Memerangi Korupsi Dengan Langkah Sia-sia
Kosakata korupsi dalam kamus Oxford, Inggris bila kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah perbuatan jahat, perbuatan busuk, perusak moral, penyuap negara dan pejabat negara yang menerima suap, dan penular kebusukan. Bergandengan dengan itu adalah collusion (kolusi) yang artinya adalah persekongkolan jahat terutama suatu kongkalikong antara pejabat negara atau pejabat perusahaan negara dengan pihak lainnya untuk menciptakan peraturan atau ketentuan dan undang-undang yang memberi ruang berlangsungnya kejahatan.
Berkaitan dengan perbuatan korupsi dan kolusi yang berlangsung di Indonesia, terutama dalam penetapan kosakata dalam undang-undang dan kaitannya, maka kosakata yang seharusnya adalah undang-undang pemberantasan maling dan atau pencurian terhadap uang dan harta seluruh rakyat yang dikelola oleh administrasi negara. Dan kepada para pelaku perbuatan tersebut lebih baik diberi predikat maling, garong, pencopet dan penyamun. Dengan memakai kosakata yang jelas dan tegas maka akan terbangun suatu perang psikologis di mana rakyat banyak tahu bahwa koruptor itu adalah maling, garong, pencopet dan penyamun.
Korupsi Ada Di Mana-mana
Sebagaimana halnya perselingkuhan dan pelacuran yang terjadi di mana-mana dan dalam sistem yang bagaimanapun, demikian juga perbuatan korupsi dan kolusi terjadi di mana-mana termasuk di negara yang menganut paham komunis dan di kalangan kelompok agama. Kendati diberantas dengan sangat kejam, kelihatannya yang dapat dilakukan hanyalah tindakan untuk menekan perbuatan korupsi dan kolusi.
Salah satu negara yang sangat keras memberantas korupsi adalah negara Tiongkok di mana para koruptor selalu dihukum mati. Kendati demikian kerasnya hukuman yang dijatuhkan, bahwa perbuatan korupsi di Tiongkok sampai saat ini terus-menerus berlangsung. Justru oleh karena struktur kebijakan politik, ekonomi, moneter, diplomasi, pertahanan, pendidikan, teknologi dan sistem hukum yang berlangsung di Tiongkok memang bergerak membangun kekuatan rakyat Tiongkok, maka perbuatan korupsi dapat tertekan sangat signifikan dan dapat terdeteksi dengan mudah.
Pada sistem yang berseberangan yaitu di negeri kapitalisme modern yaitu Amerika Serikat bahwa perbuatan korupsi berlangsung dengan sangat mudah karena pelakunya adalah pejabat negara. Sebagaimana telah selalu saya kemukakan bahwa kampanye berlebihan tentang terorisme serta penyerbuan militer besar-besaran yang digelar oleh Bush adalah suatu perbuatan korupsi besar-besaran serta persekongkolan jahat yang telah merugikan rakyat Amerika Serikat. Saat ini telah mulai muncul tuntutan lebih keras untuk memecat Bush karena apa yang dilakukannya terhadap rakyat Amerika Serikat adalah suatu penipuan dan kelicikan besar.
Korupsi Di Indonesia
Sebagaimana saya utarakan di muka bahwa kolusi itu jauh lebih berbahaya dan mencakup skala yang sangat luas ketimbang korupsi, akan tetapi korupsi selalu sejalan dengan kolusi. Dapat dikemukakan bahwa kolusi dan korupsi adalah bagaikan parent-child atau orang tua (ibu, bapak) dengan anaknya. Hal ini perlu dipahami agar upaya pemberantasan korupsi atau pemalingan, penggarongan dan pencopetan uang dan harta rakyat yang dikelola oleh administrasi negara (pemerintah) dapat ditangani dengan benar dan dapat ditekan sampai keanasir yang terkecil.
Sebelum saya mencermati tentang kolusi yang telah berlangsung berpuluh-puluh tahun di negeri Indonesia, saya mengutarakan dahulu tentang mulai maraknya perbuatan korupsi di Indonesia. Kejadian maraknya adalah sejak administrasi negara ditangani oleh elite-elite puncak Indonesia pada tahun 1950-an. Indonesia pada waktu itu telah mulai menyelenggarakan suatu kekeliruan besar yaitu dengan berlakunya free fight liberalism atau demokrasi liberal model Eropa Barat dan Amerika Serikat. Ketika Indonesia meng-copy saja dengan langsung sistem demokrasi model Eropa Barat dan Amerika Serikat dalam kondisi bangsa Indonesia yang belum memiliki kekuatan inti partai politik yang dominan sebagaimana halnya di Eropa Barat dan Amerika Serikat, maka yang terjadi adalah maraknya kekuatan-kekuatan politik praktis yang tidak berkar dan hanya bergerak saling mematikan. Imbasnya adalah partai-partai politik yang membangun kekuatan keuangan yang bergerak top down (dari atas ke bawah), dan satu-satunya jalan termudah untuk membangun kekuatan yang demikian itu adalah dengan perbuatan korupsi. Perbuatan korupsi dan proses yang demikian ini menular sangat cepat ke setiap sektor dan tingkat administrasi negara.
