Main Bola Mendongkrak Citra [14/06/04]

Total belanja iklan calon presiden ternyata lebih tinggi dari akumulasi saldo awal yang mereka laporkan ke KPU. Hasil survei pekan pertama kampanye pemilu.

DEMAM Piala Eropa 2004 di Portugal kali ini terasa sedikit berbeda bagi penggila bola di Tanah Air. Di Gelanggang Remaja Bulungan, Blok M, Jakarta Selatan, misalnya. Ahad malam dan Senin dini hari pekan ini, partai Kroasia vs Swiss dan partai Prancis vs Inggris ditonton penggila bola bersama pasangan calon presiden Amien Rais dan Siswono Yudho Husodo.

Kalau calon presiden dari Partai Amanat Nasional itu mau bersusah payah begadang menikmati sihir bola, tentu bukan karena Jumat pekan lalu—dalam acara debat calon presiden di TV7 yang mempertemukannya dengan Wiranto—Amien hanya bisa tersipu-sipu saat tak bisa menjawab pertanyaan tentang posisi Kurniawan Dwi Julianto. Tapi saya tahu ia sering mencetak gol, kelitnya lihai mengundang gerr penonton.

Yup, ini musim kampanye, Bung. Dan Amien, menurut catatan TEMPO, adalah kandidat paling aktif dalam menggelar kampanye murah-meriah ala diplomasi bola ini. Sekitar dua pekan silam, ia bahkan menjadi penjaga gawang dalam sebuah pertandingan persahabatan melawan grup musik Slank. Ia hanya tertawa lepas ketika gawangnya dijebol Kaka, vokalis Slank. Dana untuk (kampanye seperti) ini tidak besar. Beli kostum dan sewa lapangan tidak sampai jutaan rupiah, tutur Edy Kuscahyanto, anggota tim Media Center Amien Rais yang khusus menangani pembentukan opini publik bagi sang calon.

Tapi tak semua hal bisa dilakukan dengan dana seirit pertandingan sepak bola. Misalnya untuk pembuatan iklan testimonial (pengakuan) dari para tokoh masyarakat—mulai dari pebulu tangkis Christian Hadinata sampai musisi tahun 80-an Deddy Dhukun dan Dodo Zakaria—tentang kepantasan Amien sebagai calon presiden.

Kita sudah menyiapkan 14 versi dari 9 tokoh, masing-masing berdurasi 30 detik, ujar Paquita Wijaya, yang bertanggung jawab atas image building Amien Rais. Ia mendapat alokasi dana sekitar Rp 1,3 miliar. Uang sejumlah itu, untuk ukuran pembuatan iklan normal, paling banter hanya bisa jadi tiga versi. Namun, karena semua order dikerjakan oleh Sintesa, rumah produksi milik Paquita yang juga aktivis PAN, jadi ia tak rewel memberikan diskon superbesar.

Toh, sepandai-pandainya kubu Amien menekan dana untuk biaya iklan, sampai selesainya pekan pertama kampanye saja (1-8 Juni), mereka sudah menggelontorkan dana Rp 1,566 miliar untuk media cetak, televisi, dan kampanye luar ruang—antara lain, ya, untuk bal-balan tadi.

Angka itu merupakan hasil survei dari Transparency International Indonesia dan Indonesian Corruption Watch (ICW) di 28 provinsi. Untuk sementara, pengeluaran terkecil untuk pekan lalu dipegang oleh kubu Hamzah-Agum, yang membayar Rp 1,092 miliar. Sedangkan ketiga pasangan kandidat lainnya sudah mengguyurkan fulus sedikitnya dua kali lebih banyak dari kubu Amien-Siswono.

Kubu Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, yang antara lain membuat iklan tentang citra SBY di mata anak baru gede (ingat iklan Kapan lagi kita punya presiden keren?), sudah membelanjakan Rp 3,715 miliar, Wiranto-Salahuddin Rp 3,952 miliar, dan Megawati-Hasyim Muzadi Rp 4,542 miliar. Total pengeluaran para kandidat berjumlah Rp 10,326 miliar. Ini lebih besar dari jumlah dana di saldo rekening khusus dana kampanye para calon presiden yang tercatat di Komisi Pemilihan Umum, ujar Wakil Koordinator ICW Luky Djani, Kamis silam. Beberapa saat sebelum pengumuman, total dana di rekening para calon presiden berjumlah Rp 10,098 miliar. Artinya lebih kecil Rp 228 juta dari temuan ICW.

Angka-angka belanja iklan itu tampaknya akan melesat lebih cepat pada pekan kedua dan seterusnya, bila pengeluaran di kubu Wiranto bisa dijadikan patokan. Bayangkan saja, memasuki hari ke-10 kampanye, total pengeluaran kubu mantan Panglima TNI ini sudah menembus Rp 30 miliar. Kendati, menurut ketua tim kampanye pasangan Wiranto-Salahuddin, Slamet Effendy Yusuf, dari jumlah itu hanya sekitar Rp 6 miliar yang dihabiskan untuk iklan kampanye. Selebihnya, Untuk perjalanan kampanye dan membiayai Warung Wiranto, kata Slamet kepada Dimas Adityo dari Tempo News Room.

Lo, bukankah saldo awal yang diserahkan kubu Wiranto ke KPU hanya Rp 3,75 miliar? Ini memang memancing curiga. Soalnya dana itu dilaporkan ke KPU per 31 Mei dan keesokan harinya masa kampanye sudah dimulai.

Bukankah sebelum kampanye resmi tanggal 1 Juni, Wiranto sudah banyak mengeluarkan dana sebagai calon presiden? Kenapa hanya disebut Rp 3,75 miliar? ujar Sekretaris Jenderal Transparency International, Emmy Hafild.

Bantahan datang dari Slamet Effendy Yusuf. Menurut Slamet, dalam beberapa hari pundi-pundi sudah jauh lebih gemuk. Pada Kamis lalu saja sudah Rp 49,5 miliar terkumpul.

Slamet menampik bila disebut kubunya tidak memberikan keterangan yang benar kepada KPU. Menurut dia, sejak saldo awal diberikan ke KPU pada 31 Mei, sumbangan terus mengalir, baik dari pengurus dan anggota Partai Golkar maupun dari penyumbang dan simpatisan lain di luar rimbun Beringin. Dari Rp 49,5 miliar itu, sekitar Rp 30 miliar berasal dari Partai, selebihnya sekitar Rp 15 miliar berasal dari penyumbang dari luar Partai Beringin, tuturnya. Wiranto sendiri ikut merogoh koceknya. Dari calon presiden sekitar Rp 3,7 miliar, kata Slamet lagi.

Berapa besarnya belanja iklan tiap kandidat untuk bisa lolos dari putaran pertama, jawabannya memang masih sesulit menebak siapa juara Piala Eropa. Masih ada tiga pekan tersisa sampai pemilu 5 Juli. Dan sudah selayaknya semua kubu selalu melaporkan saldo masing-masing lebih cepat lagi ke KPU. Sebab, selain siap menang siap kalah, ada satu kondisi yang seharusnya ditaati para kontestan, yakni siap bermain fair play.

Akmal Nasery Basral, Widiarsi Agustina, Sudrajat

(untuk data detail klik rubrik data aktual)
Sumber:Majalah Tempo,No.16/XXXIII/14-20 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan