Merasa Dintimidasi Haposan Cabut BAP, Sudutkan Susno Duadji

Ketika Bersaksi untuk Terdakwa AKP Sri Sumartini

Sidang lanjutan kasus mafia pajak Gayus Tambunan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan kembali diwarnai pencabutan keterangan pada berita acara pemeriksaan (BAP). Kemarin (18/8), giliran Haposan Hutagalung mencabut keterangan yang pernah disampaikan di depan tim penyidik independen Polri saat dihadirkan sebagai saksi bagi terdakwa AKP Sri Sumartini.

Keterangan yang dicabut Haposan, yang juga menjadi terdakwa kasus suap dalam investasi ikan arwana tersebut, terkait dengan pengakuan di depan penyidik bahwa dirinya pernah memberikan sejumlah uang kepada Kompol M. Arafat Enanie, AKP Sri Sumartini, dan AKBP Mardiani. ''(Keterangan) itu tidak ada. BAP saya cabut,'' tegas Haposan saat sidang di PN Jakarta Selatan.

Dia beralasan dirinya berada dalam kondisi tertekan ketika diperiksa tim independen. ''Saya merasa diintimidasi. Tidak pernah beri uang apa pun, janji pun tidak,'' kata Haposan yang ketika itu menjadi pengacara Gayus dalam perkara korupsi dan tindak pidana pencucian uang.

Namun, tim jaksa penuntut umum (JPU) yang dikomandoi jaksa Harjo meragukan keterangan tersebut. Jaksa lantas mencecar Haposan apakah mengalami kekerasan fisik. Haposan menggeleng dan menjawab tidak. Ketika diminta menyebutkan penyidik yang menekan dirinya saat pemeriksaan, Haposan pun menyebut nama Toni Surya Saputra.

Selanjutnya, jaksa menyatakan bahwa tidak ada nama itu sebagai pemeriksa Haposan. ''Pak Nico tidak (menekan), dia baik,'' jawab Haposan ketika jaksa menyebut nama penyidik Nico Afinta. ''Semua (isi BAP) saya tanda tangani supaya cepat. Saya capek. Kalau perlu, panggil penyidiknya (untuk membuktikan, Red),'' lanjut dia.

Jaksa menyambut pernyataan Haposan. ''Baik majelis, kami akan hadirkan verbalisan (penyidik, Red),'' kata jaksa Harjo kepada majelis hakim yang diketuai Achmad Solichin.

Haposan mengaku, selama mendampingi Gayus, pihaknya mendapat bayaran Rp 800 juta plus USD 450 ribu sebagai biaya operasional. Jumlah itu diberikan untuk pendampingan selama pemeriksaan Gayus di Mabes Polri, Jakarta, hingga penuntutan di Pengadilan Negeri Tangerang.

Dia membantah uang tersebut terkait dengan pembukaan rekening Gayus yang sempat diblokir penyidik. ''Uang itu diterima lunas sebelum blokir dibuka,'' ujar Haposan yang kemarin memakai baju batik hitam kombinasi ungu itu.

Keterangan tersebut bertolak belakang dengan keterangan Gayus saat menjadi saksi bagi terdakwa Sri Sumartini pada 3 Agustus lalu. Ketika itu, Gayus memberikan uang hingga Rp 20 miliar kepada Haposan untuk mengurus kasusnya. ''Di luar (Rp 800 juta dan USD 450 ribu) itu, kami tidak pernah menerima,'' ungkap Haposan saat ditanya Solichin.

Dia malah mengaku bahwa Gayus mengatur pembagian uang kepada para penegak hukum jika blokir rekeningnya berhasil dibuka. Yakni, masing-masing Rp 5 miliar untuk penyidik, jaksa, hakim, pengacara, dan Gayus. ''Saya hanya mencatat, Gayus yang mendiktekan,'' tuturnya.

Tidak hanya mencabut BAP, keterangan Haposan kemarin juga cenderung menyudutkan Komjen Pol Susno Duadji. Dia mengaku meminta bantuan kepada Sjahril Djohan ketika mengurus perkara Gayus. Draf berisi rincian pembagian masing-masing Rp 5 miliar itu lantas diberikan kepada Sjahril Djohan. ''Sudah saya sampaikan ke Susno. Dia (Susno, Red) siap membantu,'' terang Haposan menirukan perkataan Sjahril Djohan setelah bertemu Susno.

Haposan juga selalu meminta bantuan kepada Kompol Arafat. Misalnya, agar Gayus tidak ditahan. Juga, agar rumah di Kelapa Gading Park View Blok JE6 No 1, Jakarta Utara, dan rekening di Bank Mandiri Rp 500 juta tidak disita penyidik. ''Itu karena dibantu Pak Susno,'' ungkapnya.

Menurut Haposan, setiap ada permintaan, Arafat selalu meneruskan dengan melapor kepada Susno yang saat itu menjabat Kabareskrim. ''Sebagai user, saya tahu hasilnya, tidak ditahan dan tidak disita,'' katanya. ''Yang saya tahu, Kompol Arafat tidak punya kewenangan apa-apa,'' tambahnya.

Namun, tidak semua keterangan menguntungkan Sri Sumartini sebagai terdakwa. Haposan menyebut pernah memfasilitasi Sri Sumartini dan Arafat untuk bertemu jaksa Cirus Sinaga dan Fadil Regan di Hotel Kristal. Saat itu, dua jaksa tersebut sedang berada di hotel itu untuk membahas kasus Antasari.

''Tiba-tiba, Bu Sri telepon, bilang mau bertemu Fadil,'' beber Haposan. Sri Sumartini dan Arafat lantas datang ke Hotel Kristal. ''Saya tidak tahu apa yang dibicarakan,'' katanya.

Berdasar surat dakwaan, pertemuan itu selanjutnya menghasilkan pasal 372 KUHP tentang penggelapan untuk menjerat Gayus. Jadi, perkara tersebut masuk ke bidang pidana umum Kejaksaan Agung dan ditangani jaksa Cirus.

Keterangan itu langsung dibantah Sri Sumartini. Menurut dia, tidak mungkin dirinya meminta bertemu jaksa Fadil karena tidak tahu jaksa yang berhubungan dengan perkara itu. Dia juga membantah telah menelepon Haposan. ''Beliau (Haposan) yang telepon Pak Arafat,'' ujar Sumartini.

Selain Haposan, sidang dengan terdakwa Sri Sumartini kemarin menghadirkan AKBP Mardiani sebagai saksi. Sebagian keterangan Mardiani yang juga anggota tim penyidik kasus Gayus tersebut juga cenderung menguntungkan terdakwa. (fal/c5/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 19 Agustus 2010
------------------
Kesaksian Haposan Sudutkan Susno
Menurut kuasa hukum Susno, kesaksian Haposan tak ada nilainya.

Kuasa hukum terdakwa kasus mafia hukum Gayus Tambunan, Haposan Hutagalung, mengatakan yang berjasa membantu kliennya hingga akhirnya tidak ditahan adalah mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Komisaris Jenderal Susno Duadji.

“Gayus tidak ditahan itu karena Susno. Setiap mengajukan permohonan, Arafat selalu menyampaikan kepada Susno,” ujar Haposan saat bersaksi dalam persidangan terdakwa penyidik Ajun Komisaris Sri Sumartini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin.

Haposan mengatakan dipesan oleh Gayus untuk membereskan perkaranya. Ia lantas meminta tolong kepada Sjahril Djohan agar Gayus tak ditahan. Ia sendiri mengenal Sjahril sebagai sosok yang kenal dekat dengan Susno, sehingga yakin benar kliennya akan dibantu oleh Susno melalui Sjahril.

“Ke Bang Sjahril pernah minta dibereskan kasusnya. Skenario diserahkan pada Sjahril. Aset tidak disita dan diblokir karena Pak Susno. Beliau katanya (disampaikan oleh Sjahril padanya) siap bantu,” ujar Haposan.

Menurut Haposan, berkat jasa Susno itulah Gayus tak ditahan dan aset serta rumahnya tidak disita. “Saya menyampaikan, Gayus itu tulang punggung keluarga, kasihan. Saya hanya minta rumah tidak disita dan rekening tidak diblokir. Dan uang Rp 500 juta di rekening itu adalah tabungan keluarga,” kata dia.

Ia mengaku tak menerima jatah atas upayanya “menembus” ke Susno melalui Sjahril. “Saya hanya terima honor kantor Rp 800 juta dan honor pribadi US$ 45 ribu untuk kegiatan penyidikan. Selain kedua jumlah itu, tidak pernah terima yang lainnya,” kata Haposan.

Kuasa hukum Susno, Henry Yosodiningrat, mengatakan kesaksian Haposan itu tidak ada nilainya. “Dari sisi hukum disebut testimonium de auditu, keterangan dari orang lain tidak punya nilai,” kata Henry ketika dihubungi kemarin.

Menurut Henry, kalau pernyataan tersebut benar, itu positif bagi Susno karena apa yang dikerjakan Susno tak menguntungkan Gayus sehingga harus minta bantuan. Berdasarkan analisisnya, situasi ini menunjukkan kliennya tegas.

Henry mengatakan yang justru dipertanyakan adalah apakah Susno terlibat dalam bebasnya Gayus. “Di situ kan jelas ada permainan penyidik yang dilaporkan Pak Susno, dilaporkan pernah bagi-bagi duit, ada juga permainan hakim dan jaksa,” tuturnya.

Permainan tersebut, kata dia, kini sedang dibuktikan di pengadilan yang menyeret Raja Erizman (penyidik), Muhtadi Asnun (hakim) hingga Cyrus Sinaga (jaksa).

Henry mengaku tidak pernah diberi tahu peristiwa tersebut dari mulut Susno langsung. “Saya harus konfirmasi dulu,” kata dia.

Dalam kesaksiannya, Haposan juga mengaku diintimidasi oleh penyidik Bareskrim Polri saat pembuatan berita acara pemeriksaan. Ia juga mengaku diperas Rp 3 juta dalam penyidikan. “Tidak ada kekerasan fisik. Cuma ditekan dan dipaksa.”

Karena intimidasi itulah, ujarnya, dari mulutnya keluar pengakuan ia memberikan uang kepada penyidik Komisaris Mohd Arafat Enanie dan Sri Sumartini. “Saya merasa diintimidasi sampai akhirnya keluar kalimat itu,” kata Haposan.

Dalam BAP, Haposan mengaku pernah dua kali memberi Sri Sumartini uang sebesar Rp 5 juta. Uang tersebut pertama ia berikan di ruang kerja Sri Sumartini di Bareskrim. Namun, di pengadilan, ia membantahnya.

Adapun saksi terdakwa Sri Sumartini, Ajun Komisaris Besar Mardiyani, membenarkan adanya pertemuan antara Sumartini dan Roberto Santonius. Roberto adalah konsultan pajak yang diduga menyuap Gayus untuk mengurus keberatan pajak perusahaan.

Mardiyani menceritakan, pertemuan keduanya berlangsung di mal FX di Jalan Sudirman, Jakarta. “Saya diajak Bu Tini makan siang di daerah Senayan. Sekitar sepuluh menit kemudian, datanglah Kompol Arafat. Sekitar setengah jam kemudian, datanglah orang yang pernah saya lihat di Bareskrim yang saya ketahui bernama Roberto. Ia datang berdua dengan temannya,” kata dia.

Mardiyani mengaku tak tahu apakah dalam acara makan siang itu mereka membicarakan masalah pembagian uang. Namun, dalam BAP dia mengaku mendengar pembicaraan pembagian uang itu. Mengenai hal ini, Mardiyani berkilah, dia dalam BAP mengaku mengetahuinya karena terdesak pertanyaan penyidik. ISMA SAVITRI | DIANING SARI
 
Sumber: Koran empo, 19 agustus 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan