Manuver Fahmi Idris ”Mengeker” Nunun; Malas Lapor KPK karena Tak Digubris
Fahmi Idris bukanlah polisi. Dia juga bukan anggota Komisi Pemberantasan Korupsi. Tapi namanya tiba-tiba banyak disebut ketika publik membicarakan ”lenyapnya” Nunun Nurbaeti, tersangka kasus suap pemilihan deputi gubernur BI. Mengapa politikus Partai Golkar itu banyak tahu mengenai keberadaan istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun itu? Berikut laporannya.
SETELAH lama tak jelas perkembangannya, kasus suap pemilihan deputi senior gubernur BI Miranda Goeltom yang dipantik pengakuan Agus Condro kembali bergulir. Kali ini fokus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah mencari Nunun Nurbaeti untuk dimintai keterangan.
Tapi belum sempat diproses, isteri mantan Wakapolri Komjen Purn Adang Daradjatun itu keburu meninggalkan Indonesia. KPK berkali-kali melayangkan panggilan kepada Nunun, namun yang bersangkutan selalu mangkir. Belakangan muncul kabar, kader PDI Perjuangan itu berobat ke Singapura. Bahkan, Nunun disebut-sebut sakit lupa ingatan, sehingga tidak mungkin dihadirkan ke KPK.
Pada 6 Februari 2011 lalu, hampir bersamaan dengan KPK yang diam-diam menetapkan Nunun sebagai tersangka, Fahmi Idris tiba-tiba menggelar jumpa pers di kediamannya, Jl Mampang Prapatan IV No 20, Jakarta Selatan. Entah dalam kapasitasnya sebagai apa, mantan Menakertrans itu mengungkapkan temuannya dan mengklaim memiliki bukti keberadaan Nunun di luar negeri selama Februari hingga Juni 2010. Dalam jumpa pers itu, politikus Partai Golkar itu bahkan menunjukkan foto bukti paspor Nunun yang tersimpan di dalam ponsel-nya. ”Ini saya dapat dari teman. Saya khawatir Nunun akan ganti nama. Imigrasi harus waspada dan berkoordinasi dengan imigrasi Thailand. Dari sini sudah ketahuan bahwa Nunun bermaksud menghindar,” katanya.
Foto pertama terlihat halaman pertama paspor yang menunjukkan data pemilik paspor, Nunun Nurbaeti, lengkap dengan foto di sebelah kiri atas halaman paspor. Sementara paspor tersebut memiliki massa kadaluwarsa 11 November 2014. Foto kedua, masih merupakan gambar dalam ponsel, terlihat cap kedatangan dan keberangkatan imigrasi. Belum diketahui apakah gambar satu dengan lainnya saling terkait atau tidak.
Dalam foto itu, tertera cap kedatangan di Bangkok, Thailand, 16 Mei 2010 serta 14 Juni 2010. Selain itu, tanggal 23 Februari 2010 dan 6 Mei 2010 tertera pula cap kedatangan di Singapura. Informasi yang menguatkan keberadaan Nunun di Bangkok dia dapatkan dari seorang rekannya yang tengah berada di negara tersebut.
’’Teman saya sempat bertemu Nunun di suatu ruang publik di Bangkok,” kata Fahmi merahasiakan nama teman yang dimaksudnya.
Bahkan, sang kawan yang juga kenal dekat dengan Nunun, pernah beberapa kali bertemu istri Adang Daradjatun tersebut di mal.
”Kebetulan, kawan saya ini kenal dekat dengan Ibu Nunun. Kawan saya ini melihat Ibu Nunun sedang belanja di mal,” katanya
Kondisi Nunun yang sebenarnya dipastikan sehat walafiat juga didapatkan dari seorang rekannya. ”Profesor yang saya tidak mau sebut namanya mengatakan Nunun hanya stres saja, dan bukan berarti hilang ingatan. Itu keterangan seorang ahli syaraf top. Kebetulan itu teman saya,” tandas Fahmi.
Anggota Dewan Penasihat DPP Partai Golkar ini tidak mau mengungkapkan nama berikut lokasi mal tersebut. ”Saya tidak mau menyebutkannya,” elak dia.
Sangat Aneh
Yang jelas jika benar Nunun sakit lupa ingatan, maka setiap orang yang bertemu dan menyapanya tentu tidak akan disambut dengan hangat. ”Misalnya, saya lupa ingatan. Kemudian Anda menyapa saya, otomatis saya akan bengong melihat Anda karena saya tidak ingat kenal Anda. Tapi dia berbeda. Ketika disapa kawan-kawannya, Ibu Nunun masih ingat. Ini sangat aneh,” tandasnya.
Karenanya dia meragukan jika Nunun terus menerus dirawat di Rumah Sakit Mount Elizabeth. Singapura. ”Kalaupun dirawat, paling hanya medical check up. Satu hari juga kelar. Saya juga sering ke Mount Elizabeth untuk check up rutin.” kata bekas aktivis mahasiswa angkatan 66 ini.
Politikus senior Partai Golkar ini bahkan mengaku memiliki bukti Nunun sehat-sehat saja, sehingga dia meminta KPK segera memeriksa Nunun. Dia sama sekali tidak mau menceritakan apa bukti itu, kecuali kepada KPK.
Pengacara Nunun, Ina A Rachman menantang Fahmi Idris membuktikan bahwa Nunun tidak sakit lupa ingatan. ”Kalau beliau bisa memberikan bukti, silakan saja. Kami juga sudah siap dengan bukti-bukti terbaru tentang kondisi Bu Nunun,” katanya.
Ina mengingatkan, kecurigaan seperti itu bukan kali ini saja muncul. ”Dari dulu kami sering dengar orang bilang lihat ibu Nunun di mal, sedang jalan-jalan dan tidak sakit. Tapi, ketika ditanya mana buktinya, kenapa tidak difoto atau ditegur, tetap saja tidak ada yang bisa memberikan bukti,” katanya.
Tapi entah kenapa, pancingan Fahmi agar dirinya dipanggil dan dimintai keterangan terkait informasinya mengenai keberadaan Nunun tersebut tidak segera direspons KPK.
Sampai akhirnya Menkum HAM Patrialis Akbar mendapatkan informasi bahwa tersangka kasus suap cek pelawat itu sudah tidak lagi berada di Thailand. ”Terdeteksi tidak ada di Thailand. Menurut informasi dari imigrasi, Nunun ada Phnom Penh, Kamboja, per tanggal 23 Maret 2011,” katanya.
Banyak pihak menyalahkan KPK atas lambatnya menghadirkan paksa yang membuat Nunun leluasa berkeliaran dari satu negara ke negara. Tak terkecuali Fahmi yang merasa informasinya tidak digubris. Karenanya, meski banyak tahu keberadaan dan sepak terjang Nunun di luar negeri, dia malas melaporkannya ke KPK.
”Ah saya sudah malas. Dulu saya laporan dicuekin. Saya menarik kesimpulan KPK kurang serius. Waktu pertama kali Nunun berada di Bangkok, lakukan sesuatu, tetapi mereka tidak percaya. Tetap saja mereka beranggapan Nunun berada di Singapura, ya sudahlah,’’ katanya.
Yang paling disesalkan Fahmi Idris bukan bebasnya Nunun berkeliaran di mal, tetapi KPK yang tak kunjung menangkap orang-orang yang diduga sebagai pemberi suap dalam kasus suap pemilihan deputi senior gubernur BI Miranda S Goeltom. ”Saya tidak masalah Nunun mau berada di mana. Yang saya sesalkan itu kinerja KPK payah dalam menuntaskan kasus ini,” tandasnya.
Panggil Paksa
Menurut Fahmi, pernyataan bahwa KPK tidak menemukan Nunun di Singapura, merupakan indikasi bahwa lembaga itu tidak serius menuntaskan perkara ini. ”Kalau sudah tiga kali dipanggil tak datang juga, kan bisa dipanggil paksa. Kenapa KPK tak bisa memanggil paksa Nunun,” tegasnya.
Jika benar Nunun sedang bera¤da di Singapura untuk dirawat, dia mempertanyakan, mengapa lembaga superbody itu tidak melakukan second opinion dengan mengirimkan tim dokter ke negara itu. ”KPK bisa bekerjasama dengan Interpol, tapi tidak dijalankan. Aneh betul kasus ini”.
Menurut dia, jika hanya menangkap penerima suapnya, maka KPK melakukan tebang pilih, karena pemberinya belum ketahuan.
Tudingan itu dibantah Wakil Ketua KPK Haryono Umar. Dia menyatakan pihaknya akan menuntaskan perkara ini dengan menyeret pemberi suap sampai ke pengadilan. ”Kami tidak tebang pilih, masih terus berupaya menjerat pemberi suapnya. Kita lihat dulu perkembangannya,” kata dia.
Fahmi mengingatkan agar pemerintah, dalam hal ini pihak imigrasi lebih waspada. Sebab, setelah paspornya dicabut terbukti Nunun masih bebas berkeliaran di luar negeri.
Dia menduga itu bisa terjadi karena Nunun menggunakan paspor keponakannya, Yane. ”Nunun mempunyai keponakan yang mirip dengannya. Kemungkinan dia menggunakan paspor keponakannya itu untuk pergi ke Thailand. Di Phnom Penh kan banyak ahli pembuat paspor palsu dengan menggunakan teknologi canggih yang sangat mirip dengan aslinya,” tegasnya.
Namun menurut pengacara Nunun, wajah keduanya sama sekali tak mirip. ”Kok bisa-bisanya dibilang mirip. (Bedanya seperti) bumi dan langit lah. Pak Fahmi ngelindur tuh. Tanya saja emang dia tahu wajahnya Yane Yunarni?” kata Ina.
Lepas bahwa Fahmi tidak melihat sendiri keberadaan Nunun, keterlibatan mantan aktivis eksponen 66 ini dalam mengangkat kasus ini sangat menarik. Banyak orang yang bertanya-tanya, siapa sebenarnya informan yang membuatnya bisa ”mengeker” Nunun Nurbaeti.
Wajar jika orang mempertanyakan motif politik Fahmi Idris ”menggoreng” kasus tersebut, karena dia adalah politisi senior yang cukup terpandang. Apalagi Fahmi Idris lebih memilih mengungkap keberadaan Nunun lewat jumpa pers ketimbang melaporkannya ke KPK.
Belakangan dia juga kerap ”merapat” ke grassroot, seperti memberikan dukungan dan simpati kepada Ibu Siami yang dikucilkan sekolah dan tetangganya karena mengadukan menyontek massal di sekolah anaknya. Dengan masih gelapnya siapa yang bakal maju sebagai capres Golkar, mengingat pamor sang Ketua Umum Aburizal Bakrie yang berbalut kontroversial, bukan tak mungkin Fahmi sedang berinvestasi untuk 2014. Jika benar, itu sah-sah saja. (Fauzan Dj-35)
Sumber: Suara Merdeka, 22 Juni 2011