Masing-Masing Punya Alasan Menguntungkan; Kontroversi Penjualan Tanker Pertamina (1) [06/07/04]
Alasan menjual
Bisnis kapal tanker bukan bisnis inti Pertamina. Perusahaan minyak nasional itu memfokuskan kepada kegiatan usaha di sektor hulu karena dinilai memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan usaha lain. Menjual tanker raksasa (very large crude carrier/VLCC) dinilai akan memberikan keuntungan kepada perusahaan sebesar US$ 50 juta. Keuntungan tersebut dinilai cukup signifikan membantu arus kas Pertamina.
Manajemen Pertamina menilai, pola pembelian kapal tanker menyalahi ketentuan karena dilakukan melalui pola pembelian langsung (direct purchase). Caranya, dengan menerbitkan obligasi anak perusahaan (PT Pertamina Tongkang) dan mendapatkan pinjaman berupa kredit ekspor dari Korea Selatan. Pola ini dinilai terlalu mahal, karena Pertamina melalui anak perusahaan sudah harus mengeluarkan biaya bunga ketika kapal diserahkan. Selain itu, Pertamina sebagai induk perusahaan yang akan menggaransi jika Tongkang tidak mampu membayar obligasinya.
Seharusnya, pengadaan kapal tanker menggunakan pola sewa beli (build, bare, hire and purchase/BBHP) atau dengan cara menyewa setelah 10 tahun menjadi milik Pertamina. Dengan pola ini, maka pembayaran baru dilakukan setelah kapal disewakan.
Tambah kas perusahaan
Arus kas Pertamina saat ini negatif. Utang kepada pemerintah mencapai Rp 17 triliun dan harus segera dibayar. Sedangkan perusahaan harus melakukan impor minyak mentah dan BBM untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar di dalam negeri. Pembayaran impor dilakukan pemerintah setelah dilakukan audit oleh BPK pada akhir tahun dengan harga minyak US$ 22 per barel. Sementara itu, harga minyak dunia naik hingga mencapai US$ 40 per barel.
Dengan kondisi arus kas negatif, bisnis tanker hanya memberikan pendapatan sebesar 10 persen. Dengan pendapatan sebesar itu, maka balik modal pembelian baru kembali 15 tahun mendatang. Sehingga pembelian tanker hanya akan memberatkan keuangan Pertamina.
Dengan menjual tanker, maka Pertamina akan mendapatkan pemasukan sebesar US$ 50 juta dari harga jual sebesar US$ 184 juta. Biaya pembelian tanker menghabiskan dana US$ 130 juta. Hasil penjualan tersebut dinilai sangat kecil dibandingkan kebutuhan kas Pertamina yang mencapai lebih dari US$ 500 juta per bulan.
Sewa atau beli
Menyewa kapal tanker untuk saat ini dinilai lebih murah dibandingkan mengoperasikan kapal sendiri. Untuk tanker lambung tunggal (single hull) yang masih bisa beroperasi hingga 2010 biaya sewanya hanya US$ 20 ribu hingga US$ 22 ribu barel per hari. Sedangkan jika mengoperasikan sendiri, Pertamina harus mengeluarkan biaya sebesar US$ 35 ribu per hari ditambah biaya manajemen kepada operator sebesar US$ 1 juta per tahun.
Dengan menyewa Pertamina bisa terhindar dari tuntutan pencemaran atau kerusakan lingkungan yang dapat membuat bangkrut perusahaan. Selain itu, selama pemerintah memberikan penugasan untuk pengadaan dan penjualan BBM, maka biaya sewa akan ditanggung oleh pemerintah.
Alasan membeli
Pembelian tanker merupakan antisipasi perubahan status Pertamina dari perusahaan negara menjadi persero. Karena kapal yang dimiliki pada saat ini hanya mampu memenuhi kebutuhan operasional sebanyak 35 persen. Sisanya, harus disewa dari pihak ketiga.
35 persen kapal tanker yang dimiliki Pertamina untuk memenuhi kebutuhan pengadaan dan pendistribusian BBM rata-rata sudah berusia lebih dari 20 tahun. Dalam sepuluh tahun ke depan, Pertamina berencana menambah 180 tanker baru. Pembelian tanker baru juga untuk menghindari permainan para mafia tanker yang mempermainkan harga sewa.
Sedangkan pembelian dua kapal tanker raksasa akan memberi keuntungan kepada Pertamina sebesar US$ 7 juta per tahun. Sebab kapal dibeli ketika galangan sedang sepi pesanan, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk membangun sangat murah masing-masing sebesar US$ 65 juta.
Kondisi Keuangan
Arus kas Pertamina mengalami masalah sejak lonjakan harga minyak dunia dua tahun lalu. Hingga kini, asumsi harga minyak dipatok sebesar US$ 22 per barel. Padahal di pasar harga minyak sudah mencapai US$ 40 per barel. Dengan kenaikan harga tersebut, biaya impor minyak mentah dan BBM mengalami lonjakan dua kali lipat.
Dengan asumsi harga minyak rata-rata sebesar US$ 22 per barel, Pertamina membutuhkan biaya sebesar US$ 400 juta per bulan untuk pengadaan minyak mentah dan BBM. Dari jumlah itu, sebanyak 80 persen atau US$ 320 juta untuk membeli minyak dan sisanya sebanyak 20 persen atau US$ 80 juta untuk biaya operasional, termasuk sewa tanker.
Jika harga minyak naik dua kali lipat, biaya impor bisa mencapai US$ 720-US$ 800 juta. Jumlah tersebut sudah termasuk biaya operasional sebesar US$ 80 juta. Semua biaya tersebut ditanggung oleh pemerintah.
Bila hasil penjualan tanker hanya mampu memberikan keuntungan sebesar US$ 50 juta, itu hanya mampu menutupi kebutuhan kas untuk dua hari. Sebab, dengan menggunakan perhitungan harga minyak US$ 40, Pertamina membutuhkan dana kas sebesar US$ 24-26 juta per hari. Jadi keuntungan penjualan tanker bakal habis dalam dua hari saja.
Selama ini, pola pengadaan BBM yang dilakukan Pertamina adalah, biaya impor diganti pemerintah setelah dilakukan audit BPK pada akhir tahun. Pola pembayaran itu dikenal dengan pembayaran subsidi BBM. Cara tersebut sangat memberatkan arus kas perusahaan.
Sewa atau beli
Membeli tanker jelas sangat menguntungkan Pertamina. Karena perusahaan dapat menghemat pengeluaran sebesar US$ 7 juta per tahun dengan memiliki kapal sendiri. Selain itu, pola yang digunakan untuk membeli tanker adalah sewa-beli (build, bare, hire and purchase/BBHP). Dengan cara ini Pertamina menyewa tanker dalam keadaan kosong selama delapan tahun setelah itu menjadi milik sendiri.
Biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan tanker tidak akan memberatkan keuangan Pertamina. Sebab, pembiayaan dilakukan melalui pinjaman ekspor dari Korea Selatan dan penerbitan obligasi Pertamina Tongkang. Pola ini sangat menguntungkan, karena pada saat paparan publik jumlah pemesanan meningkat hingga tiga kali lipat.
Pertimbangan lainnya, jika menyewa tanker akan membebani keuangan perusahaan. Saat ini, harga sewa di pasar spot berkisar antara US$ 75 ribu-95 ribu per hari. Sedangkan harga sewa kapal tanker di London pada waktu yang sama adalah US$45 ribu per hari untuk kapal tanker ukuran kecil. Selain itu, penggunaan tanker lambung tunggal sudah tidak diperkenankan lagi karena banyak pencemaran lingkungan yang dilakukan kapal itu. Ali nur yasin
Tulisan ini diambil dari Koran Tempo, 6 Juli 2004