Mengawal Pemilukada yang Berintegritas

Sumber: Nasional Kompas
Sumber: Nasional Kompas

Pemilihan Kepala daerah  dan daulat Pemilih

Pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) serentak kembali akan dilaksanakan tahun 2018. Sekitar 171 daerah akan menyelenggarakan pemilihan kepala daerah kabupaten/kota maupun propinsi pada 27 Juni 2018 nanti.

Pemilukada merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pemilukada juga dimaknai sebagai mekanisme sirkulasi elit secara periodik dan tertib. Oleh karena itu, Pemilukada sejatinya merupakan momentum penting untuk melahirkan kepala daerah yang bersih dan berkualitas, serta memiliki visi dan agenda yang jelas untuk menjawab persoalan-persoalan yang ada di daerahnya.

Pemilukada yang tidak konsisten pada aturan yang berlaku serta tidak diawasi dengan baik, maka berpotensi menghasilkan kualitas yang rendah dan berpotensi melahirkan kepala daerah yang tidak berkualitas juga. Oleh karena itu, ajang Pemilukada harus dijadikan momentum sebagai daulat pemilih untuk menentukan lahirnya pemimpin yang bersih, inovatif, dan berkualitas.

Problem Integritas Pemilukada

Jika berkaca pada beberapa Pemilukada yang terjadi sebelumnya, praktek-praktek politik transaksional seolah menjadi ciri dalam kontestasi Pemilukada. Fenomena politik uang terjadi sangat masif dengan berbagai macam modus dan aktor demi mempengaruhi pemilih. Selain itu, pada sisi sumber pendanaan kampanye, selain rendah aspek transparansi, juga minim akuntabilitas sumber dana yang digunakan. Hal ini terlihat dari laporan dana kampanye yang dilaporkan ke KPU yang belum menggambarkan substasi dana kampanye yang digunakan.

Selain itu, politisasi birorasi dan kebijakan penggunaan sumber dana publik (APBD) disinyalir juga tidak luput dijadikan sebagai sumber modal politik untuk pemenangan. Hal ini didasarkan pada hasil pantauan ICW terhadap beberapa penyelenggaraan pemilukada, dimana ada kecenderungan dana-dana APBD dan kebijakan anggaran rentan dimanfaatkan sebagai sumber modal politik.

Problem lain yang turut menurunkan derajat integritas adalah faktor pemilih. Selain persoalan kandidat yang melanggengkan politik transaksional, di lain sisi juga ada persoalan pemilih yang permisif dengan politik uang. Oleh karenanya pola relasi simbosis mutualisme negatif harus segera diakhiri dengan terus melakukan upaya pendidikan politik.

Faktor lain adalah rendahnya integritas dan profesionalitas penyelenggara Pemilukada, hal ini terkonfirmasi dari cukup banyaknya kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara dan pengawas pemilu yang diselesaikan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Upaya Mengawal Pemilukada

Jika melihat beberapa persoalan Pemilukada diatas, maka dalam upaya serius meningkatkan kualitas dan integritas Pemilukada maka penting dilakukan:

Pertama, penting bagi peserta dan kandidat untuk lebih mengedepankan cara-cara membangun keterpilihan yang lebih bermartabat, mengedepankan figur-figur yang berkualitas dengan visi dan agenda program yang jelas pada pemilih. Partai harus mendukung kandidat yang memiliki kualitas dan integritas dan tidak melakukan praktek candidacy buying dalam penentuan calon yang diusung.  

Kedua, peran penyelenggara yang profesional dan netral baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di tingkat daerah. Penting melakukan terobosan dalam mengawasi setiap tahapan. Misalnya saja, untuk mengatasi persoalan terkait dengan penyalahgunaan jabatan dan sumber dana kampanye ilegal dalam Pemilukada maka penting bagi Bawaslu untuk melakukan sinergi pengawasan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Ketiga, melihat masifnya praktik politik uang dalam Pemilukada, maka intensitas pendidikan politik bagi pemilih penting dilakukan. Selain ruang pendidikan politik, upaya penting lainnya adalah menjadikan isu anti politik uang sebagai agenda dan isu bersama oleh gerakan sosial di masyarakat.

Keterlibatan publik penting dalam upaya untuk memastikan apakah proses Pemilukada dibangun atas kaedah, aturan, dan norma Pemilukada yang berlaku. Jika tahapan Pemilukada dilakukan secara demokratis mematuhi kaedah norma hukum dan para kontestan membangun keterpilihan secara fair, maka akan menghasilkan kualitas dan integritas Pemilukada yang demokratisnya lebih baik dan akan melahirkan kepala daerah yang berkualitas. (Abdullah/Agus)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan

 

Tags