Menentukan Tarif Pelayanan Publik [06/08/04]

Salah satu kewajiban aparatur negara yang juga mengikuti kewajiban negara dalam menyelenggarakan tugas negara seperti yang diamanatkan UUD 1945, GBHN dan UU APBN (mardiasmo 2000) adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat (public service) dalam bentuk penyediaan jasa dan barang secara prima. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, instansi milik pemerintah apakah BUMD dan BUMN akan memberikan tarif pelayanan publik yang diwujutkan dalam bentuk retribusi, pajak dan pembebanan tarif Jasa langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa publik (charging for sevice).

Walaupun masyarakat telah dibebani dengan pajak yang dapat dipaksakan kepada pemerintah, dan pemerintah memberikan prestasi kepada masyarakat. Tidak semua prestasi yang diberikan oleh organisasi sektor publik kepada masyarakat yang telah dilayani dapat dibuat secara gratis mengingat terdapat barang privat yang manfaat barang dan jasa hanya dinikmati secara individu, barang publik yaitu barang dan jasa kebutuhan yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat serta barang campuran privat dan barang publik yaitu barang kebutuhan masyarakat yang manfaatnya di nikmati secara individu tetapi sering masyarakat umum juga membutuhkan barang dan jasa tersebut merit good (semua orang bisa mendapatkannya tetapi tidak semua orang dapat mendapatkan barang dan jasa) tersebut seperti: air bersih, listrik, pendidikan, kesehatan, transportasi publik. Pertanyaan yang menarik timbul adalah bagaimana menentukan harga pelayanan publik yang harus di bebankan kepada masyarakat?

Elitis Dan Politis
Menyimak dan meminjam istilah Sjahrill Effendi (Waspada 12/1) dalam penetapan biasanya terkesan elit dan politis karena hanya sebahagian orang yang mengambil kebijakan dan terkesan tidak teransparan, maka tarif air minum PDAM di tentukan Melalui Badan Musyawarah (BAMUS) yang dibentuk oleh PDAM. Langkah merupakan langkah maju dalam penetapan tarif menuju kebijakan yang terakuntabilitas, dan perlu diikuti oleh BUMD lainnya. Namun pembentukan badan tersebut belum merupakan sebuah solusi mengingat keterwakilinya stakeholder (pihak-pihak yang berkepentingan) dalam bamus, belum mewujudkan teori stewedship yang memposisikan stake-holder sebagai prinsipal sebagai pemilik yang harus dilayani oleh agent.

Kesulitan dalam penentuan tarif pelayanan mengingat terdapat kesulitan dalam membedakan barang publik dengan barang privat, dikarenakan: adanya kesulitan dalam menentukan batasan antara kedua barang tersebut, adanya pembebanan secara langsung. dalam pengguna barang/jasa publik, dan Kecenderungan membebankan tarif pelayanan langsung daripada membebankannya pada pajak yang dibayarkan secara berkala. Kesulitan berikutnya adalah terdapat anggapan bahwa dalam suatu sistem ekonomi campuran (mixed economy), barang privat lebih baik disediakan oleh pihak swasta (privat market) dan barang publik lebih baik diberikan secara kolektif oleh pemerintah yang dibiayai melalui pajak. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan pemerintah menyerahkan penyediaan barang publik kepada sektor swasta melalui regulasi, subsidi, atau sistem kontrak.

Berapa Harga Wajar
Organisasi sektor publik harus memutuskan berapa pelayanan yang dibebankan pada masyarakat. Aturan yang biasa dipakai adalah beban (charge) dihitung sebesar total biaya total tersebut terdapat (full cost recorvery). Walaupun akan mengalami kesulitan dalam menghitung biaya total dikarena:

Pertama, tidak diketahui secara tepat berapa biaya total (full cost) untuk menyediakan suatu pelayanan. Oleh karena itu, kita perlu memperhitungkan semua biaya sehingga dapat mengidentifikasi biaya secara tepat untuk setiap jenis pelayanan. Namun tidak boleh terjadi pencampur-adukan biaya untuk pelayanan yang berbeda atau harus ada prinsip different costs for different purposes. Kedua, sangat sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi, Karena jumlah biaya untuk melayani satu orang dengan orang lain berbeda-beda, maka diperlukan perbedaan pembebanan tarif pelayanan, sebagai contoh diperlukan biaya tambahan untuk pengumpulan sampah dari lokasi rumah yang sulit dijangkau atau memiliki jarak yang jauh.

Ketiga, pembebanan tidak memperhitungkan kemampuan masyarakat untuk membayar. Jika orang miskin tidak mampu membayar suatu pelayanan yang sebenarnya vital, maka mereka harus disubsidi. Mungkin perlu dibuat diskriminasi harga atau diskriminasi produk untuk menghindari subsidi. Keempat, biaya yang harus diperhitungkan, apakah hanya biaya operasi langsung (current operation cost), atau perlu juga diperhitungkan biaya modal (capital cost). Yang akan memasukkan bukan saja biaya opersai dan pemeliharaan, akan tetapi juga biaya penggantian barang modal yang sudah usang (kadaluwarsa), dan biaya penambahan kapasitas Hal inilah yang disebut marginal cost pricing.

Strategi Harga
Terdapat beberapa alternatif dalam menentukan harga yaitu dengan two-part tariffs: yaitu fixed charge untuk menutupi biaya overhead atau biaya infrastruktur dan variabel charge yang didasarkan atas besarnya konsumsi. Dengan Peak-load tariffs: pelayanan publik dipungut berdasarkan tarif tertinggi. Permasalahannya adalah beban tertinggi, membutuhkan tambahan kapasitas yang disediakan, tarif tertinggi untuk periode puncak harus menggambarkan higher marginal cost (seperti telepon dan transportasi umum). Dengan diskriminasi harga. Hal ini adalah salah satu cara untuk mengakomodasikan pertimbangan keadilan (equity) melalui kebijakan penetapan harga, dengan Full cost recorvery. Harga pelayanan didasarkan pada biaya penuh atau biaya total untuk menghasilkan pelayanan dan harga di atas marginal cost. Dalam beberapa kasus, sengaja ditetapkan harga di atas marginal cost, seperti tarif mobil, adanya beberapa biaya perijinan atau licence fee.

Penetuan tari ini juga harus mempertimbangkan Opportunity cost untuk staf, perlengkapan dll, Opprtunity cost of capital, Accounting price untuk input ketika harga pasar tidak menunjukkan value to siciety (opportunity cost). Polling, ketika biaya berbeda-beda antara setiap individu dan cadangan inflasi. Pelayanan menyebabkan unit kerja harus memiliki data biaya yang akurat agar dapat mengestimasi marginal cost, sehingga dapat ditetapkan harga pelayanan yang tepat.

Marginal cost pricing bukan merupakan satu-satunya dasar untuk penetapan harga di sektor publik. Digunakan marginal cost pricing atau tidak, yang jelas harus ada kebijakan yang jelas mengenai harga pelayanan yang mampu menunjukkan biaya secara akurat dan mampu mengidentifikasi skala subsidi publik.

Standar Minimum
Berapa pun harga yang dibebankan kepada masyarakat harusnya juga merujuk pada standar yang dibuat oleh organisasi sektor publik sebagi bentuk perbandingan pelayanan yang dapat di ukur, untuk itu sektor publik harus segera merumuskan Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang menekankan pada pengelolanan sektor publik yang memiliki paradigma Value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama yaitu: ekonomi, efesiensi, dan efektivitas ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter.

Ekonomi terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat meminimalisir input resources yang digunakan yaitu dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif. Efisiensi: pencapaian output yang maksimium dengan input yang tertentu atau penggunaan input yang terendah untuk mencapai output tertentu dan efisiensi merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan.

Dalam penentuan standar pelayanan minimum sebagai feed-back pelayanan kepada masyarakat maka organisasi sektor publik harus memperhatikan stakeholder sebagai orang yang berkentingan dengan keberadaan perusahaan karenanya keterlibatan stakeholder dalam penyusunan tarif dan standar pelayanan minimum sangat urgen seperti, masyarakat umum, akademisi dan para konsultan dan pihak yang consen dalam sektor publik.

Penutup
Pembebanan pelayanan publik merupakan salah satu sumber penerimaan bagi pemerintah selain pajak, penjualan aset milik pemerintah, utang, dan laba BUMN/BUMD. Aturan yang bisa dipakai adalah beban dihitung sebesar total biaya untuk menyediakan pelayanan tersebut. Dalam menentukan harga pelayanan publik juga dianut konsep different cost for purposes yaitu membedakan biaya untuk pelayanan yang berbeda. Masalah lain adalah adanya hidden cost yang menyulitkan dalam mengetahui total biaya. Kesulitan untuk menghitung biaya total adalah karena sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi dan perbedaan jumlah biaya untuk melayani masing-masing orang.(M. Rizal, M.Si dan Armin Rahmansyah Nst adalah peneliti dan konsultan pada Lembaga Kajian Dan Konsultasi Manjemen Otonomi Daerah STIM-Medan/PPS Unimed, dan wartawan Hr. Waspada)

Tulisan ini diambil dari Waspada online, 05 Aug 04 07:35 WIB

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan