Mengkorupsi Uang Orang Tua Murid, Menyenangkan Politisi Dan Pejabat Dinas Pendidikan

(Kasus SMAN 1 RSBI Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, SMAN 70 RSBI Jakarta dan SD 012 RSBI Rawamangun Jakarta, SMPN 1 RSBI Cikini)

Press Release: KAKP (Koalisi Anti Korupsi Pendidikan)

Mahalnya biaya pendidikan semata-mata tidak disebabkan karena kebutuhan pendidikan itu sendiri. Akan tetapi, juga disebabkan penyebab lainnya seperti inefiensi ataupun bahkan penyelewengan atau korupsi. Korupsi sekolah yang terjadi dalam berbagai bentuk seperti markup, penggelapan, setoran telah menyebabkan berkurangnya dana pendidikan yang diterima sekolah. Kekurangan ini harus ditutupi dalam bentuk pungutan yang “mencekik leher” orang tua murid. Bahkan, dana yang berasal dari orang tua murid inipun juga dikorupsi oleh pihak sekolah guna menyenangkan politisi dan pejabat dinas pendidikan.

Keluhan orang tua murid akan mahalnya biaya sekolah seakan-akan angin lalu bagi pihak sekolah dan pejabat dinas pendidikan. Mereka tetap saja menjadikan sekolah terutama sekolah internasional menjadi “mesin ATM” guna membiayai berbagai kegiatan atau dijadikan sumber pendapatan. Akhirnya, sekolah yang seharusnya menurunkan nilai-nilai kejujuran telah terkontaminasi praktek tidak jujur.

Dugaan Gratifikasi
Kasus dugaan gratifikasi yang terjadi di SMAN 1 RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) Tambun Selatan membuktikan bagaimana sekolah membagi-bagikan uang yang dihimpunnya dari orang tua murid. Pihak sekolah, Kepala Sekolah dan Komite Sekolah, menyebar dan menyetor uang pada birokrat dan pejabat agar sekolah tersebut dipermudah mendapat bantuan dari pemerintah.

Berdasarkan dokumen yang berhasil diperoleh oleh KAKP ditemukan adanya bukti pengeluaran sekolah sebesar Rp 15 juta untuk mendapatkan alokasi anggaran pemerintah provinsi atau daerah. Selain itu, berdasarkan penelusuran KAKP sekolah telah mengeluarkan sejumlah uang guna mendapatkan bantuan APBD sebesar Rp 3 miliar. Diduga uang tersebut mengalir pada berbagai pihak yang terlibat dalam penyusunan dan pengesahan APBD. Berdasarkan informasi yang diperoleh KAKP, sekolah sudah mengeluarkan uang paling sedikit Rp 260-an juta untuk menggolkan mata anggaran tersebut.

Menarik lagi, ternyata SMAN 1 RSBI Tambun Selatan juga membiayai perjalanan Kepala Dinas Pendidikan sebesar Rp 1 juta. Bahkan, sekolah juga membiayai biaya tambahan wisata budaya dharmawanita Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi. Sekolah juga menyebar uang pada Sekretaris, Kepala Seksi, dan Kepala Bidang pada Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi Selatan sebanyak Rp 2 juta. Pengawas sekolahpun juga kecipratan uang sekolah dengan rata-rata Rp 500 per transaksi.

Semua pengeluaran tersebut ternyata tidak memiliki alokasi dalam APBS (Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah) tahun anggaran 2010/2011 SMAN 1 Tambun Selatan. Berdasarkan APBS  juga diketahui bahwa pengeluaran tersebut ternyata tidak memiliki mata anggaran. Tidak ada satupun alokasi APBS 2010/2011 SMAN 1 RSBI Tambun Selatan yang menyatakan adanya alokasi untuk dana sharing agar sekolah mendapatkan bantuan APBD sebesar Rp 3 miliar, bantuan pada Dinas Pendidikan, membiaya perjalanan Kepala Dinas Pendidikan, membiayai perjalanan Dharmawanita Dinas Pendidikan, atau pembayaran pada Sekretaris, Kasi dan Kabid Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi. Perbedaan antara nomor rekening pada bukti kwitansi dengan nomor rekening APBS membuktikan bahwa sekolah memiliki rekening diluar rekening yang tercantum pada APBS. Apakah ini rekening liar ?

Mengapa Hal ini Terjadi?
Penggunaan dana sekolah yang berasal dari pungutan orang tua murid jelas merupakan ironi diantara kesulitan orang tua membiayai pendidikan anaknya. Sebagaimana diketahui, KAKP telah menerima banyak pengaduan dari orang tua murid terutama terkait dengan pungutan liar disekolah. Sebagian orang tua kritis tersebut harus berdebat dengan pihak sekolah terkait dengan tranparansi penggunaan dana sekolah. Bahkan mereka mendapatkan tekanan, ancaman dan intimidasi pada anaknya dari pihak sekolah karena dianggap mengacaukan sekolah. Kasus penahanan rapor yang dialami murid di SMPN 1 RSBI Cikini Jakarta pusat membuktikan bagaimana pungutan sekolah dikaitkan dengan masalah akademis murid.

Hal ini jelas dilarang dalam pasal 52 ayat h PP No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan yang berbunyi “Pungutan oleh satuan pendidikan dalam rangka memenuhi tanggung jawab peserta didik, orang tua, dan/atau walinya tidak dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan  peserta didik dari satuan pendidikan”

Sayangnya, susah payah orang tua murid ini dibalas dengan “tuba” oleh pihak sekolah. Dana yang dihimpun dari orang tua murid justru dibagi-bagikan pada atasan kepala sekolah ataupun pejabat lain yang dapat membantu kelancaran dana sekolah.

Kasus pengadaan barang dan jasa di SDN 012 RSBI Rawamangun membuktikan bagaimana dana Block Grant tahun 2007 yang berasal dari APBN juga diselewengkan pihak sekolah dengan memanupilasi bukti pertanggungjawaban. Berdasarkan temuan yang berhasil diverifikasi oleh KAKP ditemukan bahwa bukti tersebut telah disangkal oleh toko dan supplier. Total bukti pertanggung jawaban fiktif mencapai Rp 150 juta.

Partisipasi dan Transparansi APBS
Penyelewengan dan korupsi dana sekolah terjadi karena minimnya partisipasi dan transparansi pengelolaan keuangan sekolah. Partisipasi warga sekolah hanya dinilai pada tingkat kehadiran dalam rapat keuangan sekolah atau membayar pungutan sekolah. Padahal, partisipasi lebih dari itu. Partisipasi warga sekolah terutama orang tua murid seharusnya sampai pada tingkat pengambilan keputusan kebijakan strategis sekolah termasuk pada perencanaan, penganggaran, monitoring dan evaluasi keuangan sekolah.

Partisipasi substantif seringkali diabaikan pihak sekolah karena ingin mendominasi pengelolaan keuangan secara tertutup. Dengan pengelolaan dana tertutup maka pihak sekolah dibantu dengan komite sekolah dengan leluasa menggunakan dana sekolah, baik yang berasal dari ABPD, APBN dan orang tua murid, untuk kepentingan yang tidak berhubungan dengan kepentingan sekolah.

Begitu juga dengan komite sekolah ternyata seringkali “dibajak” oleh Kepala Sekolah. Kasus perselisihan Komite Sekolah SMAN 70 Bulungan dan SDN 012 RSBI Rawamangun Jakarta membuktikan hal tersebut. Komite Sekolah yang kritis atas penggunaan dana sekolah dilengserkan oleh orang tua murid yang dimobilisir oleh pihak sekolah. Ketua dan pengurus Komite sekolah kemudian diganti dengan orang yang dekat dengan Kepala Sekolah.

Sejak diberlakukan Permendiknas No. 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah praktis peran komite sekolah semakin penting. Sayangnya, peran strategis tersebut ditelikung oleh pihak sekolah dengan menempatkan orang-orang yang dekat dengan Kepala Sekolah sehingga bisa diajak bekerjasama “mencurangi” pengelolaan keuangan sekolah. Kepala sekolah menempatkan orang tua dari murid yang bermasalah dan kurang memiliki kemampuan akademis atau yang punya kepentingan dengan APBS.

ICW dengan LSM local telah memulai gerakan menyusun APBS secara partisipatif yang responsif gender. Program ini telah dijalankan di Garut dan Tangerang sejak 2008. Program ini telah berhasil menjadikan sekolah lebih transparan dan mengelola dana lebih akuntabel memperhatikan masalah gender yang terjadi antara guru, murid, kepala sekolah dan masyarakat. Mulai tahun 2011, ICW bekerjasama dengan beberapa LSM local dan pemerintah daerah mulai mengembangkan APBS Partisipatif dan Responsif Gender di tiga kabupaten/kota yakni, Way Kanan, Serang dan Tasikmalaya. Program ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas tata kelola sekolah (school gocernance) terutama pada aspek partisipasi, transparansi dan akuntabililtas.

Jakarta, 12 Juli 2011

KAKP (Koalisi Anti Korupsi Pendidikan):
Handaru, Ketua APPI (Aliansi Orang Tua Murid Peduli Pendidikan), (081511130101)
Jumono, Sekretaris APPI (Aliansi Orang Tua Murid Peduli Pendidikan) (021707912221)
Musni Umar, Ketua Komite SMAN 70 Jakarta (081310710153)
Febri Hendri, Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, (087877681261)
Herunarsono, Forum Komunikasi Ortu Murid SDN 012 Rawamangun (081315044004)
Widi, POPS (Paguyuban  Ortu Murid SMPN 1 Cikini), (0811173373)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan