Mantan Ketua PN Banjarmasin Dipecat

SIDANG Majelis Kehormatan Hakim (MKH) Mahkamah Agung (MA) akhirnya menetapkan sanksi pemberhentian secara tidak hormat kepada mantan Ketua Pengadilan Negeri Banjarmasin Soediarto.

Keputusan itu ditetapkan kemarin karena Soediarto terbukti melakukan perbuatan yang merusak harkat dan martabat hakim. "Keputusannya diberhentikan dengan tidak hormat karena Soediarto melakukan perbuatan tercela, menurunkan harkat dan martabat hakim. Itulah semua kesalahannya," kata Ketua MKH Hatta Ali kepada Jurnal Nasional di Jakarta, kemarin.

MKH kemarin kembali menggelar sidang kasus Sudiarto untuk kedua kalinya. Namun, Soediarto kembali tidak hadir dalam sidang pembacaan putusan tersebut. Sidang MKH sempat ditunda beberapa menit untuk memberi kesempatan bagi majelis melakukan musyawarah.

Hatta menyatakan, keputusan pemberhentian secara tidak hormat Soediarto membuktikan jika MA menerapkan sanksi keras kepada hakim yang terbukti melakukan pelangaran kode etik profesi hakim. Dia mengharap, sanksi tersebut dapat menjadi efek jera bagi semua hakim untuk tidak melakukan pelanggaran.

"Sidang MKH Soediarto merupakan yang pertama dan terbuka. Moga-moga ini akan membawa efek jera dan bagi hakim yang mau melakukan, tentu akan berpikir 10 kali. Kalau tidak demikian (sanksi tegas), maka tidak akan maju-maju penegakan hukum," tegasnya. Hatta menyatakan, MA tidak akan melindungi oknum hakim yang melakukan pelanggaran. "Jangan dikira kita akan melindungi. Itulah buktinya."

Sidang MKH kasus Sudiarto dipimpin Hatta dengan anggota majelis Artidjo Alkostar dan M. Imron. Dalam persidangan tersebut, MKH telah memberi kesempatan kepada Soediarto untuk membela diri terhadap apa yang didakwakan terhadapnya. Namun, Soediarto telah dua kali mangkir dari persidangan. Karena tidak menghadiri, maka dirinya dianggap tidak melakukan pembelaan hukum atas tuduhan pelanggaran kode etik yang dikenakan kepadanya.

Soediarto adalah mantan Kepala PN Banjarmasin yang telah dimutasi ke Pengadilan Negeri Yogyakarta dengan status nonhakim. Dia diduga melanggar kode etik hakim dengan meminta uang sebesar Rp250 juta dan satu buah mobil Camry berkas dari tersangka yang masih dalam penyidikan pihak kepolisian.[by : M. Yamin Panca Setia]

Sumber: Jurnal nasional, 30 September 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan