Mewaspadai Politik Uang di Pilkada

Politik uang merupakan salah satu praktik busuk yang dikhawatirkan banyak pihak dapat mengancam pelaksanaan pemilihan langsung kepala daerah (pilkada) bulan Juni. Begitu berbahayanya praktik politik uang tersebut tentu saja akan sangat berpengaruh terhadap kemurnian dari proses pelaksanaan pilkada. Lalu benarkah praktik politik uang akan mewarnai perjalanan pesta pilkada nanti? Mengingat isu-isu tentang praktik politik uang dalam setiap pesta politik di negeri ini selalu saja hampir terjadi, seperti misalnya pada pesta pemilu. Pertanyaan di atas patut dicermati, jika tidak akan dapat mengancam proses demokrasi yang sedang berlangsung.

Wacana tentang politik uang pada setiap pesta politik di Indonesia memang selalu menjadi topik menarik untuk di bicarakan. Sebab memang permainan politik uang akan menjurus kepada hasil yang tidak mempunyai legitimasi bagi suatu pembentukan pemerintahan yang kuat dan dicintai rakyat. Di samping itu, politik uang jelas akan menghancurkan sistem demokrasi yang sedang giat-giatnya kita bangun.

Lalu apakah yang dimaksud dengan politik uang tersebut? Sehingga begitu hebat sekali pengaruhnya dalam membunuh kehidupan demokrasi. Sampai saat ini memang tidak ada definisi yang khusus mengenai apa itu politik uang. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) istilah politik uang juga tidak ditemukan, sehingga kejahatan ini sangat sulit dibuktikan untuk kemudian diselesaikan secara hukum. Buktinya sampai sekarang belum ada seorang pun yang diajukan ke meja hijau karena terlibat praktik politik uang. Dibutuhkan bukti-bukti yang sangat konkret untuk membuktikan kejahatan ini.

Meskipun demikian, dalam Undang-Undang No 12/2002 tentang pemilu khususnya Pasal 110 telah menyebutkan, 'bahwa suatu tindakan yang dalam hal ini politik uang mencakup dua aspek'. Pertama, dari sisi pelaku; pelakunya adalah calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Kedua, dari sisi bentuknya; berupa menjanjikan dan atau memberikan uang dan atau materi lainnya kepada pemilih. Berdasarkan penjabaran UU tersebut, politik uang bisa dikategorikan kepada kejahatan korupsi. Karena ia memberikan suap berupa uang kepada pihak lain untuk mencapai tujuan politik. Dalam kaitan ini pemberi dan penerima dapat dikategorikan sama-sama melakukan pelanggaran, sehingga kedua belah pihak dapat dikenakan sanksi tindak pidana korupsi sesuai dengan UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Korupsi.

Agar praktik-praktik politik uang dalam pilkada nanti tidak tumbuh dan berkembang, pihak-pihak terkait dalam hal ini KPUD, partai politik, LSM, mahasiswa, tokoh masyarakat dan elemen masyarakat lainnya yang berkeinginan akan lahirnya pemerintahan daerah yang bersih, berwibawa, jujur, dan adil hendaknya perlu 'mewaspadai praktik-praktik politik' uang tersebut. Jangan sampai praktik politik uang berlangsung pada saat menjelang atau saat pelaksanaan pilkada nanti. Cara mengantisipasi praktik politik uang ini bisa saja dilakukan dengan mengawasi secara ketat pelaksanaan pilkada, mulai dari tahap awal pendaftaran atau penyaringan nama-nama bakal calon kepala daerah sampai saat pemilihan berlangsung. Jika ada yang terbukti melakukan praktik politik uang, pihak-pihak yang berkepentingan harus dengan tegas memberikan sanksi. Misalnya sanksi hukum dan calon tidak diperbolehkan untuk ikut dalam proses pilkada.(Oksidelfa Yanto, Peneliti CSIS, Jakarta)

Tulisan ini diambil dari Media Indonesia, 27 April 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan