Mengurai Isu Hukum Bank Century
Berbagai aspek hukum bermunculan terkait dengan Bank Century.
Sebagai mantan anggota Tim 8, penulis diundang Menteri Keuangan, 1 Desember. Pertemuan diisi penjelasan isu Bank Century (BC) yang disinggung dalam laporan dan rekomendasi Tim 8.
Delapan isu
Dari identifikasi, ada delapan isu hukum terkait kasus BC.
Pertama, soal penalangan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Rp 6,7 triliun.
Masalah hukum muncul, apakah kebijakan yang diambil tepat dilakukan dan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Isu hukum pertama ini memunculkan isu hukum kedua yang didasarkan kecurigaan publik.
Publik curiga, kebijakan penalangan BC dilakukan tidak untuk menyelamatkan dunia perbankan dari ketidakpercayaan masyarakat. Penalangan dicurigai sebagai pintu memanfaatkan dana guna kepentingan tertentu.
Istilah ”perampokan” dan penumpang gelap pun muncul dalam kebijakan penalangan BC. Guna memvalidasi kecurigaan pemanfaatan dana talangan, sejumlah pihak meminta agar Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membuka aliran dana talangan dari BC.
Permintaan ini memunculkan isu hukum ketiga, yaitu permintaan Kepala PPATK untuk mendapatkan landasan hukum bagi dibukanya aliran dana kepada lembaga bukan institusi penegak hukum. Ini karena UU Tindak Pidana Pencucian Uang hanya menyebutkan, hanya aparat penegak hukum yang dapat meminta informasi dari PPATK.
Dalam koridor ini, bergulir wacana peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau fatwa Mahkamah Agung yang akan memungkinkan PPATK melakukan penyampaian informasi tentang aliran dana.
Dalam konteks kecurigaan atas aliran dana talangan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Bendera mengungkap pihak-pihak yang menerima aliran dana bailout BC. Pihak-pihak yang disebut Bendera merasa dicemarkan nama baiknya sehingga memunculkan isu hukum keempat.
Selanjutnya, BC memunculkan isu hukum kelima, berupa sangkaan dan dakwaan tindak pidana yang dilakukan manajemen dan pemegang saham lama. Bahkan, diduga sejumlah aset telah dilarikan ke luar negeri. Robert Tantular dan Lila Gondokusumo telah divonis bersalah pengadilan negeri meski vonis itu belum memiliki kekuatan hukum tetap. Sementara polisi berupaya menangkap pemegang saham berkewarganegaraan asing yang sempat ke luar Indonesia dan memburu aset di luar negeri yang diduga berasal dari BC.
Isu hukum keenam adalah diperdayanya nasabah BC oleh manajemen lama untuk membeli produk Antaboga. Nasabah merasa dirugikan karena produk Antaboga BC bukan produk yang mendapat perlindungan.
Ketujuh, BC memunculkan masalah hukum terkait pencairan dana yang dimiliki Budi Sampoerna (BS). BS adalah salah satu nasabah besar BC yang ingin menarik dananya saat LPS telah mengambil alih BC.
Terakhir, penyadapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas pengacara BS. Penyadapan ini melibatkan Kepala Bareskrim Mabes Polri saat itu.
Penyelesaian
Melihat berbagai masalah hukum yang muncul dari BC, banyak pihak cenderung melakukan generalisasi. Akibatnya terjadi pencampuradukan isu, menambah kesimpangsiuran, dan mempersulit penyelesaian berbagai kasus hukum BC.
Padahal, setiap isu hukum BC memiliki pendekatan berbeda dalam penyelesaian secara hukum dan forum. Sanksi hukum pun bisa berbeda-beda, mulai dari administratif, ketatanegaraan, pidana, atau perdata.
Pada isu hukum pertama, karena terkait kebijakan, maka DPR berhak mempertanyakan kebijakan penalangan BC kepada pemerintah. Proses ini telah dimulai dengan disetujuinya hak angket oleh DPR.
Pada isu kedua, terkait kecurigaan penalangan dimanfaatkan bukan untuk penyelamatan dunia perbankan, maka harus dilakukan penyelidikan dan penyidikan oleh penegak hukum. Kepolisian, kejaksaan, atau KPK berwenang memulai proses hukum ini.
Isu hukum ketiga pun harus mendapat jalan keluar. Instrumen hukum apa yang tepat sebagai landasan bagi Kepala PPATK untuk membuka informasi aliran dana penalangan. Terkait isu hukum keempat, pencemaran nama baik telah diadukan ke polisi, maka prosesnya harus diserahkan pada mekanisme yang ada.
Penyelesaian isu kelima, publik perlu mengawal proses hukum Robert Tantular dan kawan- kawan. Jika terbukti melakukan kejahatan, mereka harus mendapat hukum setimpal.
Isu keenam harus dicarikan jalan keluar yang tepat secara hukum agar kerugian nasabah akibat manipulasi manajemen lama BC dapat dikembalikan.
Isu ketujuh terkait pencairan dana BS juga harus mendapat penyelesaian. Bukan tidak mungkin isu hukum akan berujung gugatan perdata Budi Sampoerna kepada BC.
Terakhir, penyadapan yang dilakukan KPK terhadap pengacara Budi Sampoerna harus mendapat penuntasan. KPK melakukan penyadapan karena ada proses hukum yang dijalankan.
Pengawalan
Proses penyelesaian hukum atas BC perlu mendapat pengawalan. Sejumlah tokoh mewanti-wanti agar setiap proses yang ada tidak masuk angin dan dapat dilakukan secara transparan. Kekhawatiran ini memiliki dasar mengingat proses hukum pada masa lampau kerap kandas karena ada berbagai kompromi.
Berbagai kekusutan yang ditimbulkan BC diharapkan dapat terkuak dan pihak-pihak yang harus bertanggung jawab bisa dimintakan pertanggungjawabannya sesuai kesalahannya.
Seiring dengan itu, kesabaran publik tentu amat diharapkan. Publik diharapkan tidak terlalu terburu-buru menghakimi ujung penyelesaian berbagai masalah hukum yang ada.
Hikmahanto Juwana Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia; Ketua Umum Ikatan Sarjana Hukum Indonesia
Tulisan ini disalin dari Kompas, 9 Desember 2009