Mei Hwa Foundation Bantu 513 Daerah
The International Mei Hwa Foundation, lembaga donor dunia yang berkedudukan di Kopenhagen, Denmark, memberikan bantuan dana pendampingan untuk 513 kabupaten dan kota di Indonesia.
The International Mei Hwa Foundation, lembaga donor dunia yang berkedudukan di Kopenhagen, Denmark, memberikan bantuan dana pendampingan untuk 513 kabupaten dan kota di Indonesia. Nilai bantuan sebesar Rp 26,74 triliun untuk 15 tahun ini akan dimanfaatkan bagi pembangunan infrastruktur, pendidikan, pemberdayaan ekonomi, kesejahteraan rakyat, listrik, air bersih, serta perbaikan gizi anak dan balita.
Tahap pertama, Mei Hwa telah menandatangani nota kesepahaman dengan 23 bupati dan wali kota. Dana bantuan akan segera cair pada 2006, kata Susi Katipana-Dauselt, Konsultan PT Prana Adi Sakti Utama, perwakilan Mei Hwa Foundation Indonesia, di hadapan para bupati dan wali kota penerima bantuan di Kupang, Nusa Tenggara Timur, kemarin.
Menurut Direktur Wowen in Transitional Foundation itu, masing-masing kabupaten dan kota akan menerima dana Rp 1-2 triliun. Sebanyak 70 persen dari dana ini untuk pembangunan infrastruktur dan investasi, sisanya untuk pemberdayaan masyarakat. Mekanisme bantuan, Katipana menjelaskan, sangat sederhana. Setiap bupati, wali kota, atau gubernur cukup mengajukan surat permohonan dengan melampirkan prediksi rencana anggaran pendapatan belanja daerah (RAPBD) lima tahun ke depan, neraca kas daerah tiga tahun terakhir, daftar aset pemerintah daerah, dan struktur organisasi pemda.
Katipana menambahkan, dari 23 daerah penerima bantuan tahap pertama, 13 di antaranya ada di Nusa Tenggara Timur. Daerah-daerah itu di antaranya Ende, Kota Kupang, Timor Tengah Selatan, Alor, Kupang, Belu, Lembata, Rote Ndao, Sikka, Timor Tengah Utara, Sumba Barat, Flores Timur, dan Manggarai Barat.
Bupati Flores Timur Simon Hayon merespons positif niat baik Mei Hwa itu. Mekanisme permohonan yang sederhana, katanya, sangat membantu daerah mengembangkan kesejahteraan masyarakat karena selama ini pemerintah pusat selalu menjadikan daerah sebagai budak dan pengemis. Kalau kami butuh dana alokasi umum atau dana alokasi khusus, kami harus mengemis dulu di Jakarta, katanya. JEMS DE FORTUNA
Sumber: Koran Tempo, 29 November 2005