Mencegah Korupsi Kehutanan

Sumber: Greenpeace
Sumber: Greenpeace

Empat tahun lalu, 12 kementerian dan lembaga menandatangani nota kesepakatan bersama yang menjadi embrio lahirnya Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA). Ini fondasi bagi upaya pencegahan korupsi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di sektor sumber daya alam.

Gerakan ini lahir dari kegelisahan atas maraknya kasus korupsi di sektor kehutanan yang melibatkan anggota DPR, kepala daerah, dan pengusaha. KPK melakukan kajian sistem pengelolaan dan menemukan banyak masalah yang membuka peluang terjadinya korupsi. Di antara masalah itu adalah sistem administrasi tata kelola yang "abu-abu" dengan akuntabilitas rendah, regulasi dibangun tanpa definisi dan acuan pelaksanaan yang jelas dan terukur, serta pelaksana regulasi tak memiliki kapasitas dan kapabilitas dan tersandera oleh kepentingan pelaku usaha.

Sistem tersebut berhadapan dengan mekanisme pasar. Komoditas yang memiliki nilai tambah ekonomi dikendalikan oleh sistem yang rawan korupsi. Walhasil, terjadi transaksi tukar-menukar kewenangan antara pembuat dan pelaksana regulasi dengan pelaku usaha. Perburuan rente pun marak.

Berbagai masalah ini mendorong KPK untuk menyelesaikan sekelumit masalah pengelolaan sumber daya alam. Fungsi pencegahan perlu diaktifkan bukan hanya untuk memitigasi terjadinya korupsi, tapi juga membenahi sistem. Intensitas pengkajian sistem pengelolaan terus dilakukan, tak hanya di sektor kehutanan, tapi juga di sektor lain, seperti pertambangan, perkebunan, dan kelautan.

Dari pengkajian inilah keluar nota kesepakatan bersama pada 2015. Yang turut menandatangani bertambah, dari 12 lembaga menjadi 27 lembaga dan 34 pemerintah provinsi.

Sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam undang-undang, KPK memberikan rekomendasi perbaikan terhadap sistem pengelolaan, yang selanjutnya dijalankan oleh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Setiap pelaksanaan rekomendasi dilakukan koordinasi serta supervisi, dan pencapaiannya dilaporkan secara berkala.

Ada delapan kegiatan yang telah dijalankan untuk membenahi pengelolaan sumber daya alam. Di antaranya penataan sistem perizinan, penyelesaian hak masyarakat dalam kawasan hutan, pelaksanaan kebijakan satu peta, peningkatan penerimaan negara, serta pengelolaan usaha pertambangan dan ketahanan energi.

Banyak hasil yang sudah dicapai. Salah satu yang paling terukur adalah aspek penerimaan negara. Dari kegiatan pencegahan, KPK mampu meningkatkan penerimaan negara. Dari laporan realisasi penerimaan negara di sektor kehutanan yang dilansir Kementerian Keuangan, terjadi penambahan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 1,93 triliun serta penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar Rp 740 miliar selama 2013-2016. Pada periode yang sama, di sektor pertambangan terjadi peningkatan PNBP sebesar Rp 7,87 triliun dan penerimaan PBB sebesar Rp 1,68 triliun.

Capaian ini tentu melalui proses yang panjang, dari penataan perizinan, audit kepatuhan pelaku usaha, integrasi sistem, penyederhanaan dan harmonisasi regulasi, hingga penguatan kelembagaan. Keterlibatan banyak pihak juga menjadi kunci keberhasilan.

Selama saya mengikuti proses GNPSDA, ada beberapa keterbatasan upaya pencegahan. Kewenangan KPK sebatas melakukan pengkajian, memberikan rekomendasi, serta melakukan koordinasi dan supervisi. Namun pelaksanaan perbaikan ada di tangan pemerintah.

Sering kali upaya pencegahan dalam perbaikan sistem mandek karena persoalan birokrasi. Salah satunya perubahan formasi birokrasi yang sering dilakukan dan sulit diprediksi. Kebanyakan hal ini terjadi karena aspek politik di sistem birokrasi itu sendiri.

Selain itu, komitmen jangka panjang dalam melaksanakan perbaikan rendah. Sistem yang sudah dibangun dengan baik sering tak dijalankan ketika proses koordinasi dan supervisi selesai dilakukan oleh KPK. Pada tahap tersebut, bisa jadi pencegahan akan berubah menjadi penindakan.

Wiko Saputra, Pegiat Anti-Korupsi Auriga Nusantara

-------------------

Versi cetak artikel ini terbit di harian Tempo edisi 7 November 2017, dengan judul "Seleksi Hakim dan Masa Depan MA"

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan