Mantan Mensos Bachtiar Chamsyah Tersangka Korupsi Pengadaan Mesin Jahit dan Impor Sapi

Setelah tidak duduk di kabinet, mantan Mensos Bachtiar Chamsyah harus rajin mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tim penyidik KPK telah menetapkan Bachtiar sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan mesin jahit dan impor sapi di Departemen Sosial (kini Kementerian Sosial).

Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. me­­ngatakan, penetapan status Bachtiar sebagai tersangka dikeluarkan KPK se­jak pertengahan Januari 2010. ''Da­lam penyidikan kami menetapkan BC (Bachtiar Chamsyah) sebagai ter­sangka,'' ka­ta Johan di KPK kemarin (1/2).

Menurut Johan, dari hasil penyidikan, Bachtiar disangka dengan pasal ber­lapis. Yakni, pasal 2 (1), pasal 3, dan pasal 11 UU No 31/1999 tentang Pem­berantasan Tindak Pidana Korupsi. Tiga pasal tersebut mengatur pe­nyalahgunaan kewenangan, memperkaya orang lain, dan penerimaan ha­diah oleh penyelenggara negara.

Johan membeberkan, kasus yang me­nyeret Bachtiar itu berawal dari proyek pengadaan sekitar 6.000 unit mesin jahit semasa menjadi menteri pada 2004. Itu terkait program pengentasan kemiskinan senilai Rp 51 miliar. ''Setelah diusut, KPK menemukan (dugaan) penyelewengan senilai Rp 24 miliar,'' jelas Johan.

Dalam pengadaan mesin jahit, Depsos bekerja sama dengan PT Ladang Sutera Indonesia (Lasindo). Dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terungkap, penerima bantuan tidak tepat sasaran. Penerima bantuan, antara lain, pemilik usaha konveksi di Jatim dan Sumut. Padahal, seharusnya mesin jahit itu untuk membantu masyarakat miskin.

Setelah proyek mesin jahit, Depsos kembali membuka proyek pengadaan impor sapi pada 2006. Tim penyidik, kata Johan, menemukan indikasi kerugian negara Rp 3,6 miliar dari nilai proyek senilai total Rp 19 miliar. ''Semua (detail) kerugian negara masih kami hitung lagi,'' ucap Johan. Menurut dia, proyek pengadaan mesin jahit dan impor sapi melibatkan sejumlah rekanan melalui penunjukan langsung. ''Dalam proyek ini, ada (pihak) yang diperkaya,'' imbuh mantan wartawan itu.

Johan menjelaskan, pengusutan kasus itu belum sepenuhnya rampung. Tim penyidik masih memeriksa sejumlah saksi. ''Selain BC, tidak tertutup kemungkinan ada pihak lain lagi yang terlibat,'' kata pria kelahiran Mojokerto tersebut.

Pada pertengahan Januari 2010, Bachtiar yang juga ketua Majelis Pertimbangan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mendatangi gedung KPK. Dia bersama sejumlah mantan menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid I, seperti mantan Menhut M.S. Kaban, mantan Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, dan mantan Menkum ham Andi Mattalatta mengumumkan harta kekayaannya.

Saat itu Bachtiar menegaskan, pengadaan mesin jahit dan impor sapi telah sesuai dengan aturan yang berlaku. ''Soal pengadaan dilakukan Dirjen, sedangkan pengawasan Irjen,'' jelasnya. Program sapi, kata Bachtiar, merupakan bantuaan untuk masyarakat miskin. Dia juga menyatakan siap menjadi saksi apabila dibutuhkan KPK.

Penetapan tersangka dugaan kasus korupsi Depsos di KPK selama ini memang terkesan maju mundur. Pada Desember lalu, Plt Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan, telah menetapkan seorang tersangka. Namun, dia menyatakan lupa nama tersangkanya. Wakil Ketua KPK M. Jasin juga memastikan, kasus tersebut telah memasuki penyidikan. Senada dengan Tumpak, Jasin menolak menyebut nama tersangka. Pimpinan KPK berdalih, pihaknya masih perlu memastikan kerugian negara.

Di tempat terpisah, Sekjen DPP PPP Irgan Chairul Mahfudz menyatakan dirinya terkejut mendengar penetapan Bachtiar sebagai tersangka. Sebab, kata Irgan, Bachtiar selama ini jauh dari profil koruptor. Di mata Irgan, Bachtiar pekerja keras dan abdi negara. ''Saya lihat tidak ada usaha untuk memperkaya diri dari beliau (Bachtiar),'' kata Irgan saat dihubungi kemarin (1/2).

Indikasinya, kata orang dekat Bachtiar itu, kekayaan Bachtiar terus turun dari tahun ke tahun. ''Apa yang mau diperkaya? Tidak ada alasan bagi beliau untuk melakukan itu,'' ujarnya.

Irgan menilai, tuduhan kepada Bachtiar hanya menyangkut soal administratif. Penunjukan langsung pengadaan mesin jahit dan impor sapi itu pasti dipengaruhi keadaan saat itu. ''Barangkali, ada kebutuhan yang mendesak sehingga beliau melakukan itu,'' duganya.

Saat itu, tutur Irgan, kebutuhan sapi dan mesin jahit sangat mendesak sehingga perlu dilakukan penunjukan langsung. ''Mestinya, yang diperkarakan adalah pemenang tender. Bukan beliau. Pak Bachtiar dulu itu, niatnya, mau menyejahterakan rakyat. Kok sekarang malah dipidana?'' ujarnya. (git/aga/agm)

Sumber: Jawa Pos, 2 Februari 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan