Membangun NAD Tanpa Korupsi

Terminologi korupsi menurut Hart (2001) mengacu pada penggunaan kepemilikan publik untuk keuntungan pribadi dalam cara-cara yang bertentangan dengan peraturan (hukum) yang ada. Secara global, perilaku korup ada di mana-mana di seantero dunia dengan tingkatan yang berbeda.

Dalam Teori Ekonomi Pembangunan, isu korupsi sering dibicarakan sebagai salah satu penghambat dalam proses pembangunan negara-negara berkembang. Bukannya korupsi tidak terjadi di negara-negara maju, namun intensitasnya di negara-negara berkembang lebih besar. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga tidak terlepas dari masalah ini.
Menurut Hart (2001) yang juga pengamat dari National University of Singapore (NUS), pemberantasan korupsi telah dijadikan sebagai komponen utama dari program reformasi di Indonesia sejak Mei 1998. Sebuah agenda anti korupsi telah diterima secara retorika oleh Mantan Presiden B.J. Habibie dan Abdurrahman Wahid untuk alasan-alasan ekonomi dan politis.

Dari sudut pandang ekonomi, reformasi ini didorong oleh pandangan bahwa biaya korupsi cukup signifikan. Berdasarkan analisis statistik antar negara (Cross-National Statistical Analysis), menurut Mauro dan Wei dalam Hart (2001), korupsi bisa mengurangi investasi dan pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Upaya pemberantasan korupsi terus ditingkatkan Pemerintahan yang baru di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Banyak kemajuan yang dicapai dalam upaya membasmi praktek korupsi di negeri ini. Korupsi secara ekonomi akan lebih berbahaya dalam sistem desentralisasi dimana ada difusi kewenangan ketimbang dalam sistem sentralisasi. Kondisi ini bisa menjelaskan mengapa pada Era Orde Baru, meskipun dengan tingkat korupsi yang relatif tinggi, namun Indonesia memiliki pertumbuhan pendapatan per kapita yang mengembirakan (McLeod, 2000).

Keinginan untuk menekan tingkat korupsi di Indonesia juga datang dari negara-negara donor dan lembaga dunia lainnya seperti World Bank dan International Monetary Fund (IMF). Secara khusus World Bank dan IMF telah memasukkan kriteria pemerintahan yang bersih (good governance) dalam bantuan-bantuan program. Niat baik ini tentunya sangat mendukung upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dalam rangka menciptakan iklim investasi yang baik dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Isu korupsi telah menjadi pembicaraan hangat di berbagai media massa baik skala nasional maupun daerah. Di daerah NAD isu ini juga sering menghiasi berita-berita yang ada. Ada satu hal yang menjadikan perhatian serius penulis dalam masalah korupsi ini, yaitu keberadaan Aceh sebagai Daerah Syariat Islam. Korupsi adalah salah satu bentuk perbuatan dosa. Menghindari perilaku korup adalah kewajiban bagi semua Umat Islam. Pelaksanaan Syariat Islam tidak hanya diwujudkan dalam penulisan huruf Arab-Melayu pada berbagai tempat/ kantor, pemberantasan judi dan perzinaan, tetapi juga pembersihan jiwa dari perilaku korup.

Dana desentralisasi yang begitu banyaknya dimiliki Aceh apakah sudah sepenuhnya digunakan dengan baik untuk mensejahterakan rakyat. Berapa banyak dana pendidikan yang kita miliki, namun pada ujian akhir kita lihat berapa banyak pula siswa kita yang tidak lulus Ujian Akhir Nasional (UAN). Ini menjadi indikator bahwa dana tersebut belum menyentuh pada pencapaian tujuan (objective). Setelah Tsunami sempat terdengar berita ada dana pendidikan yang

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan