Mahfud: KPK Dapat Abaikan RPP Penyadapan

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud M.D. minta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengabaikan rencana pemerintah menerbitkan rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang intersepsi (penyadapan) penegak hukum. Mahfud menegaskan, RPP yang saat ini dibahas di Depkum HAM itu bertentangan dengan konstitusi karena sudah menyebutkan subjek, yakni lembaga yang berwenang menyadap.

''Peraturan pemerintah itu hanya boleh mengatur teknis penyadapan. Bukan siapa yang berhak memberikan izin penyadapan, apakah perlu izin pengadilan, atau siapa yang boleh disadap. Itu bukan masalah teknis yang bisa diatur dalam peraturan pemerintah,'' paparnya di gedung MK, Jakarta, kemarin (16/12).

''(RPP) yang saya baca sekarang ini tidak benar dari ilmu perundang-undangan, karena semua pengaturan tentang penyadapan diatur dalam RPP,'' tambahnya.

Mantan menteri pertahanan itu menyatakan, RPP tidak boleh mengatur prosedur dan mekanisme penyadapan karena sesuai pasal 28 j ayat 1 UUD 1945 bahwa hak asasi manusia hanya boleh dibatasi dengan undang-undang. UU tersebut harus mengatur mekanisme penyadapan, lembaga yang berwenang untuk menyadap, serta prosedur pengaturan kegiatan penyadapan.

''Saya belum menyatakan RPP itu inkonstitusional karena belum melihatnya. Namun, karena penyadapan berkaitan dengan hak asasi manusia, pengaturannya hanya bisa dimuat dalam undang-undang,'' tuturnya.

Dengan argumentasi tersebut, kata Mahfud, KPK boleh tidak menaati RPP penyadapan penegak hukum yang disusun Depkominfo dan Depkum HAM. ''KPK boleh tidak taat RPP karena kewenangan KPK untuk menyadap diperoleh dari UU KPK,'' tegasnya.

Tidak hanya KPK, lembaga penegak hukum lain, seperti Polri, kejaksaan, dan Badan Intelijen Negara (BIN) juga boleh tidak menaati aturan RPP jika peraturan pemerintah itu mengatur substansi subjek dan objek penyadapan. Menurut Mahfud, pemerintah agaknya berupaya mengatur penyadapan oleh semua lembaga penegak hukum dalam satu PP.

''Peraturan pemerintah seharusnya hanya boleh mengatur satu pasal dalam satu undang-undang. Padahal, di sini ada UU KPK, ada UU Polri, ada UU BIN, dan ada UU Kejaksaan,'' terang mantan politikus PKB ini.

Karena penyadapan pernah diatur dalam putusan MK, guru besar Fakultas Hukum UII ini menyarankan Menkominfo Tifatul Sembiring mengonsultasikan materi RPP penyadapan ke MK. Bila Depkominfo mau berkonsultasi, MK tentu akan memberikan nasihat untuk perbaikan materi RPP. ''Tapi, kalau (pemerintah) tidak mau berkonsultasi, kami tidak memaksakan. Yang jelas, RPP yang saya baca di koran tidak benar dari sudut ilmu perundang-undangan,'' jelasnya. (noe/dwi)

Sumber: Jawa Pos, 17 Desember 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan