Mega Tak Langsung Pecat Puteh[13/07/04]

Presiden Megawati Soekarnoputri tidak langsung mengabulkan permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menonaktifkan Gubernur Aceh Abdullah Puteh. Sebaliknya, Megawati terkesan mengulur-ulur pencopotan Puteh.

Putri Bung Karno ini beralasan akan terlebih dahulu memanggil Ketua KPK Taufiqurrachman Ruki untuk meminta penjelasan lebih rinci soal usul pencopotan Puteh. Saya akan bertemu dulu dengan ketua KPK, kata Megawati saat dicegat wartawan di depan kantor Mega Center, Jl Teuku Umar, Jakarta, kemarin.

Hanya, dia tidak mau mengungkapkan kapan pertemuannya dengan Taufiqurrahman itu. Saya tak tahu kapan, sambungnya. Pertemuan dengan ketua KPK, lanjut Mega, untuk membahas lebih detail soal kaidah hukum yang melatarbelakangi usul penonaktifan gubernur Aceh itu.

Yang jelas, menurut istri Taufiq Kiemas ini, jika melihat rambu perundangan yang ada, sebenarnya istilah penonaktifan itu tidak ada. Yang ada, sebenarnya, seorang kepala daerah itu diangkat atau diberhentikan. Istilah nonaktif tidak ada di dalam perundangan. Maka jangan diplintir, pinta Mega yang disambut tawa para wartawan.

Sesungguhnya, istilah menonaktifkan Puteh ini pernah diungkapkan Mega ketika menjawab pertanyaan panelis saat debat capres beberapa waktu lalu. Saat itu Mega berjanji menonaktifkan Puteh jika memang terbukti korupsi. Tapi, entah mengapa, kini Mega seperti lupa dengan janjinya sendiri.

Seperti diketahui, Jumat lalu (9/7), KPK mengirim surat permintaan kepada Presiden Megawati untuk memberhentikan sementara Puteh dari jabatannya sebagai gubernur Aceh. KPK terpaksa melaksanakan kewenangan sesuai pasal 12 ayat (1) huruf (e) UU Nomor 30/2002 setelah Puteh dianggap tidak kooperatif menjalani pemeriksaan sebagai tersangka dalam skandal pengadaan korupsi helikopter MI-2 senilai Rp 12,5 miliar.

Sementara itu, KPK hingga kemarin petang belum menerima surat undangan presiden untuk membahas penanganan perkara Puteh, termasuk permintaan pemberhentian sementaranya. Kami belum menerima surat (undangan presiden) tersebut, jelas Erry Riyana Hardjapamekas, wakil ketua KPK, kepada koran ini kemarin. KPK siap menghadiri pertemuan dengan presiden jika hal tersebut untuk kepentingan penegakan hukum, khususnya perkara korupsi.

Secara terpisah, Mendagri Hari Sabarno menegaskan, kepastian pemberhentian sementara Puteh sepenuhnya wewenang presiden. Sebab itu, pihaknya hingga kemarin masih menunggu sikap presiden lewat penerbitan keppres.

Kalau memang sudah diganti, tentu ada keppresnya. Nah, sekarang saya mau tanya berapa nomor dan tanggal penerbitan keppres tersebut. Selama belum ada keppres, saya tidak dapat berkomentar, jelas Hari kepada wartawan seusai menghadiri rapat koordinasi bidang kesejahteraan rakyat (kesra) di kantor Menko Kesra, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, kemarin.

Menurut Hari, jika nanti Puteh diberhentikan sementara, tugas pemerintahan sehari-hari diserahkan kepada wakil gubernur. Wakil gubernur itu bakal bertanggung jawab kepada presiden lewat Mendagri, jelas Mendagri merangkap Menko Polkam Ad Interim itu. Soal siapa pejabat yang menggantikan Puteh selaku Panguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD), Hari juga tidak mau berkomentar. Ini karena kewenangan pergantian jabatan PDSD merupakan hak prerogatif presiden selaku Penguasa Darurat Sipil Pusat (PDSP).

Hari Ini Puteh Diperiksa
Hari ini merupakan batas waktu terakhir bagi Puteh untuk datang dan memenuhi panggilan tim penyidik KPK. Jika hingga pukul 17.30 Puteh tidak menampakkan batang hidungnya di depan tim penyidik, KPK memastikan bakal memerintahkan polisi untuk menangkap Puteh sekaligus menghadirkannya di depan penyidik.

