Maria Pauline Surati Kapolri; Minta Cermati Dana di Bank NY

Ada kejutan lagi pada pengungkapan kasus pembobolan Bank BNI Rp 1,3 triliun. Salah seorang buron kasus itu, Maria Pauline Lumowa, menyurati Kapolri Jenderal Sutanto. Isi suratnya, dia bersedia bersikap kooperatif membantu penyidik mengungkap aktor di balik skandal perbankan itu.

Surat tersebut dikirimkan melalui pengacara Pauline, O.C. Kaligis, kepada Kapolri pada awal Oktober lalu. Kami mendengar kasus BNI akan dibuka lagi. Klien kami, Ibu Pauline, berupaya bersikap kooperatif, kendati sekarang tinggal di Belanda, jelas Kaligis yang ditemui di kantornya akhir pekan lalu.

Dalam suratnya, Pauline mendukung upaya pembukaan lagi kasus BNI, termasuk kemungkinan membongkar praktik penyuapan serta pemerasan (mantan) pejabat Polri. Menurut dia, penyidikan kasus pembobolan BNI bisa tuntas bila penyidik memeriksa aliran rekening BNI di Bank of New York (BNY).

Kunci permasalahannya pada rekening BNI di Bank of New York. Di situ akan terungkap aliran dana yang patut dipertanyakan, jelas Kaligis.

Menurut dia, kliennya merasa ada yang tidak beres di balik penanganan kasus BNI. Pauline lewat Grup Gramarindo merasa diperalat dalam pemberian pinjaman. Dia lantas merinci sejumlah data yang benar-benar baru. Misalnya, manajemen BNI saat itu tidak menyanggupi janji untuk menutup WEB (wesel ekspor berjangka) Grup Gramarindo ketika L/C (letter of credit) jatuh tempo.

BNI telah menuduh Grup Gramarindo atas penggelapan Rp 1,3 triliun. Padahal, kredit Grup Gramarindo tidak mencapai jumlah itu. Dan, klien kami telah memenuhi hampir semua kewajibannya, tegasnya.

Selain itu, lanjut Kaligis, pengembalian utang Grup Gramarindo dimasukkan lewat rekening BNI di Bank of New York dengan nomor rekening 003-3167-564. Pembayaran utang tersebut dibayarkan melalui Pte Cadmuss di Singapura dan Pte Capital Gain di Hongkong. Teknis pembayarannya dilakukan BNI Cabang Kebayoran Baru ke rekening BNI di Bank of New York, ungkapnya.

Pendek kata, uang yang dikeluarkan BNI di Jakarta (Cabang Kebayoran Baru) dimasukkan kembali ke rekening BNI di Bank of New York, namun dengan tambahan keuntungan dari bank cost dan diskonto.

Lebih jauh Kaligis menyatakan, Grup Gramarindo sejatinya mengajukan permohonan kredit investasi untuk pembangunan pabrik marmer dan jalan tol ke BNI. Selanjutnya, BNI sepakat memberikan pinjaman dengan jaminan Usance L/C USD 81,94 juta dan EUR 56,11 juta atau sekitar Rp 1,2 triliun. BNI memberikan pinjaman dalam bentuk WEB yang janjinya akan ditutup begitu L/C jatuh tempo, katanya.

Grup Gramarindo menyetujuinya karena, pertama, adanya pernyataan BNI bahwa pinjaman dalam bentuk WEB lazim diberikan BNI. Kedua, demi efisiensi waktu.

Selain itu, permohonan kredit investasi tersebut didasarkan pada Akta Pengakuan Utang (APU) No 7 antara Grup Gramarindo Mega Indonesia dan BNI soal nilai pinjaman dalam bentuk WEB Rp 1,2 triliun.

Terkait dengan pengembalian pinjaman, lanjut Kaligis, Grup Gramarindo telah membayarkan pinjaman PT Mahesa, PT Petindo, PT Pankifros, dan PT Cipta Tulada senilai USD 20,8 juta ke BNI. Grup Gramarindo juga diwajibkan membayar biaya bank sebesar 4,5 persen dan diskonto ke BNI. Ada data dari analisis PPATK bahwa BNI telah menerima pengembalian utang USD 85,55 juta dari Grup Gramarindo, ujarnya.

Selebihnya, Gramarindo juga mengalihkan piutang PT Steady Safe Rp 9,5 miliar dan tanah seluas 2.832 meter persegi ke BNI pada 7 Oktober 2004. Sayangnya, hingga akhir Oktober ini, surat tersebut belum direspons Kapolri. Kami masih menunggu perkembangan dari penyidik. Tetapi, mudah-mudahan semuanya menjadi clear, tegas Kaligis.

Gorries Diundang ke Belanda
Sementara itu, Wakabareskrim Mabes Polri Gorries Mere dan Beni Mamoto (salah seorang penyidik) diundang Pauline ke Belanda untuk mengungkap kasus BNI. Setidaknya, hal itu tergambar dari isi e-mail Pauline kepada Kaligis pada 5 September lalu. Saya setuju bertemu Mamoto dan Gorries, jika mereka bersedia ke Belanda, ungkap Pauline dalam e-mail-nya.

Dua polisi tersebut awalnya setuju bertemu Pauline di Singapura. Namun, Kaligis mewanti-wanti agar lokasi pertemuan tetap di Belanda. Ini semata-mata sebagai jaminan (agar Pauline tidak ditangkap), katanya. Sebelumnya, Adrian pernah ditangkap petugas Interpol di Singapura setelah berpekan-pekan kabur ke luar negeri.

Itu merupakan prestasi tersendiri. Mengingat, RI dan Singapura belum memiliki perjanjian ekstradisi. Sama seperti surat terdahulu, dua pejabat Polri itu belum menjawab keinginan Pauline agar lokasi pertemuan tetap berada di Belanda. (agm)

Sumber: Jawa Pos, 31 Oktober 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan