Mafia Peradilan: Tercium, tetapi Tak Berbekas...

After all a working system that benefits all its participants. In some ways, in fact, for advocates, who otherwise are excluded from the collegial releationships of judges and prosecutors, it works rather better and more efficiently than the formal system.

Demikian catatan Daniel S Lev, seorang Indonesianis, soal praktik mafia peradilan di Indonesia.

Daniel secara jelas menyebutkan adanya indikator ”menguntungkan” bagi berbagai pihak yang bermain dalam sistem tersebut. Tak heran jika mafia peradilan sering kali terasa dan tercium, tetapi tak pernah berbekas.

Secara tiba-tiba, di suatu sore 15 Juni 2005, praktik mafia peradilan ini menjadi berbekas.

Secara mengejutkan, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada sore itu menangkap seorang pengacara yang sedang memberikan uang Rp 250 juta kepada dua panitera Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Dialah Tengku Syaifuddin Popon, pengacara Abdullah Puteh. Uang tersebut diterima Ramadhan Rizal, Wakil Panitera Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, dan seorang panitera lainnya, M Sholeh, juga ikut terlibat.

Pemeriksaan pun bergulir di KPK. Motivasi pemberian uang itu pun mulai mencuat dari mulut Popon,

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan