Mendagri Minta KPK Fokus ke Soal Korupsi Puteh [15/07/04]

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Hari Sabarno meminta Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memfokuskan penyelesaian kasus Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Abdullah Puteh pada persoalan korupsi, bukan pada penonaktifan.

''Kok sekarang orang malah ribut soal nonaktif. Yang penting kan kasus korupsinya tuntas. Kan ada pejabat negara yang selama menjalani proses hukum tidak nonaktif, tetapi penyelesaian hukumnya bisa tuntas,'' kata Hari usai rapat kerja dengan Komisi II DPR di Jakarta, kemarin.

Mendagri mencontohkan kasus Ketua DPR RI Akbar Tanjung saat menjalani proses hukum dalam kasus dana Bulog beberapa waktu lalu. Waktu itu, selama menjalani pemeriksaan sampai keluar putusan Mahkamah Agung, Akbar tidak nonaktif dan tetap menjalankan tugas-tugasnya sebagai Ketua DPR RI. Dan, nonaktif itu kan tidak ada di undang-undang, jelas Mendagri.

Selain itu, tambahnya, nonaktif atau tidak seorang kepala daerah, secara hukum tidak menghambat jalannya pemerintahan. ''Seseorang dalam posisi aktif atau tidak aktif tidak menghambat jalannya pemerintahan secara hukum,'' tuturnya.

Ditanya mengenai tanggapan pemerintah pusat atas surat Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi--biasa disingkat KPK--kepada Presiden Megawati Soekarnoputri untuk menonaktifkan Puteh, Mendagri mengatakan hal itu masih menunggu pertemuan antara Presiden dan KPK. Namun, Hari mengaku tidak mengetahui apa yang akan disampaikan Presiden dalam rencana pertemuannya dengan KPK tersebut.

Apakah ada kemungkinan Puteh dinonaktifkan?' tanya Media.

Kemungkinan itu tetap ada, karena itu hak prerogatif Presiden, jawabnya.

Puteh bungkam
Puteh kemarin diperiksa sekitar sembilan jam, mulai pukul 09.00 WIB, di kantor KPK, Jakarta. Bahkan, Puteh telah tiba di kantor KPK sejak sekitar pukul 05.30 WIB.

Puteh keluar dari gedung KPK pukul 20.55 dengan pengawalan ketat ajudan. Namun, wartawan yang telah menunggu sejak pagi gagal mendapatkan keterangan apa pun dari Gubernur Puteh. Puteh sama sekali tidak mau menjawab pertanyaan. Begitu turun dari tangga menuju pintu utama gedung KPK, wartawan mengerubunginya hingga dia masuk ke mobil Kijang LGX bernomor B 2759 KQ berwarna abu-abu. Aksi dorong-mendorong sempat terjadi antara puluhan wartawan dan ajudan Puteh.

Ini adalah pemeriksaan pertama setelah dia ditetapkan sebagai tersangka. Sebelumnya, dua kali Puteh mangkir dari panggilan KPK untuk diperiksa, yaitu pada 6 Juli dan 9 Juli.

Puteh telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi dalam kasus pembelian helikopter Mi-2 buatan Rusia oleh Pemprov Aceh senilai Rp12 miliar.

Wakil Ketua KPK Erry Riana Hardjapamekas, saat dihubungi Media usai pemeriksaan, mengatakan sebenarnya KPK akan melakukan pemeriksaan maraton atas Gubernur Aceh itu. Namun, Puteh meminta izin agar pemeriksaan dihentikan karena terlalu lelah. Pemeriksaan kemudian dihentikan pada pukul 18.30. Dan, besok (hari ini, Red) pemeriksaan akan dilanjutkan kembali, mulai pukul 09.00, ujar Erry Riana.

Menurut Erry, Puteh cukup kooperatif selama pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan oleh tiga penyidik KPK di bawah pimpinan Kombes Jaswardana dan berjalan lancar. Pertanyaannya seputar klarifikasi terhadap yang bersangkutan, kata Erry.

Puteh didampingi pengacarnya, OC Kaligis dan tiga orang staf dari kantor pengacara Otto Cornelis Kaligis Associates and Advocate.

Bantah 'mark up'
Sementara itu, Presiden Direktur PT Putra Pobiagan Mandiri, Bram Manoppo, sebagai agen tunggal penjualan helikopter Mi-2 buatan Rusia itu membantah terjadi penggelembungan harga (mark up) dalam pembelian pesawat itu oleh Pemprov Aceh.

Tak ada penggelembungan. Saya agen tunggal PT Rostok yang menjual pesawat tersebut, kata Bram kepada pers usai diperiksa oleh KPK sebagai saksi, kemarin.

Menurut Bram, sebagai agen tunggal yang ditunjuk pemerintah Rusia, ia tidak akan main-main dalam penjualan helikopter Mi-2 tersebut.

Sementara itu, mengenai dugaan terjadinya selisih harga yang sangat besar dibanding pembelian yang sama oleh TNI-AL, Bram mengatakan hal itu tak bisa dibandingkan.

Anda harus lihat Mi-2 yang dibeli TNI-AL dan yang dibeli Pemprov Aceh, kata Bram, yang mengaku mendapat keuntungan sekitar 10-15% dalam bisnis itu.

Menurutnya, helikopter yang dibeli TNI-AL merupakan pesawat standar, sedang Mi-2 yang dibeli Aceh sudah dimodifikasi dengan penambahan beberapa fasilitas sebagai pesawat VIP, tahan peluru, dan sebagainya. (Hil/Opi/X-7)

Sumber: Media Indonesia, 15 Juli 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan