Mantan Menlu Dijatah Rp 1 Miliar

Kasus Markup Tiket Diplomat

Kejaksaan Agung mulai tancap gas menyidik kasus penggelembungan (markup) harga tiket pesawat diplomat di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Penyidikan kini mulai menyentuh pejabat tinggi Kemenlu, yakni Sekjen Imron Cotan dan Irjen Hartanto.

Selain kedua pejabat itu, lima orang ikut diperiksa kemarin. Mereka adalah M. Nursaf dari PT Indowanua, Murdiyanto dan Adang Sudjana (keduanya staf Biro Keuangan Kemenlu), Kabag Pelaksana Anggaran 2003-2007 I Gusti Putu Adhyana, serta Kabag Pelaksana Anggaran 2007-2009 Syarif Syam Amar. Mereka diperiksa sebagai saksi, kecuali Adhyana dan Syarif Syam yang berstatus tersangka sejak Rabu lalu (10/3).

Pemeriksaan Imron berlangsung sembilan jam. Datang pukul 09.00, Imron baru keluar sekitar pukul 18.00. Pemeriksaan itu bahkan tak rampung dalam sehari. ''Senin atau Selasa pekan depan mungkin diperiksa lagi,'' kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arminsyah di gedung Kejagung kemarin (11/3).

Peran Imron, kata Arminsyah, sangat krusial. Sebab, pada saat kasus penggelembungan harga tiket itu terjadi, Imron adalah kuasa pemegang anggaran (KPA). Artinya, dia mengetahui proses pencairan anggaran, besarnya dana, dan penggunaan dana perjalanan. Dalam pemeriksaan kemarin, Imron dicecar 18 pertanyaan tentang tugas-tugasnya dan proses pembayaran dana perjalanan itu.

Kepada penyidik, Imron mengakui bahwa pada 2008 dia yang menetapkan tujuh biro perjalanan sebagai rekanan. Padahal, selama ini yang biasa menetapkannya adalah kepala biro keuangan. ''Kami juga bertanya, kenapa bisa begitu,'' tutur Arminsyah.

Bagaimana Irjen Kemendagri? Arminsyah mengatakan, sebagai inspektorat jenderal yang bertugas mengawasi, Hartanto mestinya memiliki informasi. ''Dia kan ikut melakukan pengawasan. Pasti ada tambahan informasi,'' katanya.

Kesaksian mengejutkan datang dari Adang Sudjana. Kepada penyidik, staf biro keuangan yang ketika itu bertugas sebagai kasir tersebut menuturkan, ada perintah dari Ade Wismar (tersangka, saat itu kepala biro keuangan) untuk menghancurkan barang bukti. Yakni, semua dokumen serah terima dana perjalanan. ''Padahal, dokumen itu memuat serah terima aliran dana ke sejumlah pimpinan,'' kata Irfan Fahmi, kuasa hukum Adang.

Berdasar kesaksian Adang, kata Irfan, duit perjalanan itu diserahkan kepada Ade Wismar dan Ade Sudirman (tersangka, saat itu Kasubag Verifikasi) Rp 25 juta per bulan. Lalu kepada Menteri Luar Negeri Nur Hasan Wirajuda Rp 1 miliar dan kepada Sekjen Imron Cotan Rp 25 juta per bulan.

''Klien saya diminta menyiapkan uang Rp 1 miliar di dalam kardus oleh Ade Wismar melalui Ade Sudirman. Kata Ade Sudirman, uang itu untuk menteri luar negeri,'' ujarnya.

Meski begitu, Adang tidak menjamin uang itu benar-benar mengalir ke Hasan Wirajuda dan Imron Cotan. Sebab, uang itu diberikan melalui perantara. Jatah untuk Hasan Wirajuda diambil oleh Ade Sudirman yang mengatakan akan menyerahkan ke Menlu melalui Ade Wismar. Lalu, uang untuk Imron diambil Asisten Sekjen Tusmiati. (aga/oki)
Sumber: Jawa Pos, 12 Maret 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan