Membongkar Mafia atau Cuma Menangkap Calo?

Petugas satpam meminta mereka turun sambil menjelaskan bahwa hakim atau pegawai MA dilarang bertemu dengan pihak berperkara. Pencari keadilan lain tampak banyak menunggu di lobi, sibuk membuka Simari (sistem informasi MA) yang sebenarnya belum berfungsi.

Gedung Mahkamah Agung sepekan ini sangat sunyi. Pascapenangkapan lima pegawai MA yang dituduh terlibat suap dalam perkara Probosutedjo, suasana Gedung MA ini sangat lengang, kontras dibandingkan dengan biasanya.

Seorang perempuan dan laki- laki yang tampak tengah naik ke lantai 2, tempat para hakim agung berkantor, ditegur petugas keamanan MA yang berkeliling. Rupanya kedua orang itu sedang mencari ruangan hakim agung untuk menanyakan perkara.

Petugas satpam meminta mereka turun sambil menjelaskan bahwa hakim atau pegawai MA dilarang bertemu dengan pihak berperkara. Pencari keadilan lain tampak banyak menunggu di lobi, sibuk membuka Simari (sistem informasi MA) yang sebenarnya belum berfungsi.

Padahal, sebelum penangkapan pegawai MA itu, Gedung MA ibarat pasar. Jangankan pegawai, pencari keadilan atau pengacara bisa dengan mudah keluar masuk ruang hakim agung.

Akan tetapi, kini petinggi MA terlihat peduli aturan dan disiplin. Lima pegawai MA yang ditangkap KPK karena terlibat suap 400.000 dollar AS dan Rp 800 juta dipecat sudah.

Kini para pegawai harus datang tepat pukul 08.00 dan dilarang berkeliaran selama jam kerja. Pengawasan fisik diperketat di pelataran parkir, wartel, sampai kantin. Alasannya, di tiga titik itulah transaksi perkara diduga banyak terjadi. Ketua Muda Pengawasan MA Gunanto Suryono bahkan menyatakan semua satpam MA bakal diganti.

Tidak jelas, seberapa efektif ketegasan yang parsial itu menghentikan praktik mafia peradilan. Tak jelas juga apakah kasus itu menjadi momentum untuk membongkar mafia peradilan.

Apalagi pagi-pagi pimpinan MA sudah menyatakan kelima pegawai yang ditangkap KPK itu berniat membuat putusan fiktif.

Jadi, yang salah cuma para pegawai MA. Harini Wijoso, pengacara Probosutedjo yang ditangkap KPK, juga menyatakan bahwa inisiatif suap datang dari Pono Waluyo, anggota staf bagian kendaraan MA. Pono-lah yang meminta uang kepada Probosutedjo. Tak jelas berapa yang diminta, tapi ada 500.000 dollar AS yang diplot untuk Ketua MA.

Artinya, tidak ada tokoh mafia, mafioso, atau aktor intelektual yang terlibat. Ini cuma permainan para pegawai.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan