Mantan Bupati Lebak Diperiksa Kejaksaan [28/06/04]

Kejaksaan Negeri Lebak, Banten, terus menyelidiki dugaan kasus korupsi proyek rehabilitasi Rumah Sakit Umum Daerah Adjidarmo, Rangkasbitung, senilai Rp 1,8 miliar. Untuk mengungkap kasus ini, selain Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten Lebak Narasoma, mantan Bupati Lebak Mohamad Yas'a Muliyadi juga telah diperiksa kejaksaan.

Kepada Tempo News Room, Kepala Kejari Lebak Basuni Masyarif mengatakan, pemeriksaan Mohamad Yas'a Mulyadi dilakukan karena yang bersangkutan memberi kebijakan penggunaan dana APBD untuk merehabilitasi sebagian bangunan RSUD Adjidarmo. Dia diperiksa selama dua jam lebih oleh Kepala Seksi Intel Kejari Lebak Djoko Dwiyanto Kamis pagi pekan lalu. Ingat ya, pemeriksaan Yas'a Mulyadi ini masih sebatas saksi. Dia cukup kooperatif, 20 pertanyaan berkaitan dengan kasus dugaan korupsi itu dijawab semua. Kita tunggu saja hasil penyelidikan ini, karena tidak mungkin kasus ini tanpa ada tersangkanya, kata Basuni yang dihubungi melalui telepon, Minggu (27/6).

Sebelumnya, kata Basuni, pemeriksaan yang sama juga telah dilakukan terhadap lebih dari 20 saksi yang berasal dari lingkungan Pemerintah Kabupaten Lebak. Mereka yang diperiksa itu antara lain Sekretaris Daerah Pemkab Lebak Narasoma, Sekretaris DPRD Lebak Syaefuloh Saleh, dan pemborong proyek. Tidak tertutup kemungkinan sejumlah anggota Dewan Lebak juga akan kami pemeriksa. Kami tinggal menunggu izin pemeriksaannya dari Gubernur Banten. Tunggu sajalah kami sangat serius untuk mengungkap kasus ini. Bahkan dalam waktu dekat ini kami akan menentukan sikap yang bakal mengarah ke penetapan tersangka. Mohon dukungannya, demi tegaknya supremasi hukum di Lebak ini, katanya.

Basuni mengatakan, proyek rehabilitasi RSUD Adjidarmo, Rangkasbitung, menghabiskan dana Rp 2,3 miliar. Dana ini berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Lebak 2003. Hasil pemeriksaan sementara, Kejari Lebak menemukan indikasi adanya tindakan korupsi dana proyek tersebut. Buktinya, Rp 900 juta atau sebagian dana proyek ternyata tidak digunakan untuk merehabilitasi bangunan tapi dibagi-bagikan kepada sejumlah anggota DPRD Lebak.

Sisanya Rp 600 juta, juga dibagi-bagikan kepada sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab Lebak. Total dana yang dikorupsi mencapai 1,8 miliar. Nah, kami akan mencari tahu siapa yang menginstruksikan untuk membagi-bagikan uang proyek itu dan siapa penerima uang proyek tersebut, katanya.

Sementara itu, dari Karanganyar dilaporkan, meski belum dilantik, 13 calon anggota legislatif Partai Golkar yang terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Karanganyar sudah dibebani utang partai Rp 700 juta. Mereka harus membayar utang itu dalam jangka lima tahun masa jabatan mereka.

Utang sebanyak itu merupakan biaya yang dikeluarkan DPD Partai Golkar Karanganyar untuk kampanye pemilu legislatif, beberapa waktu lalu. Saat itu, pengurus berutang pada satu bank di Karanganyar untuk membiayai kampanye. Kewajiban itu berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat antara caleg dan pengurus DPD Partai Golkar setempat.

Ketua DPD Partai Golkar Karanganyar Suparno mengatakan, 50 caleg yang mendaftar di Partai Golkar telah menandatangani kesepakatan di atas kertas bermeterai untuk bersedia membayar utang jika kelak terpilih menjadi anggota DPRD. Dari 50 caleg itu, terpilih 13 orang, maka 13 orang inilah yang wajib melunasi utang partai.

Sistem pembayaran utang dilakukan dengan mencicil lima tahun atau selama mereka menjabat dengan memotong gaji mereka. Dengan begitu, anggota Dewan itu tidak bisa lari dari tanggung jawabnya, katanya.

Ditambahkan Suparno, DPD Partai Golkar tidak mampu membiayai sendiri kampanye sehingga terpaksa berutang ke bank. Sri Loso, salah seorang caleg yang terpilih menjadi anggota DPRD, mengatakan, rela gajinya dipotong untuk melunasi utang partai. Dia mengatakan, itu kewajiban bersama sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat. faidil akbar/anas syahirul

Sumber: Koran Tempo, 28 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan