Mayoritas Anggota DPR Enggan Umumkan Kekayaan

Kemauan anggota Dewan Perwakilan Rakyat mengumumkan secara sukarela harta kekayaan mereka ternyata rendah jika dibandingkan dengan anggota Dewan Perwakilan Daerah. Hanya 33,3 persen dari 550 anggota DPR yang sukarela mengumumkan harta kekayaannya, sedangkan anggota DPD sebanyak 48,4 persen dari 128 anggota. Padahal, itu penting sebagai bentuk akuntabilitas dan transparansi pada publik.

Hal itu dikemukakan Direktur Eksekutif Pusat Reformasi Pemilu Hadar N Gumay dalam peluncuran buku Almanak Anggota Parlemen 2004-2009 terbitan Cetro dan Hanns Seidel Foundation di Jakarta, Senin (13/2). Selain data dasar, buku itu juga menampilkan daftar kekayaan anggota DPR dan DPD.

Hadar mengungkapkan, Cetro hanya berhasil menampilkan harta kekayaan 421 dari 550 anggota DPR dalam almanak itu, sedangkan dari DPD hanya 88 dari 128 anggota DPD. Selain mendapatkan dari Komisi Pemberantasan Korupsi, Cetro juga mendapatkan daftar kekayaan itu dengan cara wawancara langsung. Namun, yang secara sukarela menyerahkan daftar kekayaannya hanya 183 dari 550 anggota DPR (33,3 persen), sedangkan DPD ada 62 dari 128 anggota DPD (48,4 persen). Ini artinya DPD lebih mau terbuka ujar Hadar.

Peneliti PT Lingkaran Survei Indonesia, Muhammad Qodari, yang membahas buku itu menyayangkan sejumlah nama dalam almanak yang tidak ada daftar kekayaannya adalah nama populer, seperti Marwah Daud Ibrahim dan Ferry Mursyidan Baldan dari Partai Golkar atau Sutradara Gintings dari PDI-P. Bahkan, yang banyak kosong adalah Fraksi PKS. Ini ironi karena selama ini PKS mengagung-agungkan akuntabilitas, ujar Qodari.

Anggota DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa, Saifullah Mashum, dalam diskusi mengemukakan, kemungkinan ada tiga penyebab mengapa anggota DPR enggan mengumumkan secara sukarela kekayaannya. Pertama, ketakutan terhadap aparat pajak jika diketahui kekayaannya besar. Kedua, ketakutan diminta menyerahkan upeti kepada konstituennya. Ketiga, lemahnya staf DPR membantu mengumumkan kekayaan anggota DPR. (bur)

Sumber: Kompas, 14 Februari 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan