Mega Soroti Jual Beli Perkara [18/06/04]

Presiden Megawati Soekarnoputri meminta aparat kejaksaan agar menghilangkan praktik jual beli perkara sebagaimana yang dituduhkan masyarakat selama ini.

''Seluruh warga kejaksaan dari pimpinan tertinggi hingga lapisan paling bawah harus menghilangkan praktik yang dituduhkan bahwa lembaga dan korps kejaksaan adalah tempat memperdagangkan perkara,'' kata Megawati saat membuka rapat kerja teknis kejaksaan se-Indonesia di Istana Negara, Jakarta, kemarin.

Dalam acara yang dihadiri Jaksa Agung MA Rachman, para jaksa agung muda, para direktur, serta kepala kejaksaan tinggi seluruh Indonesia itu, Presiden Megawati meminta pimpinan kejaksaan berani mengambil tindakan tegas untuk membersihkan dirinya dari berbagai perbuatan tercela yang merugikan citra dan nama baik korps kejaksaan.

Presiden dalam kesempatan itu didampingi antara lain Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar, Menko Polkam ad interim Hari Sabarno, dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono.

Presiden mengakui bahwa dalam masa transisi yang ditandai dengan munculnya berbagai aspirasi dan tuntutan akan aneka ragam nilai kehidupan baru, tentunya tidak mudah menjaga kehormatan, martabat, dan jati diri korps.

Tetapi, kata Presiden, itu semua tidak boleh membuat kita cepat menyerah dan pasrah pada keadaan, tetapi sebaliknya harus menjadi dorongan bagi pimpinan dan seluruh jajarannya kejaksaan untuk bertindak lebih jujur dan rendah hati serta mengakui kesalahan yang lalu sebagai kelemahan korps.

''Saya minta kejaksaan dapat secara lebih terbuka dan lebih luas memberitahukan kepada publik, media massa, tentang hasil-hasil kerja selama ini,'' tegas Presiden.

Menurut Presiden, tanpa harus melempar tanggung jawab, kelemahan, dan kekurangan apa pun kepada pihak lain, kejaksaan harus mampu menjelaskan apa saja yang telah dilakukan, hambatan yang dihadapi dalam menjalankan tugas, serta jalan keluar yang sedang diperjuangkan.

Pemisahan kekuasaan

Selain itu, Presiden juga menuturkan sejalan dengan tekad reformasi, pemerintah sekarang tidak hanya berusaha untuk selalu menghindari campur tangan tetapi juga telah memindahkan dan menyerahkan semua penanganan administrasi hakim berikut segala urusan perlengkapan badan-badan peradilan kepada Mahkamah Agung (MA).

''Oleh karena itu, bila akhir-akhir ini masih saja terdengar kritik seakan-akan pemerintah mengabaikan atau tidak peka terhadap pentingnya penegakan hukum dan terwujudnya keadilan, sesungguhnya hal itu tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya,'' kata Megawati.

Megawati mengatakan, belakangan ini banyak yang pura-pura tidak tahu atau memang tidak mau tahu bahwa proses akhir dari penegakan hukum bukan berada di tangan pemerintah tetapi merupakan kewenangan yudikatif.

''Tanggung jawab politik berada di pundak presiden sebagai penyelenggara tertinggi pemerintahan negara, tetapi tanggung jawab hukum berada pada yudikatif sesuai prinsip pemisahan kekuasaan,'' jelas Presiden.

Sementara dalam press release yang dikeluarkan Kejaksaan Agung, kemarin, disebutkan bahwa kejaksaan telah menuntut 434 perkara korupsi pada 2002, 584 perkara pada 2003, dan 180 perkara selama Januari hingga April 2004.

Selanjutnya dari 764 perkara yang ditangani dari 2003 hingga April 2004, baru 207 perkara yang diputus pengadilan dan memiliki kekuatan hukum tetap. Selebihnya 150 perkara masih diperiksa di tingkat banding, 120 di tingkat kasasi, dan 284 perkara diperiksa di tingkat pertama.

Menurut Kapuspenkum Kejagung, Kemas Yahya Rachman, rapat kerja teknis yang menurut rencana akan berlangsung 17 dan 18 Juli itu, antara lain akan mengkaji dan mengevaluasi upaya-upaya yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan kejaksaan ke depan.

Kemas menambahkan, rapat kerja teknis yang dibuka Presiden Megawati itu bertujuan meningkatkan peran kejaksaan dalam memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta membangun semangat kebersamaan dalam rangka mengangkat citra kejaksaan. (Hil/Tia/Ant/P-1)

Sumber: Media Indonesia, 18 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan