Mantan Pejabat BI Belum Kembalikan Dana ke YPPI

Sidang lanjutan dugaan korupsi dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) dengan terdakwa Aulia Pohan, Maman H. Somantri, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin kemarin kembali mengungkap fakta menarik. Para mantan pejabat Bank Indonesia (BI) yang menerima aliran dana bantuan hukum senilai Rp 68,5 miliar itu ternyata belum semuanya mengembalikan dana kepada YPPI.

Empat mantan pejabat itu adalah Paul Sutopo, Iwan R. Prawiranata, Hendro Budiyanto, dan Soedrajad Djiwandono. Sebenarnya ada seorang deputi lagi yang turut menerima dana, yakni Heru Soepraptomo. Namun, yang bersangkutan telah meninggal dunia.

Jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan Paul cs sebagai saksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor. Kepada jaksa, mereka masih punya tanggungan kepada BI. Itu setelah pengurus YPPI mengirimkan surat akta pengakuan utang (APU) pada November 2006, yang isinya meminta para mantan petinggi bank sentral itu mengembalikan uang yang telah dialirkan kepadanya dari dana yayasan.

Paul Sutopo mengaku mendapatkan aliran dana dari BI senilai Rp 15 miliar. Namun, sampai sekarang, Paul baru mengembalikan Rp 50 juta. "Saya berusaha keras untuk mengembalikannya kepada BI yang mulia," jelasnya.

Demikian juga dengan Hendro Budiyanto. Bantuan yang diberikan BI senilai Rp 15 miliar juga belum lunas hingga kini. "Saya baru membayar Rp 50 juta. Saya juga akan berusaha keras mengembalikannya," terang Hendro.

Setali tiga uang, mantan Gubernur BI Soedrajad Djiwandono juga masih punya setumpuk utang kepada tempat dia bekerja dulu. Saat itu Soedrajad mendapat kucuran Rp 25 miliar. Namun, setelah akta pengakuan utang itu, uang yang disetor baru Rp 300 juta. Soal ini, jaksa Rudi Margono juga mempertanyakan apakah masih mampu mengembalikan dana tersebut. "Kami akan mencoba," terang Soedrajad.

Yang menarik adalah Iwan R Prawiranata. Iwan mengaku telah mengembalikan seluruh aliran dana senilai Rp 13,5 miliar kepada negara. "Pengembalian yang saya lakukan lebih cepat empat tahun dari jadwal tahun 2011," katanya. Namun, jaksa tampaknya masih mempersoalkan pengembalian dana tersebut.

Sebab, selama ini Iwan menyimpan dana aliran YPPI itu di rekening deposito. Karena itu, bunga dari deposito yang belum kembali ke kas negara mencapai Rp 2 miliar. "Ya, yang mulia saya segera setorkan bunga deposito itu," terang Iwan.

Namun, keempat mantan petinggi bank sentral itu membantah manakala uang bantuan hukum yang bersumber dari YPPI itu digunakan untuk penyelesaian kasus hukum. Paul, Hendro, dan Soedrajad mengaku menggunakan dana itu untuk diseminasi penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Soedrajad juga membantah bahwa dana itu diberikan kepada Kejaksaan Agung. Mereka mengaku bahwa sejak munculnya kebijakan kucuran BLBI itu, mereka selalu disalah-salahkan. Bahkan, berkembang anggapan bahwa kucuran BLBI itu tanggung jawab pribadi. "Kami menggunakan dana itu untuk diseminasi melalui ceramah, tulisan di koran hingga seminar," kata Soedrajad.

Namun, keterangan Soedrajad itu langsung ditepis JPU KMS Roni. Sebab, permohonan bantuan dana yang diajukan kepada Gubernur Burhanuddin Abdullah adalah untuk penyelesaian kasus hukum. Dalam permohonannya Soedrajad mengungkapkan bahwa dirinya telah menjadi tersangka dalam kasus BLBI itu.

Seperti diberitakan, dana YPPI senilai Rp 100 miliar mengalir kepada sejumlah pihak. Rp 68,5 miliar mengalir kepada sejumlah deputi gubernur BI untuk bantuan hukum. Sejumlah Rp 31,5 miliar mengalir kepada anggota DPR RI untuk diseminasi BLBI dan amandamen UU BI.(git/agm)

Sumber: Jawa Pos, 8 April 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan