Mantan Wali Kota Diseret ke Pengadilan

Lima proyek tidak dikerjakan, dana tetap dicairkan.

Kejaksaan Negeri Solo melimpahkan berkas perkara korupsi sebesar Rp 3,2 miliar dengan tersangka bekas Wali Kota Solo Slamet Suryanto ke pengadilan setempat kemarin. Majelis hakim untuk Slamet terbentuk dalam satu atau dua pekan ini, kata Bambang Kuswandono, juru bicara Pengadilan Negeri Solo.

Slamet, mantan Ketua Dewan Pimpinan Cabang PDIP Solo, diperkarakan karena saat menjabat Wali Kota Solo periode 2000-2005 diduga menyelewengkan dana Anggaran Biaya Tambahan 2003. Dana rehabilitasi pascabencana dari Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah sebesar Rp 6,9 miliar diduga tidak digunakan untuk melaksanakan semua proyek yang direncanakan. Proyek rehabilitasi Balai Kota dengan 16 item ternyata hanya 11 yang dilaksanakan. Lima tidak dikerjakan, tapi uangnya tetap dicairkan, kata jaksa Wahyudi.

Penasihat hukum tersangka, Heru Buwono, menampik sangkaan jaksa. Itu tugas jaksa untuk membuktikan, kata Heru. Menurut dia, kliennya telah melaksanakan semua proyek sesuai dengan kapasitasnya sebagai penanggung jawab proyek. Jika jaksa menemukan 5 item dalam rehabilitasi gedung Balai Kota yang tidak dikerjakan, seharusnya menjadi tanggung jawab pemimpin proyek, Agung Hastho Banendro.

Selain melibatkan Slamet, perkara ini juga menyeret Agung dan bendahara

proyek Mustofa. Namun, berkas perkara keduanya belum dilimpahkan ke pengadilan.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Cilegon, Banten, Rusli Ridwan kemarin dituntut 3 tahun pidana dalam kasus korupsi pengadaan lahan Kubangsari senilai Rp 6 miliar. Rusli diharuskan membayar Rp 100 juta, subsider 5 bulan kurungan, dan membayar uang pengganti Rp 277 juta.

Bila dia tak mampu, majelis diminta menyita harta terdakwa yang diduga menyelewengkan uang negara ketika menjabat sekretaris daerah. Kalau hartanya tidak cukup, hukuman akan ditambah setahun, kata jaksa penuntut Basuni Masyarif di persidangan Pengadilan Negeri Serang.

Jaksa menilai terdakwa harus bertanggung jawab atas kerugian negara Rp 6 miliar yang jatuh ke tangan 97 penggarap fiktif di lahan Kubangsari. Terdakwa, sebagai pemegang anggaran, lalai dan tidak mempertimbangkan asas kehati-hatian dalam pengeluaran anggaran, ujar Basuni.

Dari 97 penggarap yang seharusnya menerima dana itu, hanya 20 orang yang benar-benar penggarap lahan. Rusli dinilai bertanggung jawab atas munculnya nama fiktif penerima dana garapan. Rusli menolak mengomentari tuntutan, Tunggu saja Selasa depan. Akan ada pleidoi saya. imron rosyid | faidil akbar

Sumber: Koran Tempo, 10 Mei 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan