Memulangkan Koruptor di LN
Kapolri Jenderal Polisi Sutanto kemarin menegaskan bahwa salah seorang di antara 17 koruptor yang melarikan diri ke luar negeri (LN) akan pulang -dan tentu saja menyerahkan diri ke polisi.
Siapa koruptor yang dimaksud? Sutanto tidak menyebut namanya. Tetapi, di antara 17 koruptor itu ada nama-nama cukup beken seperti Sudjono Timan (korupsi BPI), Irawan Salim (Bank Global), dan Edy Tanzil (Golden Key).
Siapa pun koruptor yang hendak pulang patut kita apresiasi positif. Bahkan, barangkali, kita patut respek meskipun dia pelaku tindak pidana korupsi.
Mengapa kita patut respek? Sebab, dia mau bertanggung jawab. Lagi pula, jika dia masih berstatus sebagai warga negara Indonesia (WNI) seharusnya mau mematuhi hukum Indonesia. Karena itu, dia harus mau dihukum di negaranya sendiri.
Bukankah sebelum terlibat tindak pidana korupsi, dia adalah pengusaha yang mendapatkan fasilitas dari pemerintah? Membayar pajak kepada negara, bahkan sebagian uang yang dikorupsi itu adalah uang yang berasal dari rakyat Indonesia, terutama kalau sumber dana yang dikorupsi berasal dari bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Melarikan diri pastilah tidak selalu nyaman, aman, dan tenang. Ketika jajaran kepolisian RI bekerja sama dengan polisi internasional (interpol), serta kepolisian setempat di negara tempat melarikan diri untuk menangkap koruptor itu, pastilah mereka tidak tenang.
Bahkan, anggota keluarga yang berada di Indonesia juga senantiasa dibayangi perasaan tidak aman, karena tiap saat dipantau dan diawasi aparat keamanan. Jadi, pulang dan menyerahkan merupakan pilihan yang tepat.
Tetapi langkah kepolisian serta tim pemberantasan tindak pidana korupsi (timtastipikor) untuk terus memburu koruptor di LN juga patut diapresiasi. Para koruptor yang kabur memang harus dikejar ke mana pun mereka lari. Dan, di negara mana pun para koruptor menetap mereka harus terus diburu dan dibawa pulang ke Indonesia.
Keberhasilan menangkap dan memulang terpidana korupsi David Nusa Wijaya pekan lalu setelah yang bersangkutan menetap di Amerika haruslah dijadikan pelajaran dan dijadikan preseden yang baik.
Artinya, jika aparat keamanan mau bekerja keras dan bekerja dengan kepolisian di negara tempat koruptor menetap, ternyata ada hasilnya. Koruptor yang lari bisa ditangkap dan bisa dipulangkan ke Indonesia.
Pengalaman menangkap dan memulangkan David Nusa Wijaya harus dijadikan pendorong semangat dan optimisme bahwa 17 koruptor yang lari ke LN akan bisa ditangkap dan dipulangkan.
Apalagi pemberantasan korupsi saat ini terus gencar dilakukan sebagai bagian dari agenda politik untuk membangun Indonesia sebagai negara yang bersih dan bebas korupsi.
Karena itu, sekuat apa pun kemampuan para koruptor itu untuk bersembunyi di negara lain harus bisa dihadapi aparat penegak hukum di Indonesia. Mereka harus terus dikejar sampai kapan pun. Mereka adalah pelaku tindak pidana yang harus ditangkap dan dihukum.
Tulisan ini merupakan tajuk rencana Jawa Pos, 24 Januari 2006