Ketika pemilihan umum tahun 1955 berhasil dengan aman dan lancar di mana pemenang-pemenangnya adalah Partai Nasional Indonesia, Majelis Syura Muslimin Indonesia, Nahdlatul Ulama, dan Partai Komunis Indonesia, justru yang terjadi adalah suatu perpecahan yang sangat serius antara keempat partai politik tersebut yang menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi dan kecenderungan kekosongan administrasi negara. Kondisi tersebut semakin memicu terjadinya korupsi dan korupsi itu sendiri telah dipergunakan oleh para elite politik Indonesia menjadi senjata saling menjatuhkan dan saling menghujat. Dan yang terjadi adalah gagalnya hak-hak absolut seluruh person rakyat Indonesia diwujudkan. Kondisi ini telah memberi jalan kepada Soekarno untuk mengambil alih administrasi negara menyeluruh.
Oleh karena kegagalan menegakkan hak-hak absolut seluruh rakyat dan oleh karena perekonomian yang runtuh dan maraknya kelaparan, maka administrasi Soekarno juga runtuh dan ditampung oleh administrasi Soeharto. Yang terjadi dalam masa administrasi Soeharto adalah dilegalkannya perbuatan korupsi dan siapapun elite Indonesia bila tidak melakukan korupsi maka akan tersingkir dari permainan. Administrasi Soeharto telah sedemikian rupa menjadikan korupsi itu menjadi sistem yang baku.
Ketika terjadi reformasi (bukan reformasi dalam arti kata sebenarnya) dan administrasi negara ditangani oleh BJ. Habibie, Gus Dur dan Megawati, korupsi yang telah menjadi sistem tidak pernah berakhir dan malah bergerak semakin luas. Justru reformasi yang terjadi hanyalah sekadar menjatuhkan korni Soeharto dari administrasi negara tanpa sedikitpun mereformasi kekuatan perekonomian yang dikuasai kroni Soeharto. Yang sangat parah adalah timbulnya Soeharto kecil di mana-mana dengan adanya reformasi dan otonomi daerah versi Ryaas Rasyid.
Akar Kolusi Dan Korupsi
Sebagaimana saya kemukakan di depan bahwa malapekata besar bila korupsi berakar kepada kolusi yang direkayasa dengan sangat cantik oleh orang-orang yang sangat berbahaya berada di sekeliling Soeharto. Salah satu hal penting yang harus dicermati adalah di mana penggelembungan perekonomian yang melahirkan para konglomerat busuk atau kapitalis gadungan serta birokrat puncak yang membangun kekayaan yang spektakuler adalah suatu persekongkolan jahat (kolusi) yang melibatkan kekuatan-kekuatan global yang berpusat di Amerika Serikat, Kanada, Jepang, dan Eropa Barat. Inilah pola Widjojonomics, yang sampai saat ini tetap berlangsung.
Persekongkolan jahat tersebut yang menjadi induk dan akar dari korupsi yang merajalela di Indonesia telah sedemikian rupa sistematis dan dominan. Dan oleh karena itu satu-satunya jalan (the only one way) untuk memberantas korupsi di Indonesia adalah dengan mengenal kondisi dimaksud serta berhasil menciptakan satu sistem yang bergerak mematikan sistem persekongkolan dimaksud, jadi tidak semata-mata menangkap tersangka koruptor.
Akan tetapi sungguh tidak tepat bila kita hanya melihat akar dari korupsi Indonesia pada proses persekongkolan jahat dimaksud. Akar yang lebih kukuh adalah kesalahan fatal yang menjebak para elite puncak administrasi negara Indonesia yaitu paradigma atau pola pembangunan politik, ekonomi, sosial, pendidikan, pertahanan, dan kaitannya menyeluruh yang tidak pernah mengacu kepada geopolitik, geo-ekonomi, geography, ekosistem dan keuntungan bagian terbanyak rakyat Indonesia. Pada awal pengakuan kedaulatan para elite puncak Indonesia dijebak oleh teori sosialisme-komunisme (kanan, tengah dan kiri) yang kemudian bergerak ekstrim ke pola kapitalisme, liberalisme dan makro ekonomi neo kelasik pada masa administrasi Soeharto. Para elite puncak administrasi negara Indonesia tidak pernah melakukan perubahan apapun dan hak-hak absolut seluruh rakyat yang merdeka tidak pernah terwujud. Justru yang terjadi mulai dari tahun 1950 sampai masa administrasi Megawati, adalah suatu pelanggengan penjajahan bentuk baru terhadap putra-putri Indonesia.
Model pelanggengan penjajahan inilah yang menjadi akar dari akar utama kolusi dan korupsi. Tanpa mengenal kedua bentuk tersebut dan mencabut akarnya dengan satu terobosan politik, ekonomi, sosial dengan cara-cara 100 persen damai dan penuh kaidah intelektualisme dan bergerak merujuk total kepada UUD 1945 serta Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, maka pemberantasan korupsi akan sia-sia saja kendati kita berteriak mengguntur dan kendati terjadi penyidikan terhadap sebagian kecil tersangka pelaku tindak pidana korupsi. Tanpa melepaskan diri dari pola sosialisme, komunisme model Eropa dan makro ekonomi neoklasik, model Amerika Serikat, mustahil Indonesia dapat memberantas korupsi.(Fajar As, Pengamat Politik Dan Ekonomi Internasional)
Tulisan ini diambil dari WASPADA Online, 24 Feb 04 08:49 WIB