Mantan Dirut TVRI Bebas
Tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi mantan Direktur Utama TVRI Sumita Tobing bebas dari dakwaan jaksa. Tindakan Sumita dinilai sebagai tindakan administratif.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membebaskan mantan Direktur Utama TVRI Sumita Tobing dari jerat hukum. Sumita tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan peralatan teknik produksi Divisi II Siaran Nasional, Berita, dan Informasi di TVRI. “Majelis hakim berkeyakinan terdakwa tidak melanggar dakwaan primer dan subsidair,” ujar hakim Reno Listowo saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (12/2).
Sebelumnya, Jaksa Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menuntut hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp250 juta, subsidair enam bulan kurungan. Menurut jaksa, Sumita terbukti melanggar dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP. Sedangkan pada dakwaan subsidair, jaksa menjerat Sumita dengan pasal 3 Undang-Undang yang sama.
Dalam persidangan yang dipimpin Panusunan Harahap, majelis hakim mengakui adanya rekayasa dalam proses tender tersebut yakni berupa lelang fiktif. Namun menurut majelis, ketidakberesan itu tidak serta merta bisa dimintakan pertanggungjawaban ke Sumita. Sebab Sumita tidak terbukti melakukan intervensi kepada panitia pengadaan untuk memenangkan atau menguntungkan peserta tender. Dari saksi dan alat bukti yang diajukan jaksa tidak ada yang membuktikan adanya intervensi.
Tindakan panitia lelang yang melakukan rekayasa dan bertentangan dengan Keppres No. 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah, merupakan tanggung jawab pemenang lelang dan orang yang turut serta dalam rekayasa itu.
Bahkan dari keterangan panitia lelang yang bersaksi di pengadilan terungkap bahwa Sumita tidak pernah ikut campur dalam proses lelang hingga penentuan pemenang lelang. Sumita juga tidak pernah menerima keuntungan dari pemenang tender seperti halnya panitia pengadaan.
Peran Sumita yang menelurkan Surat Keputusan (SK) Pembentukan Panitia tahun 2002 dan SK Penetapan Pemenang Lelang, tidak bisa dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. SK Pembentukan Panitia tidak terbatas pada pengadaan teknik produksi Divisi II Siaran saja, melainkan untuk seluruh pengadaan pada 2002.
Proses pembuatan SK pun mengacu pada draft yang sudah berlaku di TVRI. Sumita sebagai orang baru di TVRI, tidak keberatan saat diminta untuk menandatangan. Sebab sudah ada paraf dari bawahan Direktur Administrasi dan Keuangan. Artinya, Direktur Administrasi dan Keuangan mengetahui hal itu. “Tindakan terdakwa murni administrasi karena kedudukannya sebagai Direktur Utama dan Kuasa Pengguna Anggaran,” ujar Reno.
Usai bersidang, Sumita menyatakan tidak akan mengajukan gugatan balik terhadap pelapor. “Saya memaafkan dan mengampuni mereka,” ujarnya. Ia menyatakan perkaranya terlalu dipaksakan lantaran dirinya membawa pembaharuan ke TVRI. Sementara, tidak selamanya itu tidak diterima oleh orang yang status quo. “Putusan majelis hakim menunjukan pengadilan masih bisa diharapkan,” imbuhnya.
Kuasa hukum Sumita, Hinca Panjaitan menyatakan putusan ini menunjukan keadilan yang sebenarnya. Ia melihat euforia pemberantasan korupsi diletakkan secara proporsional. Selain itu, putusan ini memberikan pelajaran pada penyidik dan jaksa agar berhati-hati untuk mendakwa dan menuntut orang. “Kalaupun mau dipersalahkan ketua panitia lelang dan orang yang turut serta yang harus bertanggung jawab,” ujarnya.
Sementara jaksa Mulyono menyatakan pikir-pikir atas putusan hakim.(Mon)
Sumber: hukumonline.com, 13 Februari 2009
----------------
Mantan Direktur TVRI Divonis Bebas
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membebaskan terdakwa Sumita Tobing, mantan Direktur Utama TVRI, dari dakwaan melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan peralatan teknis produksi di TVRI.
Majelis hakim yang diketuai Panusunan Harahap menyatakan Sumita terbukti tidak melanggar unsur melawan hukum dalam dakwaan primer. "Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primer dan sekunder," kata Panusunan saat membacakan putusan kemarin.
Majelis hakim dalam pertimbangannya menyatakan tidak ada bukti Sumita merekayasa pemenang lelang. Ia juga dinilai tidak pernah mencampuri proses lelang. Menurut hakim, tanggung jawab atas rekayasa pemenang lelang ada di pundak panitia lelang.
Mengenai pengesahan pemenang lelang PT Lilir Kaman Guna, majelis berpendapat tindakan Sumita murni tindakan administrasi, bukan untuk memperkaya diri sendiri ataupun perusahaan pemenang lelang.
"Terdakwa juga tidak pernah memperoleh keuntungan dari lelang tersebut," ujar Reno Listowo, anggota majelis hakim, saat membacakan pertimbangan majelis hakim. Majelis hakim juga berpendapat Sumita tidak melanggar dakwaan sekunder, Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jaksa menuntut Sumita Tobing dihukum tujuh tahun penjara. Jaksa menilai dia melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pengadaan peralatan teknis tersebut, negara diperkirakan rugi Rp 5,2 miliar. Dalam tuntutannya, jaksa mengatakan panitia lelang mengajukan dana sebesar Rp 11,3 miliar, padahal harga sebenarnya hanya Rp 5,9 miliar.
Putusan bebas tersebut disambut bahagia Sumita dan keluarganya yang memadati ruang sidang. "Saya sudah pesimistis, katanya ada mafia peradilan, tapi saya sudah mendapat pembuktian peradilan kita masih dapat kita harapkan," ujarnya.
Sumita sejak awal yakin akan dibebaskan. "Perkara ini dipaksakan," ujarnya. Jaksa belum banyak berkomentar atas putusan bebas ini. "Kami pikir-pikir," kata Mulyono, salah satu jaksa penuntut, kepada wartawan. SUTARTO
Sumber: Koran Tempo, 13 Februari 2009