Sikap Puteh sendiri mulai melunak. Lewat pengacaranya, O.C. Kaligis, Puteh memastikan akan menghadiri pemeriksaan hari ini pukul 08.00. Tadi malam, Puteh sudah terbang dari Medan ke Jakarta untuk bersiap memenuhi panggilan KPK.

Menurut Kaligis, kliennya menghadiri pemanggilan tim penyidik setelah menganggap KPK sudah melakukan pemanggilan seperti yang diatur dalam KUHAP. Panggilan resmi dari KPK baru diterima klien kami pada Sabtu lalu (10/7) lewat kurir. Pimpinan KPK sudah memenuhi ketentuan di KUHAP, yakni menandatangani surat panggilan tersebut, jelas Kaligis di Jakarta kemarin.

Ditegaskan, pihaknya sama sekali tidak mempunyai niat sedikit pun untuk mempersulit atau tidak menghormati proses penyidikan KPK. Ketidakhadiran kliennya di KPK disebabkan prosedur pemanggilan KPK selama ini tidak jelas dan tidak mengindahkan hukum acara yang berlaku.

Disinggung soal surat KPK kepada presiden yang meminta Puteh diberhentikan, Kaligis mengatakan, tindakan tersebut sangat tergesa-gesa. Menurut dia, masih terlalu prematur untuk menyatakan pejabat yang bersangkutan telah terbukti bersalah melakukan penyimpangan. Klien kami belum tentu bersalah karena belum ada keputusan hakim berkekuatan tetap, bebernya.

Dari Senayan, Komisi II DPR mendukung penuh langkah-langkah KPK dalam menyelesaikan kasus Puteh. Ketua Komisi II DPR Agustin Teras Narang menegaskan, rencana memanggil paksa Puteh telah sesuai wewenang komisi tersebut. KPK telah bertugas sesuai aturan. Karena itu, dalam soal Puteh, kami mendukung KPK, kata Teras kepada pers di DPR/MPR kemarin.

Menurut Teras, tindakan KPK yang meminta Presiden Mega menonaktifkan Puteh pun telah sesuai ketentuan yang berlaku. Karena itu, dia membantah adanya tekanan pihak tertentu untuk menonaktifkan penguasa darurat militer daerah NAD itu. KPK bersifat independen dan tak terpengaruh pihak lain, kilahnya.

Tindakan tegas KPK terhadap Puteh juga mendapat dukungan YLBHI dan Solidaritas Masyarakat Antikorupsi (Samak). Dua lembaga ini kemarin menggelar jumpa pers di Kantor YLBHI, Jakarta. Mereka mendukung Mega untuk mencopot orang nomor satu di Aceh itu.

Keputusan presiden untuk menonaktifkan Puteh sangat diperlukan karena ini untuk mengembalikan kepercayaan rakyat Aceh terhadap proses hukum di Indonesia, kata Munarman, ketua Dewan Pengurus YLBHI. Jika ini tidak dilakukan, Munarman khawatir rakyat Aceh akan berpikir tak ada gunanya ikut Indonesia yang melegalkan kejahatan. Ini akan melegitimasi Gerakan Aceh Merdeka (GAM), sambungnya.

Selain itu, menurut Munarman, pencopotan tersebut diperlukan untuk menguji komitmen Mega yang selama ini selalu mendengungkan antikorupsi. Perlunya keputusan Mega ini untuk menunjukkan ketegasan dia untuk tidak pilah-pilih dalam hukum, lanjut J. Kamal Farza, koordinator Samak.

Bagaimana andai Mega tak peduli dengan keputusan KPK? Munarman menjelaskan, Itu artinya dia melanggar hukum tata negara di mana presiden harus menjalankan TAP MPR tentang pemerintahan yang bebas KKN.

Dalam kesempatan itu, Kamal juga kembali melansir sejumlah kasus korupsi di Aceh yang sejauh ini mandek. Di antaranya, penyelewengan dana pembangunan (2001) senilai Rp 98,799 miliar, penyelewengan belanja tak terduga (2001) Rp 1,938 miliar, dan kredit ilegal pada anggota DPRD NAD (2002) Rp 4,050 miliar.

Di semua kasus itu Puteh diduga kuat terlibat dan kami punya bukti-buktinya dan terus mengumpulkan bukti yang lain, sambung Kamal. Dia juga mengklaim pihaknya menemukan data tambahan soal kekayaan Puteh lebih dari yang dilaporkannya, Rp 13 miliar. Sedang kami data jumlahnya. Yang pasti, lebih dari jumlah itu. Termasuk sebuah rumah di kawasan Jakarta Selatan, tandasnya. (ssk/agm/nur/naz)

Sumber: Jawa Pos, 13 Juli 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan