Mantan Bupati Kukar Dilaporkan ke KPK

Mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur, Syaukani, dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 1999-2004 sebesar lebih dari Rp20 miliar.

Demikian dikatakan Koordinator Indonesian NGO's Forum for Independent Good Governance Humanity and Transparancy (Infight) Dedy Rohman kepada wartawan usai menyerahkan bukti dugaan korupsi mantan Bupati Kukar kepada Wakil Ketua KPK Eri Riyana di kantornya, kemarin.

Menurut Dedy, pihaknya meminta KPK segera menyelidiki bukti-bukti yang diserahkannya. Karena di era otonomi daerah yang diharapkan terjadi distribusi keadilan dan kesejahteraan ke masyarakat, ternyata yang terjadi justru meluas dan meratanya korupsi di Kukar.

Kita banyak temukan dugaan korupsi yang melibatkan mantan Bupati Kukar Syaukani. Misalnya, mark up proyek Kedaton dari Rp9 miliar menjadi Rp52 miliar, pembangunan sarana perkeretaapian dan terakhir membalut turap dengan batu granit dengan dana awal Rp11 miliar, jelas Dedy.

Bukti-bukti dugaan korupsi mantan Bupati Kukar Syaukani, ungkap Dedy, disertai dengan aliran dana penggunaan APBD yang diselewengkan, seperti kuitansi pembayaran dan pembelian. Juga defisitnya anggaran 2003 (utang) kepada pihak ketiga sebesar Rp1,8 triliun.

Kemampuan dukungan dana Kukar maksimal diperhitungkan termasuk tahun berjalan pada 2004, hanya sebesar Rp1,6 triliun, bukan Rp2,5 triliun sebagaimana ditetapkan dalam APBD Kukar. Itu ada selisih Rp1,8 triliun dari mana asalnya. KPK sebaiknya menyelidiki bukti kami sehingga persoalan menjadi terang, banyak mark up proyek APBD. Jadi kalau ada yang mengatakan Syaukani itu pahlawan Kukar patut dipertanyakan, katanya sembari membuka arsip yang dimiliki.

Pengaduan dugaan korupsi Bupati Kukar Syaukani ke KPK ini, jelas Dedy,tidak terkait konflik di Kukar.

Kami hanya ingin mengungkapkan fakta sebenarnya, kalau diartikan kami pro atau kontra terhadap konflik di Kukar terserah saja, kata Dedy.

Saat ini dalam catatan Media ada dualisme kepemimpinan di Kukar. Sebab sebenarnya masa tugas Syaukani di penghujung 2004 telah habis dan Departemen Dalam Negeri (Depdagri) telah mengangkat Awang Dharma Bhakti sebagai pejabat Bupati Kukar.

Akibatnya, timbul aksi massa menolak pengangkatan Awang Dharma Bhakti sebagai pejabat bupati. Aksi tersebut sempat melumpuhkan roda pemerintahan setempat. Dunia pendidikan juga tidak berjalan karena para guru, baik di sekolah negeri, maupun swasta mogok mengajar.

Sudah 21 hari ini pemerintahan lumpuh. Aksi masyarakat terus berlanjut dan guru-guru juga masih mogok mengajar, kata Sekretaris DPRD Kutai Kartanegara Aswin beberapa waktu lalu kepada wartawan di Jakarta.

Dikatakannya aksi massa tersebut terjadi sejak pengangkatan dan pelantikan Awang pada 13 Desember 2004 menggantikan Syaukani. Ia menegaskan pengangkatan Awang berdasarkan Surat Keputusan (SK) Mendagri No 131.44767/2004 itu ditolak masyarakat karena tidak sesuai dengan UU No 32/2004 tentang pemerintahan daerah. Penunjukan Awang tersebut sama sekali tidak dikoordinasikan dengan DPRD setempat. Apalagi selama ini Awang memang sudah tidak disukai masyarakat, tambah Aswin.

Oleh karena itu, pihaknya menuntut agar Menteri Dalam Negeri (Mendagri) merevisi SK itu dan menunjuk pejabat melalui mekanisme usulan di DPRD.

Di tempat yang sama, anggota DPRD Kaltim, Dardiansyah yang juga Ketua DPD KNPI Kukar mengatakan, sejak dilantik di Kantor Gubernur Kaltim, Awang hanya satu hari masuk kantor bupati. Itu pun hanya selama tiga jam karena mendapat protes warga. Bahkan saat itu, Awang berlari-lari meninggalkan kantor bupati setelah diusir oleh para karyawannya sendiri. (Faw/N-1)

Sumber: Media Indonesia, 8 Januari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan