Mafia Pajak Surabaya Lebih Besar daripada Kasus Gayus

KASUS mafia pajak yang diungkap Unit Pidum Satreskrim Polwiltabes Surabaya dilaporkan terbesar berdasar sisi finansial. Jika dibandingkan dengan kasus Gayus Tambunan yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 25 miliar, kerugian gara-gara sindikat mafia pajak di Surabaya diperkirakan mencapai Rp 300 miliar. Namun, karena melibatkan lembaga hukum, yakni kejaksaan, dan jenderal Polri serta pejabat Ditjen Pajak, kasus Gayus lebih menonjol.

Modus sindikat pajak di Kota Buaya memang sederhana. Yakni, hanya membuat validasi palsu, menyetorkannya ke kantor pajak, lalu mendapatkan SSP. Namun, dilaporkan jumlah pihak yang dirugikan sangat besar. "Kami belum bisa memastikannya. Namun, yang kasatmata lebih dari Rp 300 miliar," kata Kasatreskrim Polwiltabes Surabaya AKBP Anom Wibowo.

Anom menjelaskan, PT Putra Mapan Sentosa (PMS) misalnya per tahun, menyetorkan pajak selama lima tahun. Total uang PT PMS yang masuk kantong sindikat mafia pajak tersebut Rp 934 juta. Jumlah itu baru berasal dari satu perusahaan.

Padahal, berdasar data di tangan penyidik, sedikitnya 361 perusahaan atau wajib pajak (WP) dimainkan oleh sindikat tersebut. "Kami belum bisa memeriksa semuanya. Tapi, rata-rata selama lima tahun, minimal Rp 600 juta uang pajak dimakan sindikat itu," papar dia.

Jumlah 361 tersebut didapatkan dari bundel-bundel ketetapan pajak yang disita dari Suhertanto, PNS Kantor Ditjen Pajak 1 Jatim yang dijadikan tersangka. "Itu adalah daftar perusahaan-perusahaan atau wajib pajak yang telah digarap sindikat tersebut," papar dia. Memang setoran per bulan (setoran pajak yang digelapkan, Red) rata-rata antara Rp 20 juta-Rp 200 juta. Bila berlangsung lima tahun dan melibatkan lebih dari 350 perusahaan, jumlahnya tidak bisa dibilang kecil.

Tapi, lanjut dia, kadang aksi sindikat itu tak berjalan mulus. Salah satu contohnya, pada pertengahan 2009, dilaporkan dua perusahaan perkapalan di Perak mengajukan komplain karena masih ditagih kantor pajak. Terpaksa sindikat tersebut berbondong-bondong mengembalikan setoran dari perusahaan itu. Nilai totalnya Rp 1,4 miliar.

Jumlah 361 perusahaan tersebut belum final. Masih banyak data WP yang dibawa Bambang Ari yang masih buron. Padahal, Bambang merupakan konsultan pajak yang diduga memiliki banyak daftar WP. "Juga ada tiga nama lain yang belum tertangkap. Mereka kerap memberikan order dari WP," terang mantan Kasatpidum Ditreskrim Polda Jatim itu.

Anom tidak berani memastikan jumlah WP yang dimainkan oleh sindikat tersebut. "Saya perkirakan, total 700-1.000 wajib pajak," ucapnya. "Katakan, dari seribu WP tersebut, dirata-rata kerugian Rp 400 juta. Maka, kerugian total mencapai Rp 400 miliar. Jumlah yang fantastis," imbuhnya.

Berdasar pengembangan penyidikan oleh polisi, tampaknya, angka kerugian bakal terus merangkak naik. Sebab, polisi mulai menemukan gambaran modus lain yang belum terungkap. Memalsukan validasi bank hanyalah satu di antara sekian banyak modus pembobolan pajak.

"Tampaknya ada. Tapi, kami masih mengembangkannya. Kami tak mau gegabah. Yang jelas, semua penyimpangan pajak akan kami kejar dan kami ungkap," tegas Anom. Dia hanya sedikit memberikan bocoran. Dia mengatakan, salah satu di antara sepuluh tersangka tersebut mempunyai jaringan pembobol pajak sendiri, berbeda dari sindikat yang telah terbongkar. "Tunggu saja tanggal mainnya," imbuh Anom.

Selain itu, Anom mengatakan telah menugaskan dua tim untuk mengungkap kasus itu. Yakni, unit pidum satreskrim dan unit tindak pidana korupsi (tipikor). "Unit tipikor kami fokuskan untuk mendalami modus-modus lain penggelapan pajak yang bukti awalnya telah kami temukan," ucap dia. (ano/c11/iro)
Sumber: Jawa Pos, 19 April 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan