemuda itu. (VIN)

Sumber: Kompas, 1 April 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan