Mengecam Timus DPR yang Ingin Lemahkan KPK dan PPATK

RILIS MEDIA: Koalisi Masyarakat Sipil
Naskah Rancangan Undang-Undang (RUU) Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang terancam dibajak oleh Tim Perumus DPR. Beberapa point penting penguatan PPATK dan KPK dijegal oleh oknum dari sejumlah fraksi dalam tim. Sehingga dikhawatirkan upaya penguatan PPATK dan perang terhadap kejahatan pencucian uang terancam kandas di tengah jalan. Ini merupakan petaka terhadap upaya pemberantasan korupsi dan pencucian uang di Indonesia.

Pada rapat kerja Tim Perumus yang dilaksanakan pada tanggal 20 - 22 Agustus 2010 di Novotel-Bogor, ditemukan sejumlah upaya pelemahan RUU Pencucian Uang. Secara sistematis sejumlah pihak melakukan penggembosan terhadap upaya penguatan PPATK dan KPK.

Agenda destruktif ini berkaitan dengan upaya membatasi pihak-pihak yang akan menerima Laporan Hasil Analis (LHA) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)  dari PPATK.  Padahal, kita ketahui bersama bahwa Panja sudah menyepakati penyidik tindak pidana asal yang dapat menerima hasil pemeriksaan PPATK. Diantaranya Kepolisian, Kejaksaan, KPK dan Badan Narkotika Nasional. Namun, Tim Perumus kemudian melakukan siasat untuk mengembalikan monopoli Kepolisian dan Kejaksaan sebagai pihak yang paling berwenang untuk menerima laporan tersebut. Hal ini tidak ubahnya seperti mempertahankan status quo kegagalan pemberantasan pencucian uang di Kepolisian dan Kejaksaan saat ini.

Berdasarkan data PPATK sampai April 2010, dari 2.442 transaksi keuangan mencurigakan yang ditemukan oleh PPATK, sekitar 1.030 diantaranya (42,18%) berasal dari Korupsi. Sebanyak 92% Laporan Hasil Analisis (LHA) diserahkan ke Kepolisian dan hanya 8% LHA yang diserahkan ke Kejaksaan. Akan tetapi, kasus yang diproses dan diputus menggunakan Undang-undang Nomor 15 tahun 2002 dan UU 25 tahun 2003 tentang Pencucian Uang sangat minim. Seperti dilaporkan PPATK, hanya 26 berkas putusan yang menggunakan UU Pencucian Uang tersebut sebagai dasar penghukuman.

Hal ini menimbulkan banyak tanda tanya bagi kita semua. Kenapa anggota DPR seakan ngotot untuk mempertahankan monopoli Polri dan Kejaksaan yang terbukti gagal dalam mengusut tindak pidana pencucian uang. Dalam istilah lain, DPR terkesan “memelihara” lemahnya rezim anti pencucian uang ditangan Polri dan Kejaksaan. kita patut khawatir akan adanya agenda politik dan kepentingan taktis dibalik ini semua.

Seharusnya DPR sadar, Penguatan PPATK dan KPK merupakan bagian integral dari upaya membersihkan institusi polri dari kasus yang marak belakangan ini. Tidak akan mungkin Polri akan bersih dari praktek korupsi jika mereka selalu memonopoli laporan transaksi keuangan dari PPATK. Karena justru ini potensial untuk melindungi dan menyuburkan rekening-rekening gendut oknum para jenderal tersebut.

Melanggar Aturan
Lebih jauh lagi, manuver Tim Perumus untuk memangkas pasal yang berkaitan penguatan KPK dan PPATK tidak hanya sebatas mempertontonkan buruk dan rendahnya komitmen anggota DPR. Namun juga melanggar aturan, yakni: butir ke-4 huruf (c) “Mekanisme Kerja Pansus RUU Pencucian Uang DPR”. Diatur disana: Tugas Tim Perumus merumuskan materi muatan yang dilimpahkan oleh Rapat Kerja (PANJA) tetap TIDAK MENGUBAH SUBSTANSI.

Kewenangan Tim Perumus hanya merumuskan materi hasil kerja dari Panitia Kerja. Tindakan untuk mengeleminir kewenangan KPK dan BNN jelas merupakan sebuah upaya untuk merubah substansi dari RUU yang sudah dibahas oleh Panja. Maka sejatinya mereka sudah melakukan pelangaran atas kewenangan yang sudah ditentukan sebelumnya.

Oleh karena itu kami:

  1. Mengecam pihak yang ingin mengkerdilkan peran KPK dan PPAT dalam memerangi korupsi dan pencucian uang;
  2. Memperingatkan agar Tim Perumus tidak disusupi kepentingan pro-mafia pencucian uang;
  3. Menuntut anggota DPR untuk mencegah dan membongkar fenomena rekening gendut perwira Polri dengan cara merumuskan Undang-undang Pencucian Uang yang kuat yang jauh dari konflik kepentingan lembaga lain.

Jakarta, 24 Agustus 2010

KOALISI MASYARAKAT SIPIL
Transparency International Indonesia (TII) I Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) I Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) I Indonesia Corruption Watch (ICW)
unduh dokumen ini secara lebih detail di sini dalam format PDF

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan