Media Tak Sadar Kebebasan Informasi

Kebanyakan media massa baik cetak maupun elektronik hingga kini belum menyadari pentingnya Rancangan Undang-Undang Kebebasan Memperoleh Informasi. Akibatnya, media yang sebenarnya memiliki kekuatan besar dalam upaya menggolkan RUU tersebut cenderung bersikap acuh. Padahal, selain penting untuk publik, kebebasan memperoleh informasi adalah jantung bagi kerja media.

Hal tersebut mencuat dalam workshop dua hari tentang Freedom of Information and Mass Media in Indonesia, Senin (6/6) di Jakarta. Hadir sebagai pembicara, Teten Masduki dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Aristides Katoppo dari harian Sinar Harapan, Tumbu Saraswati dari Fraksi PDI-P DPR, Waluyo dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Agus Sudibyo dari Institut Studi dan Arus Informasi (ISAI). Acara ini terselenggara atas kerja sama World Bank Institute, British Council, National Democratic Institute (NDI), dan Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP).

Agus Sudibyo mengatakan, pemerintah belum memiliki political will memperjuangkan RUU tersebut, tapi justru merasa terancam apabila hak publik untuk mengakses informasi terbuka lebar. Sementara itu, jelasnya, kalangan legislatif pun belum menunjukkan antusiasme untuk menempatkan RUU tersebut dalam prioritas pembahasan di DPR.

Yang agak mencemaskan adalah mengapa prinsip-prinsip hak untuk tahu belum menjadi bagian integral dari kerja pers. Pemerintah ngomong ini ditulis, LSM ngomong ditulis, DPR ngomong ditulis. Tidak ada desain yang jelas bahwa RUU Kebebasan Informasi harus diperjuangkan untuk kepentingan publik dan tentu saja untuk kepentingan pers, ungkapnya.

Mengenai acuhnya pers dalam memperjuangkan RUU kebebasan informasi diakui oleh Aristides Katoppo dan sejumlah praktisi pers di daerah.

Sementara itu Djafar Assegaff dari Media Indonesia tidak menyetujui sepenuhnya bahwa media acuh tak acuh terhadap perjuangan RUU ini.

Katanya, ada faktor lingkungan yang memengaruhi kerja wartawan. Misalnya, ungkapnya, problem harus berhadapan dengan pemilik modal yang ingin turut campur dalam kebijakan pemberitaan.

Mengenai pentingnya RUU Kebebasan Informasi juga diungkapkan Teten Masduki dan Paulus Widiyanto. Menurut Teten, mengaitkan dengan pencegahan terjadinya korupsi yang didesain seperti mark up anggaran.

Apabila dari awal informasi penggunaan anggaran sudah diketahui publik, kata Teten, maka publik dapat melakukan fungsi kontrol. (ANA)

Sumber: Kompas, 7 Juni 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan