Mega Korupsi Pendidikan Di Jakarta

Tak ada yang lebih fantastis daripada kasus dugaan korupsi pengadaan UPS (Uninterruptible Power Supply) Jakarta. Betapa tidak, kerugian negara karena akibat kasus ini ditaksir mencapai Rp 186,4 miliar. Inilah kasus korupsi disektor pendidikan terbesar yang pernah disidik oleh APH (Aparat Penegak Hukum) sampai saat ini.

Kerugian negara akan meningkat tajam manakala APH juga menyidik 3 kasus lagi yakni, kasus pengadaan printer dan scanner 3D serta 6 judul buku. Korupsi pengadaan 3 jenis barang ini ditaksir mencapai Rp 91,5 miliar. Dengan demikian, terdapat kerugian negara kurang lebih Rp 278 miliar hanya dari 4 kasus korupsi pendidikan Jakarta.

Tidak hanya itu, mata anggaran APBD pendidikan DKI Jakarta lainnya juga rawan korupsi. Terdapat 484 kegiatan di Dinas Pendidikan dengan alokasi dana Rp 1,9 triliun yang berpotensi korupsi. Potensi korupsi terjadi karena realisasi dan pengadaan barang dan jasa untuk mata anggaran tersebut ditenggarai bermasalah.

Mega Korupsi

Kasus korupsi pendidikan Jakarta 2014 dapat disebut sebagai mega korupsi pendidikan. Mengapa? Karena inilah kasus korupsi pendidikan dengan kerugian negara terbesar yang pernah disidik oleh APH. Selama periode 2003-2013 APH berhasil menyidik dan menetapkan tersangka pada 295 kasus korupsi disektor pendidikan dengan total kerugian negara mencapai Rp 619,0 miliar.

Dengan demikian, jika kerugian negara ini dibandingkan dengan kerugian negara dalam pengadaan UPS, printer 3D, scanner 3D dan 6 judul buku, maka kerugian negara 4 kasus ini hampir separuh dari kerugian negara 295 kasus korupsi pendidikan diseluruh Indonesia.

Jika penyidik berhasil menindak 484 kegiatan mata anggaran pendidikan yang berpotensi korupsi maka kerugian negara jauh lebih besar dari total seluruh kasus korupsi pendidikan yang selama ini berhasil ditindak oleh APH. Oleh karena itu, pantaslah dikatakan bahwa mega korupsi pendidikan Indonesia saat ini terdapat dalam pengelolaan anggaran pendidikan di DKI Jakarta.

Modus Korupsi

Besarnya alokasi anggaran pendidikan telah menarik berbagai aktor untuk “menikmati gurihnya” kelebihan dana sektor ini. Pejabat pemerintah, pengusaha dan politisi merupakan aktor yang selalu berusaha menggasak dana untuk generasi muda ini. Kejahatan tiga aktor ini terbukti dalam kasus dugaan korupsi pengadaan sarpras sekolah Jakarta. Pengusaha dan kelompoknya berusaha meyakinkan politisi dan pejabat Dinas Pendidikan agar meningkatkan kualitas sarpras sekolah. Mereka biasanya melakukan seminar, sosialisasi, atau bahkan  membiayai training guru keluar negeri untuk melegitimasi bahwa barang yang mereka jual benar-benar dibutuhkan oleh sekolah.

Mereka juga royal mengeluarkan biaya bagi pejabat, politisi dan keluarganya untuk berlibur keluar negeri agar mendapatkan akses terhadap anggaran pendidikan. Jika barang jualan pengusaha menjadi kegiatan dalam anggaran pendidikan maka juga akan memberikan fee pada anggota DPRD, pejabat dan pegawai pemerintah. Besaran fee ini ditentukan berdasarkan besarnya alokasi anggaran yang disetujui dalam APBD. Biasanya berkisar antara 7 – 10 persen dari total anggaran yang disetujui tersebut.

Utak atik anggaran tidak hanya berkisar pada penyusupan mata anggaran tertentu akan tetapi juga bermain pada nilai dan volume barang. Tidak jarang penggelembungan telah dimulai sejak penyusunan dan penetapan standar biaya barang dan jasa. Jika standar ini telah nilainya digelembungkan jauh lebih tinggi dari harga pasar maka anggaran juga bisa digelembungkan dari sisi volume. Seharusnya yang dibutuhkan hanya beberapa unit barang kemudian digelembungkan beberapa kali lipat dari unit barang yang dibutuhkan tersebut. Tujuannya adalah agar alokasi mata anggaran kegiatan tersebut menjadi jauh lebih besar.

Hal inilah yang terjadi dalam mata anggaran catu daya DKI Jakarta dimana harga pada standar biaya barang dan jasa telah digelembungkan sejak penyusunan dan penetapan standar biaya penyusunan APBD. Tidak hanya itu, jumlah sekolah yang menerima manfaat dari kegiatan tersebut meningkat dari hanya beberapa sekolah menjadi 49 sekolah.

Setelah APBD disahkan maka pengusaha akan mengawal proses pengadaannya. Sementara kegiatan yang tidak diusulkan oleh pengusaha namun merupakan titipan anggota DPRD dijual ke broker atau pengusaha lain atau diarahkan pada perusahaan tertentu yang memiliki afiliasi dengan politisi tersebut.

Proses pengawalan pengadaan barang dan jasa melibatkan PPK dimasing-masing instansi. Tahap pertama yang dilakukan adalah pada bagaimana memastikan PPK menetapkan HPS (Harga Perkiraan Sendiri) sesuai dengan harga yang telah ada dalam skenario pengusaha tersebut. Untuk memastikan hal ini, maka PPK dan pengusaha akan membuat rekayasa HPS berdasarkan harga dari distributor yang telah mereka tunjuk.

Setelah HPS ditetapkan oleh PPK maka pengadaan masuk dalam tahap lelang oleh Pokja Pengadaan di ULP (Unit Layanan Pengadaan). Pada tahap ini, pengusaha akan mengatur sedemikian rupa sehingga peserta lelang sebagian besar merupakan perusahaan yang berada dalam kendali mereka. Kendali ini dibuat dalam bentuk surat dukungan perusahaan yang mereka miliki pada perusahaan peserta lelang. Dengan demikian, pengusaha telah berusaha sedemikian rupa sehingga perusahaan apapun yang menang maka perusahaan tersebut akan membutuhkan pasokan barang dari perusahaannya.

Sang pengusaha bisa mendapatkan perusahaan peserta lelang dari broker atau spesialis yang memiliki jasa menyediakan perusahaan untuk mengikuti lelang. Jasa ini cukup dibayar dengan fee yang besarnya ditentukan berdasarkan besarnya dana proyek. Lelang juga diatur sedemikian rupa sehingga peserta lelang yang lolos kualifikasi adalah perusahaan yang telah ditentukan sebelumnya. Tidak hanya itu, pemenang lelang biasanya juga ditentukan sebelum proses lelang sehingga tidak ada perusahaan yang tak mereka kenal menjadi perusahaan pemenang lelang.

Pasca lelang, pengusaha melalui perusahaannya memasok barang melalui pemenang lelang pada masing-masing sekolah. Mereka memasang alat dan menyediakan tenaga ahli seakan-akan hal tersebut berasal dari pemenang lelang. Pada akhirnya, pengusaha tidak lupa memberikan uang terimakasih pada semua pihak terkait dengan proses pengadaan ini dengan nilai yang beragam.

Penutup

Besarnya alokasi anggaran pendidikan setiap tahun akan terus dihantui oleh korupsi. Berbagai pihak terutama politisi, pengusaha dan birokrat akan selalu menemukan cara untuk menggasak anggaran ini. Oleh karena itu, dibutuhkan perbaikan sistem antikorupsi lebih sistematis terhadap perencanaan, pengganggaran, pengadaaan dan pertanggungjawaban pengelolaan anggaran pendidikan.

Guna mencegah korupsi anggaran ini maka pemerintah harus membangun sistem perencanaan, penganggaran, pengadaan barang dan jasa pemerintah, dan transaksi keuangan sehingga tercatat dengan baik dan terbuka bagi publik. Saat ini sudah ada e-planning untuk perencanaan secara elektronik, sehingga perencanaan sesuai dengan kebutuhan pemerintah. Selain itu, juga ada e-budgeting untuk mengatur perhitungan dan pencatatan kebutuhan anggaran untuk membiayai program pemerintah. Untuk pengadaan juga sudah ada e-procurement untuk mencatat semua kegiatan dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah. Terakhir, juga sudah e-pruchasing untuk memfasilitasi seluruh transaksi pembelian. Semua aktivitas berbasis elektronik tercatat dan memudahkan untuk melacak aksi koruptor menggasak anggaran pendidikan.

Selain itu, perlu mendorong partisipasi rakyat dalam pengelolaan dana publik ini. Partisipasi publik dalam pengelolaan ini akan mengajarkan rakyat tentang siapa saja termasuk politisi yang menyelewengkan dana pendidikan. Jika rakyat telah mengetahui perilaku korup tersebut maka mereka menjatuhkan sanksi pada pemilu atau pilkada dengan tidak memilih anggota legislatif dan partai politiknya.

Febri Hendri AA - Anggota Badan Pekerja ICW
----------------------
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 April 2015, di halaman 6 dengan judul "Mega Korupsi Pendidikan di DKI".

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan